Tanggung
Jawab Sosial Ilmuan
Apabila selama ini ilmuan selalu
disibukkan dengan membangun teori, maka hal ini harus diubah, sebagai seorang
ilmuan harus memiliki tanggung jawab sosial. Apabila ilmuan terus menerus
membangun eorinya dan melepaskan diri dengan sosialnya, akan membuat jarak
antara ilmu dan masyarakat. Oleh karena itu, ilmuan harus lebih sering
melakukan komunikasi dengan masyarakat, bisa dalam bentuk diskusi-diskusi bebas
atau bersama-sama membangun wacana.
Untuk membahas ruang lingkup yang
menjadi tanggung jawab seorang ilmuan, maka hal ini dapat dikembalikan pada
hakikat ilmu itu sendiri. Sering dikatakan bahwa ilmu itu terbebas dari sistem
nilai, sebagai contoh saklar lampu, lampu akan tetap menyala jika saklar
ditekan dengan maksud untuk menyalakan lampu. Hal ini tidak dipengaruhi oleh
nilai dari orang yang menekan saklar tersebut, apakah orang tersebut menganut
agama Islam, Kristen, atau agama yang lainnya. Ilmu itu netral, yang
menjadikannya bernilai adalah para ilmuan itu sendiri. Dalam hal ini dapat
diambil kesimpulan bahwaapakah ilmu tersebut terikat atau bebas dari
nilai-nilai tertentu semua itu tergantung pada langkah-langkah ilmuan yang
bersangkutan, bukan pada proses keilmuan secara keseluruhan. Sebagaimana
seorang tokoh sosiologi, Weber menyatakan “bahwa ilmu sosial harus bebas dari
nilai”, tetapi ia juga menyatakan bahwa “ilmu-ilmu sosial harus menjadi nilai
yang memiliki hubungan”.
Akan tetapi Weber juga tidak yakin,
karena ketika para ilmuan sosial melakukan aktivitasnya, mereka tidak
terpengaruh oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Pada dasarnya nilai-nilai
itu harus terlibat dalam bagian-bagian praktis ilmu sosial, jika ilmu itu
mengandung tujuan atau bersifat rasional. Tanpa adanya keinginan untuk melayani
segelintir orang, budaya, moral, atau politik yang mengatasi hal-hal lainnya.
Pada akhirnya seorang ilmuan harus
memiliki tanggung jawab moral dalam mengembangkan teori-teori yang dibangunnya.
Artinya, ilmu tidak hanya menjadikan alam maupun manusia sebagai objek belaka,
lebih dari itu melibatkan manusia dan alam secara langsung dengan menjaga
harkat dan matabat alam dan manusia itu sendiri.
Dengan demikian, aktivitas dan sikap
ilmiah merupakan kegiatan ilmiah yang dilakukan seorang ilmuan karena tujuan
tertentu, yang didasarkan atas metode-metode ilmiah bukan berdasar atas
asumsi-asumsi. Dan usaha-usaha ilmiah yang ditempuh oleh seorang ilmuan dalam
kaitannya dengan ilmu filsafat, dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu filsafat
teoritis dan filsafat praktis, dimana kedua hal ini tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan yang lainnya karena keduanya memiliki keterikatan dan saling
berhubungan.
Sehingga aktivitas dan sikap ilmiah
harus dimiliki oleh setiap ilmuan, karena hal ini diarahkan untuk mencapai
tujuan suatu pengetahuan ilmiah secara objektif. Disamping beraktivitas dan
bersikap secara ilmiah, seorang ilmuan juga harus memiliki tanggung jawab
sosial, sehingga akan membuat jarak antara ilmu dan masyarakat semakin dekat
bahkan jarak itu hilang sama sekali dengan cara lebih sering melakukan
diskusi-diskusi bebas dan bersama-sama membangun sebuah wacana baru.
Referensi :
Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori
Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: penerbit Belukar,2004)
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta:
Putaka Sinar Harapan, 2003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar