Minggu, 30 Oktober 2016

Tanggung Jawab Sosial Ilmuan

Tanggung Jawab Sosial Ilmuan
Apabila selama ini ilmuan selalu disibukkan dengan membangun teori, maka hal ini harus diubah, sebagai seorang ilmuan harus memiliki tanggung jawab sosial. Apabila ilmuan terus menerus membangun eorinya dan melepaskan diri dengan sosialnya, akan membuat jarak antara ilmu dan masyarakat. Oleh karena itu, ilmuan harus lebih sering melakukan komunikasi dengan masyarakat, bisa dalam bentuk diskusi-diskusi bebas atau bersama-sama membangun wacana.
Untuk membahas ruang lingkup yang menjadi tanggung jawab seorang ilmuan, maka hal ini dapat dikembalikan pada hakikat ilmu itu sendiri. Sering dikatakan bahwa ilmu itu terbebas dari sistem nilai, sebagai contoh saklar lampu, lampu akan tetap menyala jika saklar ditekan dengan maksud untuk menyalakan lampu. Hal ini tidak dipengaruhi oleh nilai dari orang yang menekan saklar tersebut, apakah orang tersebut menganut agama Islam, Kristen, atau agama yang lainnya. Ilmu itu netral, yang menjadikannya bernilai adalah para ilmuan itu sendiri. Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwaapakah ilmu tersebut terikat atau bebas dari nilai-nilai tertentu semua itu tergantung pada langkah-langkah ilmuan yang bersangkutan, bukan pada proses keilmuan secara keseluruhan. Sebagaimana seorang tokoh sosiologi, Weber menyatakan “bahwa ilmu sosial harus bebas dari nilai”, tetapi ia juga menyatakan bahwa “ilmu-ilmu sosial harus menjadi nilai yang memiliki hubungan”.
Akan tetapi Weber juga tidak yakin, karena ketika para ilmuan sosial melakukan aktivitasnya, mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Pada dasarnya nilai-nilai itu harus terlibat dalam bagian-bagian praktis ilmu sosial, jika ilmu itu mengandung tujuan atau bersifat rasional. Tanpa adanya keinginan untuk melayani segelintir orang, budaya, moral, atau politik yang mengatasi  hal-hal lainnya.
Pada akhirnya seorang ilmuan harus memiliki tanggung jawab moral dalam mengembangkan teori-teori yang dibangunnya. Artinya, ilmu tidak hanya menjadikan alam maupun manusia sebagai objek belaka, lebih dari itu melibatkan manusia dan alam secara langsung dengan menjaga harkat dan matabat alam dan manusia itu sendiri.
Dengan demikian, aktivitas dan sikap ilmiah merupakan kegiatan ilmiah yang dilakukan seorang ilmuan karena tujuan tertentu, yang didasarkan atas metode-metode ilmiah bukan berdasar atas asumsi-asumsi. Dan usaha-usaha ilmiah yang ditempuh oleh seorang ilmuan dalam kaitannya dengan ilmu filsafat, dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis, dimana kedua hal ini tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya karena keduanya memiliki keterikatan dan saling berhubungan.
Sehingga aktivitas dan sikap ilmiah harus dimiliki oleh setiap ilmuan, karena hal ini diarahkan untuk mencapai tujuan suatu pengetahuan ilmiah secara objektif. Disamping beraktivitas dan bersikap secara ilmiah, seorang ilmuan juga harus memiliki tanggung jawab sosial, sehingga akan membuat jarak antara ilmu dan masyarakat semakin dekat bahkan jarak itu hilang sama sekali dengan cara lebih sering melakukan diskusi-diskusi bebas dan bersama-sama membangun sebuah wacana baru.



Referensi :
Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: penerbit Belukar,2004)

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Putaka Sinar Harapan, 2003)

Moralitas sebagai Dasar Pijakan Manusia

Moralitas sebagai Dasar Pijakan Manusia
Hal mendasar yang tidak dapat dilepaskan begitu saja dalam membicarakan pembenaran moral, adalah persoalan yang berkenaan dengan pertanyaan bagaimana seseorang dapat hidup dengan cara yang baik setiap saat. Mengingat bahwa manusia itu terlahir dalam keadaan “baik”, sehingga menjadi tugasnya untuk selalu mempertahankan kebaikan tersebut terutama dalam hubungan sosialnya. Maka tanggung jawab hakiki dari eksistensinya di dunia adalah bagaimana memfungsikan dirinya sedemikian rupa agar dapat meraih nilai-nilai moral menjadi miliknya yang sejati, sehingga ia pantas disebut sebagai manusia.
Penerimaan sebuah nilai, erat kaitannya dengan upaya-upaya rasional manusia dalam mencari pembuktian-pembuktian yang meyakinkan dirinya akan kebenarannya, sehingga ia menemukan pegangan hidup yang akan menuntun dirinya menjalani kehidupan di dunia. Sehingga dengan cara demikian ia pun dapat hidup dengan cara yang baik dan pantas setiap saat.
Oleh karena itu, pertanyaan spesifik yang diajukan adalah; seperti apa “yang baik” atau “yang tidak baik”, dan “yang pantas” serta “yang tidak pantas” itu?. Pertanyaan-pertanyaan ini berkenaan dengan alasan-alasan dan motif-motif seseorang dalam melakukan tindakan moral. Ketika seseorang melihat tindakan moral dalam konteks produk dari sebuah perilaku, maka dalam hal ini ia melihat pembenaran moral dalam konsekuensi sebuah tindakan. Mereka dalam hal ini melihat bahwa tidak ada suatu yang bernilai “baik” akan melahirkan kejahatan, dan sebaliknya bahwa tidak akan ada suatu yang bernilai “jahat” akan melahirkan kebaikan.
Sebaliknya, bagi mereka yang berkeyakinan bahwa perilaku moral dapat dilihat dari nilai-nilai yang ada pada proses, dengan mengatakan jika suatu tindakan dilalui dengan penuh pertimbangan dan prosedural, maka akan melahirkan produk moral. Sebaliknya, apabila sebuah tindakan tidak melalui proses dan prosedur moral, maka akan terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam berperilaku, sehingga dengan demikian moralitas selalu tampil dalam berbagai sendi, baik dalam proses maupun dalam produk.
Standar moral manusia banyak ditentukan oleh tingkat perkembangan sosialnya, intelegensinya dan ilmu pengetahuan yang berkembang. Moralitas tumbuh dan berkembang dalam kehidupan manusia sebagai pembuka bagi kehidupan yang lebih maju ke arah kehidupan yang membahagiakan dan penuh makna. Oleh karena itu, problem moral bukan sekedar msalah moral itu sendiri, tetapi juga menyangkut persoalan sosial, ekonomi dan juga politik.
Para pemikir moral banyak memberikan jawaban atas pertanyaan di atas, seperti yang tergabung dalam aliran deontologis, objektif dan non-naturalistik dan yang termasuk dalam aliran teleologis, subjektif dan naturalistik yang semuanya memiliki epistemologi yang berbeda dalam memberikan jawaban atas pembenaran nilai-nilai moral.
Paham deontologi umpamanya, memberikan keyakinan bahwa nilai moral selalu didasarkan pada apa yang ada dalam perbuatan itu sendiri, bukan sesuatu yang lain yang berada di luarnya. Orang tidak mau berbohong umpamanya bukan karena sesuatu yang lain di luar perbuatan bohong itu,  tetapi karena memang perbuatan bohong itu sendiri yang tidak baik. Pembenaran nilai moral ini didasari oleh pemahaman bahwa perilaku moral mestilah didasarkan pada dorongan yang kuat dari dalam diri seseorang untuk melakukannya dan atau meninggalkannya.
Perilaku baik di sini selalu mengacu pada perolehan kebahagiaan bagi pelakunya. Karena kebahagiaan yang dimaksudkan dalam teori etika Islam pada umumnya tidak lain adalah moral sa’adah (kebahagiaan yang berdimensi moral) yang lepas dari aspek material, kepentingan dan kecenderungan diri maka perilaku moral itu pun mengarah pada satu tujuan yang sama bagi semua orang.
 Dengan demikian, meskipun manusia berbeda-beda dalam perilaku moral, namun secara esensial tidak akan pernah terjadi pluralisme dalam moral, sebab semuanya bermuara pada satu tujuan, yakni kebahagiaan tertinggi. Jadi, nilai moral memiliki hubungan signifikan dengan hukum natural rasional manusia yang memang mengsyaratkan adanya kesadaran dan kebebasan yang memungkinkan adanya kemandirian jiwa, tentu berimplikasi pada perbedaan-perbedaan. Namun para ahli dalam hal ini tidak sepakat bahwa kondisi ini akan berkonsekuensi akan adanya pluralitas dalam esensi moral.

Referensi :
 Bernard Williams, Ethics And The Limits Of Philosopphy, (Cambridge: Harvard University Press, 1985)
Amril M., Etika Islam; Telaah Pemikiran Filsafat Raghib al-Isfahani,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2002)


Filsafat di Dunia Islam

Filsafat di Dunia Islam
Berkembangnya filsafat di pesisir samudra Mediterania bagian Timur pada abad 6 M, ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menjawab persoalan seputar alam, manusia dan Tuhan. Dari Mediterania bergerak menuju Athena, yang menjadi tanah air filsafat. Ketika Iskandariah didirikan oleh Iskandar Agung, filsafat mulai merambah dunia timur, dan berpuncak pada 529 M.
Ketika filsafat bersentuhan dengan Islam, yang terjadi adalah filsafat terinspirasi oleh pokok-pokok yang bermuara pada sumber-sumber hukum isalam. Filsafat islam merupakan filsafat yang seluruh filsufnya adlah muslim. Para filsuf hidup dan bernafas dalam realita Al-Quran dan As-sunnah. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan Filsafat lainnya. Pertama,meski semua filsuf muslim menggali kembali karya-karya filsafat Yunani, namun kemudian mereka menyesuaikannya dengan ajaran islam. Kedua, Islam adalah agama Tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih “mencari Tuhan”, dalam filsafat Islam justru Tuhan “sudah ditemukan”.
Filsafat Islam muncul bersamaan dengan filsuf pertama, yaitu Al-Kindi, pada pertengahan abad 9 M. Setelah berlangsung gerakan penterjemah buku Ilmu dan Filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab lebih dari setengah abad di Baghdad. Para filsuf tertarik dengan filsafat islam karena berfilsafat merupakan tuntutan agama dalam rangka mencari kebenaran dan mengamalkan kebenaran itu. Yang mereka gunakan sebagai saringan (filter) adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Filsafat islam membicarakan masalah besar filsafat, seperti teori mengenal kebahagiaan dan keutamaan, hubungan manusia dan Tuhan dan sebaliknya. Selain itu, filsafat islam juga mencakup kedokteran, hukum dan ekonomi. Juga memasuki ilmu-ilmu keislaman, seperti ilmu fikih. Filsafat islam mencapai puncaknya di zaman Al-Farabi dan Ibnu Sina. Setelah ada pertentangan di antara para ulama mengenai kefilsafatan Ibnu Rusyd, perhatian orang terhadap filsafat menjadi berkurang. Dan perhatian itu baru bangkit dan berkembang kembali pada satu abad terakhir ini (abad ke-20).
Filsafat islam tumbuh dijantung Islam, tokoh-tokohnya dididik dengan ajaran islam dan hidup dalam suasana islam. Filsafat islam merupakan perpanjangan dari pembahasan-pembahasan keagamaan dan teologi yang ada sebelumnya. Topik-topik filsafat islam itu bersifat religius, seperti meng-Esakan Tuhan. Karena ia adalah pencipta, maka ia, maka mencipta dan bukan sesuatu yang diciptakan, ia mengatur dan menatanya. Tuhan menciptakan semata-mata karena anugerah-Nya dan juga perhatian-Nya. Dengan cara religius dan bernuansa spiritual, filsafat islam dapat mendekati filsafat skolastik, bahkan sejalan dengan filsafat kontemporer.
Meskipun bersifat religius-spiritual, tetapi filsafat islam juga bertumpu pada akal dalam menafsirkan problematika ketuhanan, manusia dan alam. Akal manusia merupakan salah satu potensi jiwa, Ibnu Sina membagi akal menjadi dua macam. Pertama, akal praktis yang bertugas mengendalikan badan dan mengatur tingkah laku. Sedangkan yang kedua, adalah akal teoritis khusus bekenaan dengan persepsi dan epistemilogi. Karena akal praktis inilah yang menerima persepsi-persepsi inderawi serta meringkas pengertian universal dengan bantuan akal aktif.
Dengan akal, kita dapat menganalisa dan membuktikan. Dengan akal, kita dapat menyingkap relita-realita ilmiah. Karena akal merupakan salah satu pintu pengetahuan. Para filsuf islam sejalan dengan Mu’tazilah yang mendahului mereka dalam mengagungkan akal dan tunduk kepada hukumnya. Mereka bertumpu pada akal dalam banyak hal.



Referensi :

Hsyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999)

Hakikat Fakta dan Kebenaran

Hakikat Fakta dan Kebenaran
Hakikat adalah realitas (real), artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya dari sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu dan bukan keadaan yang berubah.
Misalnya, kepercayaan seorang muslim pada al-Quran dalam menjawab masalah-masalah asasi tentang hakikat Tuhan, hakikat alam semesta, dan hakikat manusia. Kepercayaan tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa al-Quran adalah sumber kebenaran. Keterangan bahwa al-Quran sebagai sumber kebenaran dijelaskan sendiri dalam beberapa ayatnya, antara lain seperti di dalam QS An-Nissa (4):105.
Kebenaran yang terdapat dalam Al-Quran terjamin dari kesalahan dan kekeliruan, kebenarannya bersifat mutlak. Sebagaimana dalam QS. Fussilat (41): 41-42. Didalam buku filsafat islam dinyatakan bahwa kebenaran Tuhan dalam Al-Quran semua seginya terpelihara, tak seorangpun yang dapat menyerangnya atau mengkritik baik dari depan maupun dari samping, baik secara terbuka atau tersembunyi. Atau dengan cara apapun.
Dengan keyakinan bahwa Al-Quran sebagai sumber kebenaran bersifat mutlak, menjamin bagi setiap muslin dari kemungkinan salah dan keliru di dalam memecahkan  segala problema kehidupan, bila ia konsisten terhadapnya maka Al-Quran mempunyai otoritas yang begitu tinggi di kalangan kaum muuslim.
Al-Quran sebagai landasan pemikran para filsuf islam cara mengungkapkannya sesuai engan kenyataan, sebagai contoh adalah bahwa penemuan hakikat yang mutlak diarahkan pengamatan terhadap alam (matahari, bulan, siang dan malam, dll). Kewajiban seseorang atas peristiwa tersebut adalah merenungkan tanda-tandanya dan jangan melewati mereka seolah-olah ia peka dan buta. Karena siapa saja yang tidak melihat tanda-tanda ini dalam kehidupan akan tetaplah buta terhadap kebenaran.
 Thomas Aquinas berusaha menyusun argumen logis untuk membuktikan adanya Tuhan. Ia berhasil menyusun lima argumen tentang adanya Tuhan. Pertama, argumen gerak alam ini selalu bergerak, gerak itu tidak mungkin berasal dari alam itu sendiri. Gerak itu menunjukan adanya penggerak. Tuhan adalah penggerak pertama. Kedua, argumen kausalitas tidak ada sesuatu yang mempunyai penyebab pada dirinya sendiri sebab itu harus diluar dirinya sendiri. Penyebab pertama adalah Tuhan yang tidak memerlukan penyebab lain. Ketiga, argumen kemungkinan. Adanya alam ini bersifat mungkin ada dan mungkin tidak ada, alam ini dimulai tidak ada, lalu muncul atau ada kemudian berkembang. Keempat, argumen tingkatan. Isi alam ini ternyata bertingkat-tingkat ada yang dihormati, lebih dihormati, terhormat. Ada indah, lebih indah, sangat indah. Api yang mempunyai panas yang tinggi menjadi penyebab panas yang rendah di bawahnya. Kelima, argumen teologis. Ini adalah argumen tujuan. Alam ini bergerak menuju sesuatu padahal mereka tidak tahu tujuan itu. Ada sesuatu yang mengatur alam menuju tujuan alam. Itu adalah Tuhan.
Masalah teologis adalah pembuktian adanya Tuhan melalui ciptaanya. Misalnya dikatakan tidak mungkin sesuatu itu ada tanpa ada yang mengadakan, seperti tidak ada sebuah meja kecuali tukang yang membuatnya, dengan demikian adanya alam menunjukkan adanya sang pencipta karena alam tidak mungkin ada tanpa ada yang menciptakan.
Fakta yang menunjukkan suka atau tidak suka kita harus menerima kenyataan bahwa kita sebagai manusia biasa,  oleh karena itu, banyak fakta-fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui Al-Quran ataupun lainnya, baik berkaitan dengan teologi, agama, alam beserta isinya, maupun manusia dan lain-lain.
Adapun fakta adalah kenyataan konkret yang dapat ditangkap panca indera dan dapat diketahui kebenarannya. Sedangkan kebenaran menurut Bertrand Russel adalah suatu sifat dari kepercayaan yang diturunkan dari kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut. Kebenaran merupakan suatu hubungan tertentu antara suatu kepercayaan dengan suatu fakta diluar kepercayaan. Hakikat fakta dan kebenaran, dalam menjawab masalah-masalah asasi tentang hakikat Tuhan, hakikat alam semesta, dan hakikat manusia, didasarkan pada keyakinan bahwa Al-Quran adalah sumber kebenaran. Kebenaran dalam Al-Quran terjamin dari kesalahan dan kekeliruan kebenarannya bersifat murni dan mutlak.   


Filsafat dalam Mencari Kebenaran

Filsafat dalam Mencari Kebenaran
Mengapa kita harus mempelajari filsafat, apakah untuk manambah wawasan kita akan segala fenomena yang ada,
Lalu untuk apa kita mempelajari filsafat ??
Jika kita meragukan suatu hal yang tidak didukung oleh bukti-bukti sampai ada bukti-bukti yang dapat meyakinkan akan kebenaran yang kita ingin kita ketahui. Kita harus menjadi seseorang yang ingin mengetahui segala sesuatu atau bahasa saat ini disebut dengan KEPO. Filsafat memang dimulai dari rasa keingintahuan kita akan sesuatu yang ada dan membutuhkan banyak pertanyaan yang bersangkutan hal itu, agar kita dapat mendapatkn kebenaran drai yang kita tanyakan.
Yang membuat suatu pertanyaan itu benar atau salah, yang dapat menjawab dari permasalahan tersebut adalah dengan melihat bagaimana fakta yang ada, sehingga tidak ada keraguan untuk menentukan itu benar atau salah.
Fakta menurut Bertrand Russel adalah sesuatu yang ada. Sebagai contoh jika kita memperlihatkan jadwal kereta api dan menemukan bahwa ada sebuah kereta api menuju ke suatu daerah pada pukul 10 pagi kemudian jika jadwal itu benar, maka terdapat sebuah kereta api yang sungguh-sungguh pergi yang merupakan suatu fakta. Ia menyatakan suatu fakta bila ia benar, dalam hal ini jika sungguh terdapat kereta api. Fakta berebentuk kenyataan (konkret) dan dapat ditangkap panca indra serta dapat diketahui dan dapat pula diakui kebenarannya.
Sedangkan kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan manusia sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan selalu berusaha memeluk suatu kebenaran. Kebenaran menurut Bertrand Russel adalah suatu sifat dari kepercayaan dan diturunkan dari kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut. Kebenaran merupakan suatu hubungan tertentu antara suatu kepercayaan dengan suatu fakta.
Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan dengan fakta-fakta itu sendiri, atau pertimbangan (judgment) dan situasi yang dipertimbangkan itu berusaha melukiskannya. Kebenaran adalah soal hubungan antara pengetahuan dan apa yang menjadi objeknya, yaitu apabila terdapat persesuaian dalam hubungan antara obyek dan pengetahuan kita tentang obyek itu.
Dari berbagai pengertian mengenai fakta dan kebenaran diatas  dapat kita pahami bahwa fakta adalah suatu kenyataan yang dapat ditangkap oleh panca indera maupun yang tidak dapat dilihat secara kasat mata serta diakui kebenarannya. Sedangkan kebenaran adalah sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta, dan bersifat relatif. Artinya apa yang dianggap seseorang benar, belum tentu orang lain menganggap benar.
Rasa ingin tahu dalam belajar filsafat mengarahkan manusia untuk mencari kebenaran dengan berbagai cara atau pendekatan. Konsep kebenaran sendiri mengalami perkembangan sejalan dengan kemajuan cara berfikir manusia.


Kamis, 13 Oktober 2016

Menyelami Untirta Era Lama dan Era Baru

Menyelami Untirta Era Lama dan Era Baru

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa diberi nama dari gelar Kepahlawanan Nasional yakni Sultan Ageng Tirtayasa (Kepres RI Nomor: 045/TK/1970). Ahli waris keempat kesultanan Banten ini gigih menantang penjajahan Belanda. Sultan pun telah berhasil membawa Banten pada jaman keemasan dan kejayaan.
Kebesaran nama tokoh pahlawan nasional tersebut mampu memotivasi unsur pemimpin wilayah, tokoh ulama, dan masyarakat Banten pada saat itu. Seluruh elemen masyarakat Banten pada saat itu ingin bangkit membangun wilayah dari ketertinggalan, terutama di bidang pendidikan tinggi.
Saat itu, tahun 1980, Drs. H. Kartiwa Suriasaputra selaku Residen Banten, pemimpin formal tertinggi wilayah I Banten menganggap perlu adanya perguruan tinggi di Banten. Karena pada saat itu hanya ada perguruan tinggi khusus agama Islam (baca: IAIN = Institut Agama Islam Negeri), sedangkan perguruan tinggi umum hanya Akademi Ilmu Administrasi (AII).
Oleh karena itu Drs. H. Kartiwa Suriasaputra berinisiatif untuk mengadakan pertemuan dengan unsur pemimpin wilayah Banten diantaranya Komandan Korem 064/MY Banten Kolonel Inf. Tjakra Sumarna, Kapowil Banten Kolonel Polisi Atem Sumantri, Kepala Pengadilan Negeri Serang Nanan Gilik S.H, dan para Bupati se-Wilayah I Banten.Tokoh ulama dan masyarakat Banten pun turut hadir dalam pertemuan yang bertempat di Gedung Kerasidenan Banten ini.
Pertemuan diadakan hingga empat kali dan pertemuan terakhir dihadiri Prof. Dr. Bachtiar Riva'i. Dalam pertemuan tersebut dicetuskan oleh Residen Banten untuk mendirikan perguruan tinggi di Banten. Alhasil pernyataan itu direspons luar biasa oleh para undangan yang hadir. Bahkan para tokoh ulama membuat pernyataan tertulis yang berisi dukungan dan desakan agar segera didirikan perguruan tinggi swasta.
Dalam pertemuan itu terjadilah proses pembahasan untuk berdirinya perguruan tinggi yang dimaksud, isi pembahasan itu yakni diperlukan sebuah payung untuk berdirinya perguruan tinggi. Maka diputuskan bersama untuk mendirikan yayasan yang diberi nama Yayasan Pendidikan Tirtayasa (Yapenta), nama tersebut diambil dari Sultan Ageng Tirtayasa. Kemudian perguruan tinggi yang akan didirikan pun diberi nama Universitas Sultan Ageng Tirtayasa disingkat Untirta. Singkatan ini diberikan Prof. Dr. Bachtiar Riva'i.
Untuk pertama kalinya fakultas yang akan didirikan berasal dari saran tokoh masyarakat Banten H. Tubagus Chasan Sochib. Berdasarkan studi pustaka, H. Tubagus Chasan Sochib mengatakan, supaya masyarakat Banten tidak dianggap buta hukum dan menjadi melek hukum, lantas diusulkan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH).
Dari hasil pertemuan tersebut, modal awal terkumpul sebesar Rp. 5.150.000, dana ini berasal dari Pimpinan Gapensi Banten pimpinan H. Tubagus Chasan Sochib Rp. 3.500.000, sumbangan siemens Jerman Barat Rp.1.500.000, serta dari para pendiri lain Rp. 150.000.
Proses selanjutnya para pendiri menghadap ke Notaris Rosita Wibisono S.H, maka dibuatkanlah Akta Notaris Nomor: 1 tanggal 1 Oktober 1980. Dalam perjalanannya diadakan perubahan melalui Akta Notaris Ny. R. Arie Soetardjo, SH. No. 1 tanggal 3 Maret 1986.
Berbekal akta notaris dan surat pernyataan dukungan dan desakan dari para tokoh ulama Banten beserta tekad yang kuat maka Drs. H. Kartiwa Suriasaputra bersama-sama H. Tb. Suwandi, Drs. Panoto, Drs. Nurman Suriadinata, Nasihin S.H, H. Tb. Chasan Sochib, Tb. Saparudin datang menghadap ke Kopertis Wilayah IV Bandung. Pada saat itu diterima Prof. Dr. Didi Atmadilaga untuk memohon izin operasional STIH.
Perjuangan untuk mendapat izin itu cukup alot namun berkat kegigihan para pendiri izin operasional itu diperoleh dan bertepatan dengan Hari Kesaktian Nasional Pancasila 1 Oktober 1981. Maka diresmikanlah berdirinya STIH yang menjadi cikal bakal terbentuknya Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Kemudian pada tahun 1983-1984 dibuka kembali dua sekolah yakni Sekolah Tinggi Teknologi (STT) dan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP).
Ketiga sekolah inilah digabungkan menjadi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa berdasarkan SK Mendikbud No. 0596/0/1984, 28 November 1984. Kemudian statusnya ditingkatkan menjadi fakultas hukum, fakultas teknik, serta fakultas keguruan dan ilmu pendidikan dengan SK Mendikbud No. 0597/0/1984 dengan status 'terdaftar'. Dalam perjalanannya status ini diperbaharui kembali dengan SK Mendikbud No. 0388/0/1986, 22 Mei 1986.
Meningkatnya hasrat masyarakat untuk masuk Untirta, pada tahun akademik 1984-1985 dibuka kembali fakultas pertanian yang disahkan dengan SK Mendikbud No. 0123/0/1989, 8 Maret 1989. Langkah pengembangan berikutnya didirikan fakultas ekonomi pada 1986-1987 yang disahkan dengan SK Mendikbud No. 0331/0/1989, 30 Mei 1989 masing-masing dengan status 'terdaftar'. Sehingga Untirta pada saat itu memiliki lima fakultas.
Berkat kegigihan badan pendiri, dewan penyantun, yayasan dan pemimpin Untirta dalam merespons aspirasi masyarakat yang mendambakan adanya perguruan tinggi negeri di Banten. Maka sesuai Keputusan Presiden R.I Nomor: 130 tahun 1999, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten mulai tahun akademik 2001/2002 menjadi persiapan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten.
Keputusan tersebut dikeluarkan pada 16 September 1999 oleh Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie setelah menerima utusan delegasi tokoh masyarakat dan ulama Banten di Istana Merdeka, Jakarta pada 23 April 1999.
Selanjutnya pada 13 Oktober 1999 keluar Kepres. No. 130 tentang persiapan pendirian Untirta. Sebagai tindak lanjut dari Kepres No. 130 tahun 1999, maka pada Mei 2001, Untirta di tetapkan sebagai perguruan tinggi negeri di wilayah Provinsi Banten oleh Mendiknas Prof. Dr. Yahya Muhaimin dan Mendagri Surjadi Soedirja berdasarkan Kepres Presiden Nomor 32, 19 Maret 2001.
Untirta sebagai perguruan tinggi negeri yang baru terus berupaya melakukan perubahan dan perbaikan dibidang organisasi, akademik, maupun kemahasiswaan dan kerjasama. Perubahan mendasar dibidang organisasi dan tata kerja terlihat dengan ditetapkannya keputusan Mendiknas nomor 023/j43/d.1/sk/iv/2003 dan statuta Universitas Sultan Ageng Tirtayasa nomor 10 tahun 2007.
Demikian pula perubahan dan perbaikan dibidang akademik khususnya pendirian fakultas dan jurusan-jurusan baru, pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, pengembangan dan peningkatan kualitas dosen serta tenaga pendidikan lainnya, pengembangan ICT (Information and Communication Technology) untuk menunjang pendidikan dan pelayanan akademik prima, pengembangan dan peningkatan sarana perpustakaan menuju E-library dan E-jurnal guna penguatan akademik atmosfer di kampus, serta peningkatan kualitas pendidikan melalui sistem jaminan mutu dan evaluasi diri (quality assurance and self evaluation).
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa saat ini telah menyelenggarakan program pendidikan akademik dan program pendidikan vokasi. Program pendidikan akademik terdiri atas program pendidikan sarjana (S1), sebanyak enam fakultas dan satu program pendidikan magister (pascasarjana).
Pertama, yakni fakultas hukum yang memiliki satu jurusan yakni ilmu hukum. Kedua, fakultas keguruan dan ilmu pendidikan yang memiliki tiga jurusan dengan enam prodi, yakni jurusan ilmu pendidikan meliputi prodi pendidikan luar sekolah (PLS) dan pendidikan guru sekolah dasar (PGSD), jurusan pendidikan bahasa meliputi prodi diksastrasia dan bahasa inggris, serta jurusan IPA meliputi prodi matematika dan biologi.
Ketiga, fakultas teknik yang memiliki lima jurusan yakni teknik mesin, teknik elektro, teknik sipil, teknik kimia, teknik industri, dan teknik metalurgi. Keempat, fakultas pertanian yang memiliki tiga jurusan yakni agribisnis, agroteknologi, dan perikanan. Kelimat, fakultas ekonomi yang memiliki tiga jurusan yakni manajemen, akuntansi, dan ekonomi pembangunan.
Keenam, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik yang memiliki dua jurusan yakni ilmu administrasi negara dan ilmu komunikasi. Ketujuh, fakultas pascasarjana yang menyelenggarakan program magister (S2) dengan dua program studi yakni teknologi pendidikan dan pendidikan bahasa indonesia.
Selain program pendidikan akademik, Untirta pun menyelenggarakan program pendidikan vokasi yaitu program diploma III. Fakultas yang menyelenggarakan program tersebut adalah fakultas ekonomi yang terdiri atas prodi Akuntansi, pemasaran, perpajakan, serta keuangan dan perbankan. Sementara fakultas teknik dengan satu prodi yaitu prodi teknik komputer dan multimedia.
Sumber daya manusia yang dimiliki Universitas Sultan Ageng Tirtayasa kondisi Desember 2009 terdiri atas 442 orang Dosen dan dengan jumlah mahasiswa sebanyak 12.320 orang.


Kebangkitan Nasional: Budi Utomo atau Sarekat Dagang Islam?


Kebangkitan Nasional: Budi Utomo atau Sarekat Dagang Islam?


Kebangkitan Nasional: Budi Utomo atau Sarekat Dagang Islam? 20 Mei 2013 15:30:33 Diperbarui: 24 Juni 2015 13:17:55 Dibaca : 2,894 Komentar : 5 Nilai : 2 Jika ditilik dari aspek kesejarahan, momentum lahirnya Budi Utomo yang diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional tidak terlalu pas. Saya malah lebih sreg dan yakin jika Hari Kebangkitan Nasional itu tanggal 16 Oktober 1905 saat Sarekat Dagang Islam didirikan oleh Haji Samanhudi. Ada beberapa alasan mengapa hal itu dikemukakan. Pertama, tahun lahir Budi Utomo berdiri pada 20 Mei 1908, sedangkan Sarekat Dagang Islam mulai beroperasi pada 16 Oktober 1905. Dari sisi siapa yang duluan, tentu Sarekat Dagang Islam yang memulakannya. Tahun berdiri ini penting karena acap menjadi faktor utama untuk menentukan siapa yang lebih dulu berkiprah. Dari kelahiran ini, argumentasi yang dikemukakan kemudian akan bertemu dengan analisis yang lain.
Adakalanya, sebuah organisasi berdiri karena dipengaruhi berdirinya organisasi lain. Bisa karena persaingan, bisa pula karena respons dari yang pertama berdiri. Maka itu, soal tanggal, bulan, dan tahun berdiri ini penting untuk dikemukakan sebelum alasan lain. Kedua, sifat perjuangan Sarekat Dagang Islam memang bergerak di bidang perdagangan, khususnya batik, di kota Solo. Namun, pergerakan dalam jejaring pasar batik ini memiliki dimensi lain sebagai alat perjuangan. Sejarawan di masa Orde Lama memang tak menyetujui jika Sarekat Dagang Islam dianggap sebagai pencetus gerakan politik. Tapi, jangan lupa, penguasaan akan pasar itu lekat dengan politik. Sekarang saja kita lihat, keberhasilan pemimpin politik bisa dilihat dari seberapa mumpuni dia menguasai pasar. Dalam konteks ini, hubungan ekspor-impor, perdagangan nasional, mengatasi inflasi, tabungan pembangunan, sampai dengan pertunbuhan nasional.
Tegasnya, sebuah perubahan politik terjadi disebabkan oleh pengaruh pasar. Jatuhnya Suharto adalah bukti betapa ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah yang tak bisa menanggulangi krisis moneter. Sarekat Dagang Islam juga menjalin kerja sama dengan wirausahawan China atau Tiongkok, Kong Sing. Ini bentuk kerja sama modern agar pemasaran batik menginternasional. Sarekat ternyata mampu menjadi entitas bagi gerakan pembaruan sistem organisasi Islam.
 Soal mengapa ada embel-embel Islam, tentu itu pilihan ideologis Haji Samanhudi. Apalagi di masa itu, kaum pribumi yang mayoritas muslim, tidak mendapatkan tempat di pemerintah kolonial. Kemiskinan juga menjadi problem buat masyarakat muslim Indonesia. Dan Sarekat berikhtiar mengatasi persoalan kemiskinan dengan membangun jejaring bisnis yang kuat dan islami. Lantas, bagaimana dengan Budi Utomo? Mari kita simak. Budi Utomo lahir sebagai kebijakan perimbangan pemerintah kolonial Belanda.
 Organisasi ini berdiri untuk mengimbangi Djamiat Choir yang berdiri pada 17 Juli 1905 atau 13 Jumadil Awal 1323 Hijriah. Djamiat Choir ini basisnya pendidikan dan ditaja oleh para sayid atau bangsawan Arab. Djamiat mendirikan sekolah di Tanah Abang dan Krukut. Waktunya hampir berbarengan dengan kebijakan politik etis. Perkembangan Djamiat dan Sarekat tentu saja membuat pemerintah Belanda gerah.
 Bukan apa-apa, gerakan yang berbasis pada pendidikan dan perdagangan, ujungnya menjadikan kesadaran untuk merdeka menjadi mengemuka. Kalau itu yang terjadi, perlawanan terhadap pemerintah kolonial akan semakin menjadi. Ini juga ditunjang perubahan politik di China dengan Revolusi China oleh Dr. Sun Yat Sen. Revolusi China sendiri terjadi pada 1911. Ini didahului pemberontakan Bokser untuk membebaskan China dari pengaruh Inggris dan Kekaisaran Shinto Jepang.
Pemberontakan ini memang gagal. Tapi sepuluh tahun berikutnya, Revolusi China pecah dan berhasil. Salah satu kuncinya ialah peran muslim China yang diakui sendiri oleh Dr. Sun Yat Sen. Pemerintah Hindia Belanda khawatir, perkembangan Islam di bidang pendidikan dan perdagangan membawa dampak buruk. Maka, dengan kekhasan penjajah, dilancarkan politik pecah belah. Dibikin organisasi tandingan. Dan Budi Utomo dinawaitukan untuk itu. Peran Bupati Serang Banten PAA Achmad Djajadiningrat sangat sentral dalam pembentukan Budi Utomo. Karena Djamiat berasal dari kalangan bangsawan Arab, Budi Utomo juga hendak menyamainya dengan mengusung bangsawan Jawa.
 Dan dari sisi nama, Budi Utomo serupa dengan Djamiat Choir. Djamiat Choir ini bermakna jamaah yang baik. Dan nama Budi Utomo selaras dengan itu. Klop sudah. Yang mencengangkan dan tidak banyak ditulis sejarawan, Dr. Sutomo sebagai pendiri Budi Utomo sosok yang konsekuen dengan ajaran agama Jawa. Ia bahkan tak mendirikan salat. Bahkan kata Dr. Sutomo, daripada naik haji, lebih baik ke Boven Digul.
Argumentasi pendiri Budi Utomo ini terekam dengan baik oleh Haji Mas Mansyur, Ketua Persyarikatan Muhammadiyah. Ia berdialog dengan Dr. Sutomo dan Sutomo mengatakan hal yang demikian. Yang tidak boleh dilupakan, tidak semua orang bisa masuk Budi Utomo. Jika hanya orang biasa, tidak bisa masuk ke Budi Utomo meski ia orang Jawa. Bahkan yang lebih mengejutkan, Budi Utomo menolak pelaksanaan cita-cita Persatuan Indonesia. Ini menjadi wajar kalau kita tilik dari aspek awal berdirinya yang diinisiasi pemerintah kolonial Belanda dan Bupati Serang Banten yang merupakan kepanjangan tangan Belanda. Sarekat Dagang Islam juga mendapat perlakuan yang sama. Jika Budi Utomo untuk mengimbangi Djamiat Choir, pemerintah kolonial membentuk Sarekat Dagang Islamiah di Bogor pada 1909. Tapi, peranan organisasi tandingan ini tidak siginifikan. Kucuran duit dari pemerintah kolonial tak menjamin eksistensinya. Bahkan media yang diterbitkan organisasi tandingan ini tak mampu menyaingi buletin Taman Pewarta yang diterbitkan Sarekat Dagang Islam. Tiga belas tahun buletin ini terbit. Sebuah masa yang panjang untuk ukuran media saat itu. *
 Mungkin sedikit yang paham bagaimana ceritanya sampai 20 Mei dijadikan Hari Kebangkitan Nasional. Kita sebentar ke masa lalu. Ketika itu kabinet Hatta sedang memerintah, 1948-1949. Hatta mendapat serangan balik dari pelaku kudeta 3 Juli 1946, yakni Tan Malaka yang Marxis Murba dan Mohammad Yamin. Hatta mencoba mengadakan peringatakn Hari Kebangkitan Nasional. Hal ini diakibatkan pembelaan Tan Malaka dan Mohammad Yamin diangkat di media cetak dan radio. Hatta menilai, hal itu akan menumbuhkan perpecahan bangsa yang sedang menghadapi perang kemerdekaan.
Hatta kemudian mencari solusi dengan membuat Hari Kebangkitan Nasional. Dipilihlah organisasi yang sudah mati dan dianggap memelopori gerakan kebangkitan pada abad ke-20. Budi Utomo kemudian dipilih. Padahal, masa itu, deretan organisasi yang lebih awal bahkan rekam jejak sejarah perjuangannya masih dirasakan, masih ada. Yang dipilih bukan Sarekat Dagang Islam yang berdiri 16 Oktober 1905, Persyarikatan Muhammadiyah (18 November 1912), Persatuan Islam (12 September 1923), atau Nahdlatul Ulama (31 Januari 1926). Pemerintah kita memang acap menjalankan politik deislamisasi serta ahistoris. Mungkin mereka keberatan jika hari bersejarah diambil dari momentum penting sejarah organisasi Islam. Padahal, ini wajar.
 Dengan mayoritas penduduk muslim, ya masuk akal kalau banyak organisasi Islam bermunculan dan menjadi perekat bangsa. Apalagi organisasi itu rerata bervisi kemerdekaan Indonesia. Agak aneh kalau kemudian peran umat Islam ini dimarginalisasi, seolah tidak dianggap. Padahal, ya biasa dan wajar saja. Terkecuali peran politik Islam ini berada di negara yang mayoritas penduduknya nonmuslim. Kalau begitu kejadiannya, wajar saja kalau perannya kecil. Tapi ini kan di Indonesia.
Apa ruginya kalau kita menempatkan sejarah pada posisinya agar menjadi alat belajar. Contohlah Jerman. Meski punya latar kelam dengan Nazi di Perang Dunia II dan kekejaman terhadap Yahudi, Jerman terbuka saja. Mereka mengakui ada sejarah kelam dalam rekam jejak kenegaraannya. Dan itu tak masalah, bahkan menjadi khazanah tersendiri. Buktinya sekarang, Jerman menjadi negara maju dan sangat modern. Indonesia mestinya juga demikian. Namun, apa pun itu, momentum Hari Kebangkitan Nasional ini bukan sekadar perayaan. Tapi ia mesti mengejawantah dalam alam pikiran dan tindakan yang lebih konkret dan sistematis.
Bagaimana memberantas korupsi, memberantas terorisme, memerangi kemiskinan, dan menyejahterakan penduduknya. Soal latar hari itu diperingati, bolehlah diadakan diskursus yang lebih serius dan mendalam. Sebab, sejarah itu bukan sekadar romantisme masa lalu.











Belajar Dari Sarekat Dagang Islam 1905

SAREKAT Dagang Islam didirikan oleh Haji Samanhudi pada 16 Oktober 1905 di Surakarta. Tujuannya adalah mengumpulkan para pedagang pribumi muslim untuk menandingi para pedagang China yang pada saat itu memiliki hak lebih luas dan status lebih tinggi dibanding pengusaha pribumi. Di sisi lain, Kolonial Belanda yang berkuasa pada saat itu selalu membuat kebijakan-kebijakan yang merugikan pedagang pribumi muslim. Mereka beranggapan bahwa Islam adalah ancaman serius yang harus segera dimusnahkan.
Kondisi yang serba sulit ini tidak membuat para pedagang pribumi muslim menjadi lemah. Sebaliknya, malah menumbuhkan kesadaran bahwa mereka harus mengumpulkan kekuatan demi tegaknya keadilan di bumi pertiwi. Organisasi ini mendapat simpati dari rakyat Indonesia karna sifatnya yang selalu berpihak kepada pribumi. Berbeda dengan organisasi Boedi Oetomo yang didirikan 3 tahun kemudian, organisasi eksklusif yang anggotanya hanya dari kalangan pegawai negeri yang setia terhadap pemerintahan kolonial Belanda dan tujuannya hanya untuk kepentingan golongan yang sempit.
Seperti yang dikatakan oleh KH Firdaus AN, mantan Ketua Majelis Syuro Sarekat Islam “Tidak pernah sekalipun BO membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka. Mereka ini hanya membahas bagaimana memperbaiki taraf hidup orang-orang Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda.”
Dalam perjalanannya Sarekat Dagang Islam berubah nama menjadi Sarekat Islam pada tahun 1912 dan diketuai oleh Haji Omar Said (HOS) Tjokroaminoto. Sejak saat itu lingkup perjuangannya tidak hanya bidang perdagangan saja tapi sudah merambah ke panggung politik, bidang akademik dan yang lainnya.
Ada hal menarik dari fakta-fakta ini yaitu titik balik sejarah bangsa Indonesia dan kebangkitannya ditandai oleh bersatunya para pengusaha pribumi dalam satu ikatan organisasi. Merupakan fenomena yang bisa menjadi inspirasi bagi perjuangan ummat Islam Indonesia saat ini.
Dapat kita saksikan sekarang bahwa perjuangan Islam Indonesia dalam bidang ekonomi masih sangat sedikit. Berbeda dengan perjuangan dalam bidang lain seperti pendidikan, pemurnian aqidah, da’wah parlemen, perbaikan fiqih ibadah dan lainnya yang telah diperjuangkan selama puluhan tahun sehingga menghasilkan pengalaman yang luar biasa dan mumpuni. Perjuangan dalam bidang ekonomi baru sekedar riak-riak kecil yang belum begitu populer muncul ke permukaan. Itupun baru dalam tataran ekonomi makro seperti bermunculannya perbankan syari’ah dan asuransi syari’ah, padahal ekonomi Islam tidak hanya sebatas itu, mulai dari tatanan ekonomi skup terkecil yaitu rumah tangga hingga perekonomian global internasional telah diatur dalam Islam.
Dahulu pun, perjuangan da’wah Rasulullah Saw dibarengi dengan meningkatnya kekuatan ekonomi umat. Bergabungnya para saudagar yang kuat dalam bidang ekonomi seperti ‘Utsman bin ‘Affan, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Abu Bakar, Umar bin Khattab dan yang lainnya menjadikan perjuangan Rasulullah semakin cepat pergerakannya. Hingga Islam dapat masuk ke Nusantara melalui jalur perdagangan pula.
Oleh karena itu, agenda besar kita sekarang adalah menerapkan model perjuangan Sarekat Dagang Islam tahun 1905 ke dalam perjuangan Islam Indonesia saat ini. Dengan cara menyatukan para konglomerat muslim dalam satu ikatan aqidah sebagai basis kekuatan, melestarikan trend kewirausahaan kepada para pemuda muslim sehingga tidak lagi menjadi ‘jongos’ di institusi-institusi yang dikendalikan oleh orang-orang yang jelas-jelas permusuhannya kepada Islam. Dan juga terus menyempurnakan ekonomi Islam makro pada tataran nasional dan menggalakkan ekonomi Islam pada tataran yang paling kecil yaitu rumah tangga. Diharapkan baik pemerintah maupun masyarakat tidak lagi berkiblat pada prinsip kapitalis sekuler dalam menjalankan ekonomi,  akan tetapi roda perekonomian dapat berjalan sesuai dengan asas Islam, yang berprinsip “saling menguntungkan dan mendahulukan kesejahteraan umat dibanding kesejahteraan individu”.
Jika ini sungguh-sungguh terjadi, maka dengan izin Allah kebangkitan nasional jilid 2 akan terulang kembali. Kemerdekaan sejati pun dapat diraih, yaitu terbebasnya negara kita dari dikte Amerika dan sekutunya, yang kuku-kuku busuknya telah menancap di tubuh media, militer, perdagangan dan akademisi liberal. Wallahu a’lam. [azam/islampos]


Minggu, 09 Oktober 2016

Apakah hanya siku-siku, Teorema Pythagoras itu?



Apakah hanya siku-siku, Teorema Pythagoras itu?

Abstrak
Sering kita menemukan kasus dimana terdapat sebuah segitiga siku-siku dengan panjang masing-masing sisi tegaknya a dan b, serta c adalah sisi miring (hipotenusa) segitiga tersebut. Apa dan bagaimana hubungan antara ketiganya ?. Seorang matematikawan Yunani “Phytagoras” menyimpulkan suatu hubungan antara a, b, dan c dimana kuadrat sisi miring suatu segitiga siku sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi tegaknya. Lalu bagaimana dengan sudut yang kurang dari apakah nilai c akan berubah atau tidak. Kasus yang sering kita temui dalam permasalahan matematika yang berkaitan dengan Teorema Phytagoras hanya berlaku untuk segitiga siku-siku saja, tapi tidak pernah menyinggung bagaiman untuk segitiga yang bukan siku-siku misalnya segitiga tumpul atau segitiga lancip, apakah akan berlaku sama teorema phytagoras tersebut. Terkait dengan Teorema Pythagoras harus adanya pembuktian untuk mengetahui kebenaran dari Teorema Pythagoras ini.
A.           Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Dalam matematika kita sering mendengar mengenai apa yang dimaksud dengan Phytagoras. Phytagoras biasanya kita temukan dalam materi Geometri, dimana teorema phytagoras ini digunakan untuk memebantu dalam pegerjaan soal geometri yang berhubungan dalam mecari nilai sebuah bangun datar maupun bangun ruang dimana mengaitkan antara tiga sisi sebuah segitiga siku-siku.
Teorema Phytagoras ini biasanya digunakan untuk sebuah segitiga siku-siku dengan berlakunya “ jumlah kuadrat sisi siku-siku sama dengan kuadrat sisi miringnya”. Phytagoras menyatakan bahwa “ untuk setiap segitiga siku-siku berlaku kuadrat panjang sisi miring (Hipotenusa) sama dengan jumlah kuadrat panjang sisi siku-sikunya. Dari pernyataan diatas didapat bahwa teorema phytagoras untuk sudut yang besarnya  didapat rumus dengan besar kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat dari sisi yang lain. Atau dapat ditulis:




Rumus diatas untuk segitiga siku-siku yang memiliki sudut . Lalu bagaimana dengan sudut yang kurang dari apakah nilai c akan berubah atau tidak. Kasus yang sering kita temui dalam permasalahan matematika yang berkaitan dengan Teorema Phytagoras hanya berlaku untuk segitiga siku-siku saja, tapi tidak pernah menyinggung bagaiman untuk segitiga yang bukan siku-siku misalnya segitiga tumpul atau segitiga lancip, apakah akan berlaku sama teorema phytagoras tersebut. maka dari itu akan kita singgung mengenai Teorema Phytagoras untuk sudut yang bukan  melainkan sudut kurang dari .
2.    Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan kita bahas yaitu:
1.      Menemukan Teorema Pythagoras untuk segitiga siku-siku
2.      Menemukan Teorema Pythagoras untuk segitiga dengan sudut kurang dari
3.    Tujuan
Tujuan dari makalah in yaitu:
1.      Untuk mengetahui bagaimana Teorema Phytagoras untuk segitiga dengan sudut kurang dari
2.      Untuk mengetahui bagaimana Teorema Phytagoras untuk segitiga siku-siku

B.            Pembahasan
1.    Apa itu Teorema Phytagoras
Teorema Phytagoras adalah suatu keterkaitan antara tiga sisi sebuah segitiga siku-siku. Teorema ini dinamakan berdasarkan nama matematikawan Yunani abad ke-6 SM, yaitu oleh Pythagoras.
 Seorang matematikawan Yunani “Phytagoras” menyimpulkan suatu hubungan antara a, b, dan c dimana kuadrat sisi miring suatu segitiga siku sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi tegaknya.  Ahli matematika yang sekaligus seorang musisi berbakat itu mencetuskan sebuah Teorema yang sering kita kenal dengan nama” Teorema Phytagoras”. .
Teorema ini biasanya digunakan dalam materi Geometri yang berkaitan dengan menghitung suatu bangun datar ataupun bangun ruang.


2.    Pembuktian Rumus Teorema Phytagoras
Terkait dengan Teorema Pythagoras harus adanya pembuktian untuk mengetahui kebenaran dari Teorema Pythagoras ini. Banyak sekali cara untuk membuktikan teorema ini, salah satunya dengan cara sebagai berikut:













 











Luas daerah persegi kecil dengan sisi c sama dengan luas persegi besar  dikurangi 4 kali luas daerah segitiga siku-siku. Secara aljabar dapat kita selesaikan menajdi:
 
Telah terbukti bagaimana rumus teorema pythagoras dala segitiga siku-siku, dengan c adalah sisi miring dan b sisi siku-siku segitiga.
Adapun pembuktian lain yaitu:
Perhatikan segitiga ABC  adalah segitiga siku-siku pada C. AC = b, BC = a, AB = c. Garis tinggiCD memotong AB menjadi AD dan BD, sebut AD = x dan BD = y dengan x+y = c.






3.    Pembuktian rumus teorema phytagoras untuk sudut lancip
Selanjutnya muncul sebuah pertanyaan apakah Teorema Phytagoras hanya berlaku untuk segitiga siku-siku ? Mencuatlah sebuah kasus bagaimana cara mencari nilai c (sisi miring  segitiga) pada segitiga bukan siku-siku. Mari kita ambil contoh pada segitiga lancip dimana sudutnya kurang dari .
Perhatikan segitiga berikut, Segitiga  ABC merupakan segitiga lancip dengan garis tinggi CD. AB = c, AD = x, BD = c-x, BC = a, dan AC = b .
Panjang AD = x, maka panjang BD = c-x, dengan AB = c
Perhatikan sagitiga ADC,

Perhatikan segitiga BDC,

Rumus lainnya juga dapat dibuktikan dengan cara seperti diatas, maka kita memperoleh,
Jadi, untuk mencari nilai c pada segitiga lancip tidak berlaku lagi teorema Phytagoras melainkan menggunakan aturan cosinus:

C.    Penutup
1.      Simpulan
Berdasarkan hasil pembuktian dan perhitungan yang dilakukan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa :
1.      Rumus Teorema Pythagoras pada segitiga siku-siku dapat dibuktikan dengan  banyak cara, salah satunya menggunakan cara menghitung luas persegi yang memuat segitiga siku-siku didalamnya, selain itu juga untuk membuktikan teorema ini dapat menggunakan perbandingan beberapa segitiga siku-siku yang memiliki sisi miring berbeda-beda. Dari kedua cara ini didapat Rumus Teorema Pythagoras pada segitiga siku-siku adalah , dengan c adalah sisi miring dari segitiga tersebu.
2.      Untuk Rumus Teorema Pythagoras pada segitiga lancip yang sudutnya kurang dari  ini dapat dibuktikan dengan menggunakan segitiga sembarang yang memuat sudut siku-siku dan sudut lancip. Dari segitiga sembarang tersebut dapat dibandingkan sudut yang ada dan sisi yang termuatnya. Sehingga dari pembuktian ini didapat Rumus Teorema Pythagoras untuk sudut lancip adalah , dengan c adalah sisi miringnya. maka dapat disimpulkan bahwa besar nilai c (sisi miring) pada segitiga lancip akan lebih kecil dari jumlah kuadrat sisi-sisi yang lainnya.

2.      Saran
Pada setiap pembelajaran matematika disekolah dalam menerapkan penggunaan Teorema Pythagoras yang digunakan untuk membantu memecahkan masalah dari matematika yang terkait, lebih diajarkan mengenai teorema pythagoras yang bukan sudut , sehingga anak akan lebih banyak pengetahuannya bahwa Teorema Pythagoras dapat digunakan untuk menghitung segitiga yang bukan siku-siku.