Minggu, 30 Oktober 2016

Filsafat di Dunia Islam

Filsafat di Dunia Islam
Berkembangnya filsafat di pesisir samudra Mediterania bagian Timur pada abad 6 M, ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menjawab persoalan seputar alam, manusia dan Tuhan. Dari Mediterania bergerak menuju Athena, yang menjadi tanah air filsafat. Ketika Iskandariah didirikan oleh Iskandar Agung, filsafat mulai merambah dunia timur, dan berpuncak pada 529 M.
Ketika filsafat bersentuhan dengan Islam, yang terjadi adalah filsafat terinspirasi oleh pokok-pokok yang bermuara pada sumber-sumber hukum isalam. Filsafat islam merupakan filsafat yang seluruh filsufnya adlah muslim. Para filsuf hidup dan bernafas dalam realita Al-Quran dan As-sunnah. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan Filsafat lainnya. Pertama,meski semua filsuf muslim menggali kembali karya-karya filsafat Yunani, namun kemudian mereka menyesuaikannya dengan ajaran islam. Kedua, Islam adalah agama Tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih “mencari Tuhan”, dalam filsafat Islam justru Tuhan “sudah ditemukan”.
Filsafat Islam muncul bersamaan dengan filsuf pertama, yaitu Al-Kindi, pada pertengahan abad 9 M. Setelah berlangsung gerakan penterjemah buku Ilmu dan Filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab lebih dari setengah abad di Baghdad. Para filsuf tertarik dengan filsafat islam karena berfilsafat merupakan tuntutan agama dalam rangka mencari kebenaran dan mengamalkan kebenaran itu. Yang mereka gunakan sebagai saringan (filter) adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Filsafat islam membicarakan masalah besar filsafat, seperti teori mengenal kebahagiaan dan keutamaan, hubungan manusia dan Tuhan dan sebaliknya. Selain itu, filsafat islam juga mencakup kedokteran, hukum dan ekonomi. Juga memasuki ilmu-ilmu keislaman, seperti ilmu fikih. Filsafat islam mencapai puncaknya di zaman Al-Farabi dan Ibnu Sina. Setelah ada pertentangan di antara para ulama mengenai kefilsafatan Ibnu Rusyd, perhatian orang terhadap filsafat menjadi berkurang. Dan perhatian itu baru bangkit dan berkembang kembali pada satu abad terakhir ini (abad ke-20).
Filsafat islam tumbuh dijantung Islam, tokoh-tokohnya dididik dengan ajaran islam dan hidup dalam suasana islam. Filsafat islam merupakan perpanjangan dari pembahasan-pembahasan keagamaan dan teologi yang ada sebelumnya. Topik-topik filsafat islam itu bersifat religius, seperti meng-Esakan Tuhan. Karena ia adalah pencipta, maka ia, maka mencipta dan bukan sesuatu yang diciptakan, ia mengatur dan menatanya. Tuhan menciptakan semata-mata karena anugerah-Nya dan juga perhatian-Nya. Dengan cara religius dan bernuansa spiritual, filsafat islam dapat mendekati filsafat skolastik, bahkan sejalan dengan filsafat kontemporer.
Meskipun bersifat religius-spiritual, tetapi filsafat islam juga bertumpu pada akal dalam menafsirkan problematika ketuhanan, manusia dan alam. Akal manusia merupakan salah satu potensi jiwa, Ibnu Sina membagi akal menjadi dua macam. Pertama, akal praktis yang bertugas mengendalikan badan dan mengatur tingkah laku. Sedangkan yang kedua, adalah akal teoritis khusus bekenaan dengan persepsi dan epistemilogi. Karena akal praktis inilah yang menerima persepsi-persepsi inderawi serta meringkas pengertian universal dengan bantuan akal aktif.
Dengan akal, kita dapat menganalisa dan membuktikan. Dengan akal, kita dapat menyingkap relita-realita ilmiah. Karena akal merupakan salah satu pintu pengetahuan. Para filsuf islam sejalan dengan Mu’tazilah yang mendahului mereka dalam mengagungkan akal dan tunduk kepada hukumnya. Mereka bertumpu pada akal dalam banyak hal.



Referensi :

Hsyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar