Minggu, 30 Oktober 2016

Tanggung Jawab Sosial Ilmuan

Tanggung Jawab Sosial Ilmuan
Apabila selama ini ilmuan selalu disibukkan dengan membangun teori, maka hal ini harus diubah, sebagai seorang ilmuan harus memiliki tanggung jawab sosial. Apabila ilmuan terus menerus membangun eorinya dan melepaskan diri dengan sosialnya, akan membuat jarak antara ilmu dan masyarakat. Oleh karena itu, ilmuan harus lebih sering melakukan komunikasi dengan masyarakat, bisa dalam bentuk diskusi-diskusi bebas atau bersama-sama membangun wacana.
Untuk membahas ruang lingkup yang menjadi tanggung jawab seorang ilmuan, maka hal ini dapat dikembalikan pada hakikat ilmu itu sendiri. Sering dikatakan bahwa ilmu itu terbebas dari sistem nilai, sebagai contoh saklar lampu, lampu akan tetap menyala jika saklar ditekan dengan maksud untuk menyalakan lampu. Hal ini tidak dipengaruhi oleh nilai dari orang yang menekan saklar tersebut, apakah orang tersebut menganut agama Islam, Kristen, atau agama yang lainnya. Ilmu itu netral, yang menjadikannya bernilai adalah para ilmuan itu sendiri. Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwaapakah ilmu tersebut terikat atau bebas dari nilai-nilai tertentu semua itu tergantung pada langkah-langkah ilmuan yang bersangkutan, bukan pada proses keilmuan secara keseluruhan. Sebagaimana seorang tokoh sosiologi, Weber menyatakan “bahwa ilmu sosial harus bebas dari nilai”, tetapi ia juga menyatakan bahwa “ilmu-ilmu sosial harus menjadi nilai yang memiliki hubungan”.
Akan tetapi Weber juga tidak yakin, karena ketika para ilmuan sosial melakukan aktivitasnya, mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Pada dasarnya nilai-nilai itu harus terlibat dalam bagian-bagian praktis ilmu sosial, jika ilmu itu mengandung tujuan atau bersifat rasional. Tanpa adanya keinginan untuk melayani segelintir orang, budaya, moral, atau politik yang mengatasi  hal-hal lainnya.
Pada akhirnya seorang ilmuan harus memiliki tanggung jawab moral dalam mengembangkan teori-teori yang dibangunnya. Artinya, ilmu tidak hanya menjadikan alam maupun manusia sebagai objek belaka, lebih dari itu melibatkan manusia dan alam secara langsung dengan menjaga harkat dan matabat alam dan manusia itu sendiri.
Dengan demikian, aktivitas dan sikap ilmiah merupakan kegiatan ilmiah yang dilakukan seorang ilmuan karena tujuan tertentu, yang didasarkan atas metode-metode ilmiah bukan berdasar atas asumsi-asumsi. Dan usaha-usaha ilmiah yang ditempuh oleh seorang ilmuan dalam kaitannya dengan ilmu filsafat, dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis, dimana kedua hal ini tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya karena keduanya memiliki keterikatan dan saling berhubungan.
Sehingga aktivitas dan sikap ilmiah harus dimiliki oleh setiap ilmuan, karena hal ini diarahkan untuk mencapai tujuan suatu pengetahuan ilmiah secara objektif. Disamping beraktivitas dan bersikap secara ilmiah, seorang ilmuan juga harus memiliki tanggung jawab sosial, sehingga akan membuat jarak antara ilmu dan masyarakat semakin dekat bahkan jarak itu hilang sama sekali dengan cara lebih sering melakukan diskusi-diskusi bebas dan bersama-sama membangun sebuah wacana baru.



Referensi :
Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: penerbit Belukar,2004)

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Putaka Sinar Harapan, 2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar