Sabtu, 08 Oktober 2016

Tentang Hati



Tentang Hati

Mengapa Hati Harus Dibersihkan

“Sungguh akan memperoleh kemenangan (beruntunglah) orang-orang yang membersihkan (hati) nya dan merugilah orang-orang yang mengotorinya” (QS. Asy Syamsi : 9-10).
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih,...” (QS. Al-Baqarah : 10)
Nabi SAW bersabda :
“Sesungguhnya syaitan mengalir dalam diri manusia melalui urat-urat darahnya, dan mendirikan markasnya dalam dada manusia”.
Juga sabdanya :
”Sesungguhnya di dalam tubuh anak adam itu terdapat segumpal daging, yang apabila bersih ia maka akan bersihlah semuanya dan apabila rusak (kotor) ia maka rusaklah semuanya”, kemudian para sahabat bertanya ”Apakah itu ya Rasulullah? ketahuilah bahwasanya ia itulah hati”.
          Dalam hadist ini Rasulullah menekankan betapa pentingnya untuk selalu berusaha membersihkan hati, membersihkan hati bermakna menghapus darinya kecintaan pada dunia dan hal-hal duniawi serta menghilangkan daripadanya segenap kesedihan, kedukaan, kekhawatiran, kecemasan, dan takut atas segala sesuatu yang tidak berguna. Dalam kaitan hati ini para ulama berpandangan bahwasanya semakin manusia tenggelam dalam berbagi urusan duniawi dan sibuk dengan berbagai hal-hal materiil maka ia semakin beroleh banyak kesulitan dan akan bertambah pula beban yang ditanggungnya. Semakin ia memanjakan badannya dengan dan terus-menerus memperhatikan penampilannya maka keadaan mentalnya akan semakin memburuk, kemampuan spiritualnya akan semakin memudar, kesucian dan kecemerlangan hatinya kehilangan semangat, noda dan kegelapan pun semakin bertambah.
          Inilah sebabnya mensucikan hati dari pengaruh duniawi dan menerapkan pola hidup zuhud menjadi salah satu syarat yang mesti dipenuhi. Menjauhkan diri dari segala sesuatu selain Allah adalah salah satu jalan/cara untuk menuju Allah. Pengertian menjauhkan diri dari segala sesuatu selain Allah bukanlah berarti seseorang itu meninggalkan kehidupan duniawinya, tetapi bagaimana seseorang itu tidak menaruh duniawi dalam hatinya melainkan dalam tangannya.
Syekh Abdul Qodir Jailani menjelaskan dalam kitab “Al-fath Rabbany” hal. 90:
“Mensucikan hati sehingga tidak ada sesuatu di dalam hati itu melainkan Allah”.
          Seseorang yang menaruh dunia dalam hatinya ketika kehilangan hal-hal duniawi akan goncanglah jiwanya dan semakin terpuruklah keadaannya seolah-olah dunia sudah berakhir, tapi seseorang yang menaruhnya dalam genggaman tangannya tatkala kehilangan pun ia akan lebih bisa memahami bahwasannya di alam dunia itu tidak akan kekal dan akan timbul satu sikap optimis bahwa dia akan mampu untuk meraihnya kembali.

          Tujuan pembersihan hati adalah untuk melatih jiwa agar dapat masuk dalam dimensi Ketuhanan yang Maha Latif (halus). Indah tidaknya pandangan batin seseorang akan sangat tergantung dari sejauh mana ia mampu membersihkan hatinya. Hati adalah makhluk Allah yang paling jujur dan sebagai tempat untuk dapat berhubungan kepada Allah. Dan Allah tidak melihat perbuatan kita, juga amal kita, tetapi yang pertama-tama dilihat dan diperiksa oleh Allah adalah hati kita, apakah ada ilmunya atau tidak.

          Hatilah yang pada hakekatnya ta’at kepada Allah Ta’ala, sedangkan ibadah yang dikerjakan oleh anggota badan itu adalah penjelmaan dari cahaya hati. Sebaliknya hati pulalah yang ingkar dan durhaka kepada Allah Ta’ala, sedangkan kejahatan-kejahatan yang terjadi pada anggota badan itu merupakan pantulan sinar gelap yang ada di dalam hati.

          Jadi dengan bersinarnya hati akan muncul kebaikan-kebaikan lahiriah dan dengan gelapnya hati akan muncul pula kejahatan-kejahatan, sebab tiap-tiap bejana (tempat) itu terkena percikan dengan apa-apa yang ada di dalamnya. Hati adalah bagaikan sebuah cermin yang telah diliputi oleh hal-hal yang membekas dan bekas itu secara bersambung akan sampai kepada hati, adapun bekas-bekas yang terpuji akan membuat cermin hati semakin mengkilap cemerlang, bercahaya dan terang-benderang sehingga berkilauanlah kebenaran yang nyata di dalam hati dan terbukalah hakikat segala sesuatu yang dituntut oleh agama.
Kepada hati semacam inilah yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW :
“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba maka Allah akan menjadikan untuknya penasihat dari hatinya” (HR.Abu Manshur ad-dailami dengan sanad yang baik).
Sabdanya lagi :
“Barang siapa yang mempunyai penasihat dari hatinya maka Allah akan memeliharanya”.
Bagaimana kalau hati tidak dibersihkan? Allah mengancam dalam Al-qur’an : “Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekufuran mereka, dan mereka mati dalam keadaan kufur”. (QS. At.Taubah : 125)
Dimana Letak Hati?

          Betapa pentingnya kita membersihkan hati. Ikhlas, iman, dan taqwa adalah efek yang timbul jikalau hati seseorang itu bersih dan sebaliknya iri, dengki, hasad, ria, dsb timbul jikalau hati seseorang itu kotor. Untuk itu hati harus senantiasa dibersihkan sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Walaupun berbagai kalangan telah banyak menyampaikan mengenai soal hati atau Qalbu tetapi pernahkah kita sadari bahwa sebenarnya hanya berputar dalam teori hati, dalam arti kita hanya mempelajari efek dari bersih dan kotornya hati, tetapi tidak pernah kita mengetahui dimana sesungguhnya letak hati itu dan bagaimana cara untuk membersihkannya? Apakah mungkin kita dapat membersihkan sesuatu jikalau kita tidak mengetahui dimana letak sesuatu itu dan bagaimana cara membersihkannya?
Bagaimana Membersihkan Hati

Nabi SAW bersabda : “Segala sesuatu ada pembersihnya, dan alat pembersih hati adalah berzikir kepada Allah”.
                   Perumpamaan iman di dalam hati itu adalah seperti sayur-sayuran yang tumbuh subur karena air yang bersih sedangkan perumpamaan nifak di dalam hati itu adalah seperti luka yang menjalar karena nanah. Maka dimana di antara kedua hal tadi yang menang maka itulah yang akan menguasai hati seperti sabda Nabi SAW :
         ”Hati orang mukmin itu bersih di dalamnya ada lampu yang bersinar dan hati orang kafir itu hitam dan terbalik ”(HR. Ahmad & Thabrani).
          Dan perumpamaan air bagi sayuran tadi (hati) adalah zikir kepada Allah. Jalan untuk dapat mencapai kebersihan hati seperti di atas adalah dengan banyak-banyak mengingat Allah (zikrullah).
         “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allalah hati itu dapat menjadi tenang (bersih)” (QS. Ar-Ra’d : 28).
           “Ingatlah Tuhanmu di dalam hatimu” (QS. Al-A’raf : 204).

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah” (QS.Al-Hadiid : 16).
                   Bahkan mengingat Allah dalam hati (khofi) akan memperoleh pahala yang lebih besar daripada mengingat Allah dengan lidah, seperti sabda Rasulullah SAW :
         “Zikir yang paling baik adalah zikir khofi (dalam hati)” (HR.Baihaqi).

Hati dan Akal

Di dalam Al-qur’an dijelaskan bahwa hati adalah salah satu alat untuk berfikir (aql), karena aql mengandung arti mengerti, memahami, dan berfikir.
“Maka apakah mereka tidak berjalan dimuka bumi lalu mereka mempunyai qalb (hati) yang dengan itu mereka dapat memahami atau telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta tetapi hati yang ada di dalam dada” (QS.Al-Hajj :46)

“Dan sesungguhnya kami jadikan isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai qalb (hati) tetapi tidak digunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah)” (QS.Al-A’raf:179)
Menurut Al-Qusyairi perbedaan hati dan akal yaitu akal tidak dapat memperoleh pengetahuan yang sebenar-benarnya tentang Tuhan.

Sabda Rasulullah SAW : “Janganlah berpikir (menggunakan akal) dalam Dzatullah tetapi berpikirlah kepada ciptaannya”
          Disini Rasul sudah menjelaskan bahwa akal itu mempunyai keterbatasan di dalam mengenal Tuhan dan ia (akal) tidak akan sampai kepada pengenalan yang sesungguhnya terhadap Tuhan. Mengenai hal ini secara nyata kita dapat belajar dari i’tibar Nabi Ibrahim AS yang mencoba mencari dan mengenal Tuhan melalui akal dengan memperhatikan alam semesta dan benda-benda ciptaan Tuhan. Nabi Ibrahim memperhatikan jagat raya, matahari, bintang, langit dan seisinya sebagai ciptaan Tuhan. Usaha keras tersebut ternyata sia-sia karena Ibrahim AS tidak menemukan dimana Tuhan. Oleh karena itu melalui hatilah dapat diketahui dan dikenal segala hakikat yang ada.
“Tiadalah berdusta apa-apa yang dilihat oleh hati” (QS. An-Najm : 11).
Sabda Rasulullah SAW :               
“Andaikata setan-setan itu tidak menutupi lensa batin anak Adam, niscaya mereka dapat melihat kepada Alam Malakut yang ada di langit” (HR. Ahmad)

Niat di Dalam Hati

Suatu ibadah tidak akan sah tanpa niat di dalam hati.
         Rasulullah SAW bersabda :
        “Setiap amalan itu di mulai (dinilai) dari niat dan niat itu ada di dalam hati”.
                   Para imam mujtahid sepakat bahwasanya aktivitas raga tidak akan diterima tanpa disertai aktivitas hati, sedangkan aktivitas hati tetap akan dinilai (diterima) meskipun tanpa aktivitas raga. Andaikata tidak demikian adanya maka iman juga tidak akan diterima karena fardhu iman ialah diucapkan dengan lidah dan dibenarkan dengan hati.
         “Allah mencatat keimanan di dalam hati mereka”. (QS.Al-Mujadalah : 22)

“Mereka itu adalah orang-orang yang dicoba hatinya oleh Allah untuk takwa” (QS.Al-hujurat:3).
          Di dalam sebuah hadist Rasulullah SAW pernah ditanya:
         “Ya Rasulullah! siapakah orang yang terbaik itu? maka beliau menjawab : yaitu orang mukmin yang bersih hatinya, maka ditanyakan lagi : apakah artinya orang yang bersih hatinya itu wahai Rasulullah? beliau lalu menjawab : ialah orang yang takwa, bersih tidak ada kepalsuan padanya, tak ada kedurhakaan, pengkhianatan, dendam dan kedengkian”. (HR. Ibnu Majah)
         Dan Sabdanya lagi :
         Ilmu itu letaknya di dalam dada (hati) bukan pada tulisan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar