Tentang Hati
Mengapa Hati Harus Dibersihkan
“Sungguh akan memperoleh kemenangan (beruntunglah) orang-orang yang
membersihkan (hati) nya dan merugilah orang-orang yang mengotorinya” (QS. Asy
Syamsi : 9-10).
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya, dan bagi
mereka siksa yang pedih,...” (QS. Al-Baqarah : 10)
Nabi SAW bersabda :
“Sesungguhnya syaitan mengalir dalam diri manusia melalui urat-urat
darahnya, dan mendirikan markasnya dalam dada manusia”.
Juga sabdanya :
”Sesungguhnya di dalam tubuh anak adam itu terdapat segumpal daging, yang
apabila bersih ia maka akan bersihlah semuanya dan apabila rusak (kotor) ia
maka rusaklah semuanya”, kemudian para sahabat bertanya ”Apakah itu ya Rasulullah?
ketahuilah bahwasanya ia itulah hati”.
Dalam
hadist ini Rasulullah menekankan betapa pentingnya untuk selalu berusaha
membersihkan hati, membersihkan hati bermakna menghapus darinya kecintaan pada
dunia dan hal-hal duniawi serta menghilangkan daripadanya segenap kesedihan,
kedukaan, kekhawatiran, kecemasan, dan takut atas segala sesuatu yang tidak
berguna. Dalam kaitan hati ini para ulama berpandangan bahwasanya semakin
manusia tenggelam dalam berbagi urusan duniawi dan sibuk dengan berbagai hal-hal
materiil maka ia semakin beroleh banyak kesulitan dan akan bertambah pula beban
yang ditanggungnya. Semakin ia memanjakan badannya dengan dan terus-menerus
memperhatikan penampilannya maka keadaan mentalnya akan semakin memburuk,
kemampuan spiritualnya akan semakin memudar, kesucian dan kecemerlangan hatinya
kehilangan semangat, noda dan kegelapan pun semakin bertambah.
Inilah
sebabnya mensucikan hati dari pengaruh duniawi dan menerapkan pola hidup zuhud
menjadi salah satu syarat yang mesti dipenuhi. Menjauhkan diri dari segala
sesuatu selain Allah adalah salah satu jalan/cara untuk menuju Allah.
Pengertian menjauhkan diri dari segala sesuatu selain Allah bukanlah berarti
seseorang itu meninggalkan kehidupan duniawinya, tetapi bagaimana seseorang itu
tidak menaruh duniawi dalam hatinya melainkan dalam tangannya.
Syekh Abdul Qodir Jailani menjelaskan dalam kitab “Al-fath Rabbany” hal.
90:
“Mensucikan hati sehingga tidak ada sesuatu di dalam hati itu melainkan Allah”.
Seseorang yang menaruh dunia dalam hatinya ketika kehilangan hal-hal duniawi akan goncanglah jiwanya dan semakin terpuruklah keadaannya seolah-olah dunia sudah berakhir, tapi seseorang yang menaruhnya dalam genggaman tangannya tatkala kehilangan pun ia akan lebih bisa memahami bahwasannya di alam dunia itu tidak akan kekal dan akan timbul satu sikap optimis bahwa dia akan mampu untuk meraihnya kembali.
Tujuan pembersihan hati adalah untuk melatih jiwa agar dapat masuk dalam dimensi Ketuhanan yang Maha Latif (halus). Indah tidaknya pandangan batin seseorang akan sangat tergantung dari sejauh mana ia mampu membersihkan hatinya. Hati adalah makhluk Allah yang paling jujur dan sebagai tempat untuk dapat berhubungan kepada Allah. Dan Allah tidak melihat perbuatan kita, juga amal kita, tetapi yang pertama-tama dilihat dan diperiksa oleh Allah adalah hati kita, apakah ada ilmunya atau tidak.
Hatilah yang pada hakekatnya ta’at kepada Allah Ta’ala, sedangkan ibadah yang dikerjakan oleh anggota badan itu adalah penjelmaan dari cahaya hati. Sebaliknya hati pulalah yang ingkar dan durhaka kepada Allah Ta’ala, sedangkan kejahatan-kejahatan yang terjadi pada anggota badan itu merupakan pantulan sinar gelap yang ada di dalam hati.
Jadi dengan bersinarnya hati akan muncul kebaikan-kebaikan lahiriah dan dengan gelapnya hati akan muncul pula kejahatan-kejahatan, sebab tiap-tiap bejana (tempat) itu terkena percikan dengan apa-apa yang ada di dalamnya. Hati adalah bagaikan sebuah cermin yang telah diliputi oleh hal-hal yang membekas dan bekas itu secara bersambung akan sampai kepada hati, adapun bekas-bekas yang terpuji akan membuat cermin hati semakin mengkilap cemerlang, bercahaya dan terang-benderang sehingga berkilauanlah kebenaran yang nyata di dalam hati dan terbukalah hakikat segala sesuatu yang dituntut oleh agama.
“Mensucikan hati sehingga tidak ada sesuatu di dalam hati itu melainkan Allah”.
Seseorang yang menaruh dunia dalam hatinya ketika kehilangan hal-hal duniawi akan goncanglah jiwanya dan semakin terpuruklah keadaannya seolah-olah dunia sudah berakhir, tapi seseorang yang menaruhnya dalam genggaman tangannya tatkala kehilangan pun ia akan lebih bisa memahami bahwasannya di alam dunia itu tidak akan kekal dan akan timbul satu sikap optimis bahwa dia akan mampu untuk meraihnya kembali.
Tujuan pembersihan hati adalah untuk melatih jiwa agar dapat masuk dalam dimensi Ketuhanan yang Maha Latif (halus). Indah tidaknya pandangan batin seseorang akan sangat tergantung dari sejauh mana ia mampu membersihkan hatinya. Hati adalah makhluk Allah yang paling jujur dan sebagai tempat untuk dapat berhubungan kepada Allah. Dan Allah tidak melihat perbuatan kita, juga amal kita, tetapi yang pertama-tama dilihat dan diperiksa oleh Allah adalah hati kita, apakah ada ilmunya atau tidak.
Hatilah yang pada hakekatnya ta’at kepada Allah Ta’ala, sedangkan ibadah yang dikerjakan oleh anggota badan itu adalah penjelmaan dari cahaya hati. Sebaliknya hati pulalah yang ingkar dan durhaka kepada Allah Ta’ala, sedangkan kejahatan-kejahatan yang terjadi pada anggota badan itu merupakan pantulan sinar gelap yang ada di dalam hati.
Jadi dengan bersinarnya hati akan muncul kebaikan-kebaikan lahiriah dan dengan gelapnya hati akan muncul pula kejahatan-kejahatan, sebab tiap-tiap bejana (tempat) itu terkena percikan dengan apa-apa yang ada di dalamnya. Hati adalah bagaikan sebuah cermin yang telah diliputi oleh hal-hal yang membekas dan bekas itu secara bersambung akan sampai kepada hati, adapun bekas-bekas yang terpuji akan membuat cermin hati semakin mengkilap cemerlang, bercahaya dan terang-benderang sehingga berkilauanlah kebenaran yang nyata di dalam hati dan terbukalah hakikat segala sesuatu yang dituntut oleh agama.
Kepada hati semacam inilah yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW :
“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba maka Allah akan
menjadikan untuknya penasihat dari hatinya” (HR.Abu Manshur ad-dailami dengan
sanad yang baik).
Sabdanya lagi :
“Barang siapa yang mempunyai penasihat dari hatinya maka Allah akan
memeliharanya”.
Bagaimana kalau hati tidak dibersihkan? Allah mengancam dalam Al-qur’an :
“Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat
itu bertambah kekufuran mereka, dan mereka mati dalam keadaan kufur”. (QS.
At.Taubah : 125)
Dimana Letak Hati?
|
Betapa pentingnya kita membersihkan hati. Ikhlas, iman, dan taqwa adalah efek yang timbul jikalau hati seseorang itu bersih dan sebaliknya iri, dengki, hasad, ria, dsb timbul jikalau hati seseorang itu kotor. Untuk itu hati harus senantiasa dibersihkan sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Walaupun berbagai kalangan telah banyak menyampaikan mengenai soal hati atau Qalbu tetapi pernahkah kita sadari bahwa sebenarnya hanya berputar dalam teori hati, dalam arti kita hanya mempelajari efek dari bersih dan kotornya hati, tetapi tidak pernah kita mengetahui dimana sesungguhnya letak hati itu dan bagaimana cara untuk membersihkannya? Apakah mungkin kita dapat membersihkan sesuatu jikalau kita tidak mengetahui dimana letak sesuatu itu dan bagaimana cara membersihkannya?
Bagaimana Membersihkan Hati
|
Nabi SAW bersabda : “Segala sesuatu ada pembersihnya, dan alat pembersih hati adalah berzikir kepada Allah”.
Perumpamaan iman di dalam hati itu adalah seperti
sayur-sayuran yang tumbuh subur karena air yang bersih sedangkan perumpamaan
nifak di dalam hati itu adalah seperti luka yang menjalar karena nanah. Maka
dimana di antara kedua hal tadi yang menang maka itulah yang akan menguasai
hati seperti sabda Nabi SAW :
”Hati orang mukmin itu
bersih di dalamnya ada lampu yang bersinar dan hati orang kafir itu hitam dan
terbalik ”(HR. Ahmad & Thabrani).
Dan perumpamaan air bagi
sayuran tadi (hati) adalah zikir kepada Allah. Jalan untuk dapat mencapai
kebersihan hati seperti di atas adalah dengan banyak-banyak mengingat Allah
(zikrullah).
“Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allalah hati itu dapat menjadi tenang (bersih)” (QS. Ar-Ra’d : 28).
“Ingatlah Tuhanmu di dalam
hatimu” (QS. Al-A’raf : 204).
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah” (QS.Al-Hadiid : 16).
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah” (QS.Al-Hadiid : 16).
Bahkan mengingat Allah dalam hati (khofi) akan memperoleh
pahala yang lebih besar daripada mengingat Allah dengan lidah, seperti sabda
Rasulullah SAW :
“Zikir yang paling baik
adalah zikir khofi (dalam hati)” (HR.Baihaqi).
Hati dan Akal
|
Di dalam Al-qur’an dijelaskan bahwa hati adalah salah satu alat untuk berfikir (aql), karena aql mengandung arti mengerti, memahami, dan berfikir.
“Maka apakah mereka tidak berjalan dimuka bumi lalu mereka mempunyai qalb
(hati) yang dengan itu mereka dapat memahami atau telinga yang dengan itu
mereka dapat mendengar? karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta tetapi
hati yang ada di dalam dada” (QS.Al-Hajj :46)
“Dan sesungguhnya kami jadikan isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai qalb (hati) tetapi tidak digunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah)” (QS.Al-A’raf:179)
“Dan sesungguhnya kami jadikan isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai qalb (hati) tetapi tidak digunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah)” (QS.Al-A’raf:179)
Menurut Al-Qusyairi perbedaan hati dan akal yaitu akal tidak dapat
memperoleh pengetahuan yang sebenar-benarnya tentang Tuhan.
Sabda Rasulullah SAW : “Janganlah berpikir (menggunakan akal) dalam Dzatullah tetapi berpikirlah kepada ciptaannya”
Sabda Rasulullah SAW : “Janganlah berpikir (menggunakan akal) dalam Dzatullah tetapi berpikirlah kepada ciptaannya”
Disini
Rasul sudah menjelaskan bahwa akal itu mempunyai keterbatasan di dalam mengenal
Tuhan dan ia (akal) tidak akan sampai kepada pengenalan yang sesungguhnya
terhadap Tuhan. Mengenai hal ini secara nyata kita dapat belajar dari i’tibar
Nabi Ibrahim AS yang mencoba mencari dan mengenal Tuhan melalui akal dengan memperhatikan
alam semesta dan benda-benda ciptaan Tuhan. Nabi Ibrahim memperhatikan jagat
raya, matahari, bintang, langit dan seisinya sebagai ciptaan Tuhan. Usaha keras
tersebut ternyata sia-sia karena Ibrahim AS tidak menemukan dimana Tuhan. Oleh
karena itu melalui hatilah dapat diketahui dan dikenal segala hakikat yang ada.
“Tiadalah berdusta apa-apa yang dilihat oleh hati” (QS. An-Najm : 11).
Sabda Rasulullah SAW :
“Andaikata setan-setan itu tidak menutupi lensa batin anak Adam, niscaya
mereka dapat melihat kepada Alam Malakut yang ada di langit” (HR. Ahmad)
Niat di Dalam Hati
|
Suatu ibadah tidak akan sah tanpa niat di dalam hati.
Rasulullah SAW bersabda :
“Setiap amalan itu di mulai
(dinilai) dari niat dan niat itu ada di dalam hati”.
Para imam mujtahid sepakat bahwasanya aktivitas raga tidak
akan diterima tanpa disertai aktivitas hati, sedangkan aktivitas hati tetap
akan dinilai (diterima) meskipun tanpa aktivitas raga. Andaikata tidak demikian
adanya maka iman juga tidak akan diterima karena fardhu iman ialah diucapkan
dengan lidah dan dibenarkan dengan hati.
“Allah mencatat keimanan di
dalam hati mereka”. (QS.Al-Mujadalah : 22)
“Mereka itu adalah orang-orang yang dicoba hatinya oleh Allah untuk takwa” (QS.Al-hujurat:3).
“Mereka itu adalah orang-orang yang dicoba hatinya oleh Allah untuk takwa” (QS.Al-hujurat:3).
Di dalam sebuah hadist
Rasulullah SAW pernah ditanya:
“Ya Rasulullah! siapakah
orang yang terbaik itu? maka beliau menjawab : yaitu orang mukmin yang bersih
hatinya, maka ditanyakan lagi : apakah artinya orang yang bersih hatinya itu
wahai Rasulullah? beliau lalu menjawab : ialah orang yang takwa, bersih tidak
ada kepalsuan padanya, tak ada kedurhakaan, pengkhianatan, dendam dan
kedengkian”. (HR. Ibnu Majah)
Dan Sabdanya lagi :
“Ilmu itu letaknya di dalam dada (hati) bukan
pada tulisan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar