Sabtu, 26 November 2016

Bagaimana Cara Meneladani Akhlak Rasulullah saw dalam Konteks kekinian?

Bagaimana Cara Meneladani Akhlak Rasulullah saw dalam Konteks kekinian?
Bangsa ini tidak hanya ditimpa krisis ekonomi yang berkepanjangan, tapi juga ditimpa krisis akhlak. Merajalelanya kemaksiatan dan tingginya tingkat kriminalitas adalah bukti bahwa bangsa ini mengidap dekadensi moral yang akut. Parahnya, gejala ini tidak menimpa masyarakat kalangan bawah, tapi juga menimpa para pemimpin bangsa dan tokoh agama. Tingginya tingkat korupsi dan kolusi, yang tidak hanya dilakukan oleh para birokrat tapi juga para tokoh agama, membuat masyarakat kehilangan panutan sehingga lahiriah krisi keteladanan. Karena itu, bangsa ini yang berpenduduk mayoritas muslim perlu bercermin kepada akhlak rasulullah saw agar bangsa ini sehat dan masyarakat menjadi makmur dan sejahtera.
Indahnya akhlak rasulullah dikenang hingga kini diseluruh jagad oleh miliaran manusia, bukan saja karena ajaran keagamaan yang diembannya, melainkan terutama karena kemuliaan akhlak yang dimilikinya. Ketika kaum musyrikin itu melemparinya dengan kotoran unta, rasulullah sam membalasnya dengan doa untuk kebaikan mereka, dalam hadist Riwayat Aisyah RA disebutkan, akhlak rasulullah saw adalah Al-Quran
Jadi apa yang dipraktikan rasulullah saw sehari-hari merupakan ajaran-ajaran Al-Quran itu sendiri dan mencirikan makna sejati Islam yang cinta damai. Keluruhan akhlak dan budi pekerti rasulullah saw tidak hanya diakui oleh orang sezaman dengannya, sampai saat inipun banyak yang memuji keluruhan akhlak beliau, termasuk orang-orang non muslim. Bahkan Allah SWT menyebut beliau sebagai teladan yang baik (QS. Al- Ahzab 33:21) itulah yang menjadikan Nabi Muhammad saw sebagai manusia paripurna (al-insan al-kamil).
Beliau meninggalkan tiga hal yaitu riya, boros dan sesuatu yang tidak berguna. Rasulullah saw juga tidak pernah mencaci seseorang dan menegur karena kesalahannya, tidak mencari kesalahan orang lain, tidak berbicara kecuali yang bermanfaat dan berpahala. Kalau beliau berbicara, maka yang lain diam menunduk seperti ada burung diatas kepalanya, tidak pernah disela atau dipotong pembicaraannya, membiarkan orang menyelesaikan pembicaraannya, tertawa bersama mereka yang tertawa, heran bersama orang yang heran, rajin dan sabar menghadapi orang asing yang tidak sopan, segera member apa-apa yang diperlukan orang yang tertimpa kekusahan, tidak menerima pujian kecuali dari yang pernah lembut dan sopan, tapi kita menampilkan wajah yang garang nan sangar. Rasulullah sa adalah orang yang pemaaf, tapi kita malah menjadi umat yang sering marah-marah. Bukankan ini bertentangan secara diametral dengan akhlak rasulullah saw !! Para pemimpin umat dan para ulama pun didapati gejala serupa. Para pemimpin sibuk mempertahankan kekuasaan dengan berbagai cara dari pada memikirkan kepentingan umat. Bersilat lidah dan bermain-main dengan kebohongan bukanlah hal yang baru bagi mereka. sementara para ulama yang kritis atas perilaku pemimpin umat bisa dihitung dengan jari. Banyak dari mereka malah ikut menceburkan diri dalam euphoria politik praktis. Menjadi “kutu loncat” dari satu partai ke partai lain atau membentuk partai baru bila ambisinya tidak terakomodir adalah hal yang biasa. Bukankan semua ini menunjukan bahwa cinta umat islam kepada rasulullah saw baru sebatas ucapan bibir belaka. Menurut imam Al- Ghazali, akhlak bisa diubah dan diperbaiki karena jiwa manusia diciptakan sempurna atau lebih tepatnya dalam proses menjadi sempurna.
Oleh sebab itu ia selalu terbuka dan mampu menerima usaha pembaruan serta perbaikan. Ibnu Maskawaih, dalam buku Tahdzub al– Akhlaq mengusulkan metode perbaikan akhlak melalui 5 cara :
1.    Mencari teman yang baik, Banyak orang terlibat tindak kejahatan karena faktor pertemanan.
2.    Olah pikir, Kegiatan ini perlu untuk kesehatan jiwa, sama dengan olahraga untuk kesehatan tubuh.
3.    Menjaga kesucian, kehormatan diri dengan tidak mengikuti dorongan nafsu
4.    Menjaga konsistensi antara rencana baik dan tindakan
5.    Meningkatkan kualitas diri dengan mempelajari kelemahan-kelemahan diri.





Membuat Belajar Matematika Menjadi Bergairah

Hasil Penelitian The Third International Mathematic and Science Study Repeat (TIMSS-R) pada tahun 1999 menyebutkan bahwa di antara 38 negara, prestasi siswa SMP Indonesia berada pada urutan 34 untuk matematika. Sementara hasil nilai matematika pada ujian Nasional, pada semua tingkat dan jenjang pendidikan selalu terpaku pada angka yang rendah. Keadaan ini sangat ironis dengan kedudukan dan peran matematika untuk pengembangan ilmu dan pengetahuan, mengingat matematika merupakan induk ilmu pengetahuan dan ternyata matematika hingga saat ini belum menjadi pelajaran yang difavoritkan.
Rasa takut terhadap pelajaran matematika (fobia matematika) sering kali menghinggapi perasaan para siswa dari tingkat SD sampai dengan SMA bahkan hingga perguruan tinggi. Padahal, matematika itu bukan pelajaran yang sulit, dengan kata lain sebagaimana dituturkan oleh ahli matematika ITB Iwan Pranoto, setiap orang bisa bermatematika. Menurut Iwan, masalah fobia matematika kerap dianggap sangat krusial dibandingkan bidang studi lainnya karena sejak SD bahkan TK, siswa sudah diajarkan matematika. “Kalau fisika, baru diajarkan di tingkat SMP. Karena itu, fobia fisika menjadi tidak begitu krusial dibandingkan matematika,”. Apalagi Kimia yang baru diajarkan ketika tingkat SMA.
Fobia Matematika
Pernah dalam suatu diskusi ada pertanyaan “unik”. Apa kepanjangan dari Matematika? Dalam benak saya, apa ada kepanjangan Matematika, selama ini yang diketahui kebanyakan orang, Matematika adalah tidak lebih dari sekedar ilmu dasar sains dan teknologi yang tentunya bukan merupakan singkatan. Setelah berfikir agak lama hampir mengalami kebuntuan dalam berfikir akhirnya Nara Sumber menjelaskan, bahwa Matematika memiliki kepanjangan dalam 2 versi. Pertama, Matematika merupakan kepanjangan dari MAkin TEkun MAkin TIdak KAbur, dan kedua adalah MAkin TEkun MAkin TIdak KAruan. Dua kepanjangan tersebut tentunya sangat berlawanan.
Untuk kepanjangan pertama mungkin banyak kalangan yang mau menerima dan menyatakan setuju. Karena siapa saja yang dalam kesehariannya rajin dan tekun dalam belajar matematika baik itu mengerjakan soal-soal latihan, memahami konsep hingga aplikasinya maka dipastikan mereka akan mampu memahami materi secara tuntas. Karena hal tersebut maka semuanya akan menjadi jelas dan tidak kabur. Berbeda dengan kepanjangan versi kedua, tidak dapat dibayangkan jika kita semakin tekun dan ulet belajar matematika malah menjadi tidak karuan alias amburadul. Mungkin kondisi ini lebih cocok jika diterapkan kepada siswa yang kurang berminat dalam belajar matematika (bagi siswa yang memiliki keunggulan di bidang lain) sehingga dipaksa dengan model apapun kiranya agak sulit untuk dapat memahami materi matematika secara tuntas dan lebih baik mempelajari bidang ilmu lain yang dianggap lebih cocok untuk dirinya dan lebih mudah dalam pemahamannya.
Terkait dengan rasa apriori berlebihan terhadap matematika ditemukan beberapa penyebab fobia matematika di antaranya adalah yang mencakup penekanan belebihan pada penghafalan semata, penekanan pada kecepatan atau berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses belajar-mengajar matematika, dan penekanan berlebihan pada prestasi individu. Oleh sebab itu, untuk mengatasi hal ini, peran guru sangat penting. Karena begitu pentingnya peran guru dalam mengatasi fobia matematika, maka pengajaran matematika pun harus dirubah. Jika sebelumnya, pengajaran matematika terfokus pada hitungan aritmetika saja, maka saat ini, guru-guru harus meningkatkan kemampuan siswa dalam bernalar dengan menggunakan logika matematis.
Sekedar diketahui bahwa matematika bukan hanya sekadar aktivitas penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian karena bermatematika di zaman sekarang harus aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan hidup modern. Karena itu, materi matematika bukan lagi sekadar aritmetika tetapi beragam jenis topik dan persoalan yang akrab dengan kehidupan sehari-hari.
Dari aspek psikologi, menurut psikolog Alva Handayani, peranan orang tua pun dibutuhkan untuk mengatasi fobia matematika. Menurutnya, mengajar matematika bukan sekadar mengenal angka dan menghafalnya namun bagaimana anak memahami makna bermatematika. Orang tua harus memberi kesempatan anak untuk bereksplorasi, observasi dalam keadaan rileks. Para orang tua tidak perlu khawatir dengan kemampuan matematika para putra-putri mereka. Yang terpenting dalam menumbuhkan cinta anak pada matematika adalah terbiasanya anak menemukan konsep matematika melalui permainan dalam suasana santai di rumah dalam rangka mempersiapkan masa depan anak.
“Jika anak sering menemukan orang tua menggunakan konsep matematika, anak akan menangkap informasi tersebut dan akan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti, pengaturan uang saku dan tabungan hingga pengaturan jadwal kereta api atau penerbangan,”
Tetapi, yang penting untuk diketahui dan dijadikan pegangan adalah bahwa matematika itu merupakan ilmu dasar dari pengembangan sains (basic of science) dan sangat berguna dalam kehidupan. Dalam perdagangan kecil-kecilan saja, orang dituntut untuk mengerti aritmetika minimal penjumlahan dan pengurangan. Bagi pegawai/karyawan perusahaan harus mengerti waktu/jam, Bendaharawan suatu perusahaan harus memahami seluk beluk keuangan. Ahli agama, politikus, ekonom, wartawan, petani, ibu rumah tangga, dan semua manusia “sebenarnya” dituntut menyenangi matematika yang kemudian berupaya untuk belajar dan memahaminya, mengingat begitu pentingnya dan banyaknya peran matematika dalam kehidupan manusia.
Fakta menunjukkan, tidak sedikit siswa sekolah yang masih menganggap matematika adalah pelajaran yang bikin “stress”, membuat pikiran bingung, menghabiskan waktu dan cenderung hanya mengotak-atik rumus yang tidak berguna dalam kehidupan. Akibatnya, matematika dipandang sebagai ilmu yang tidak perlu dipelajari dan dapat diabaikan. Selain itu, hal ini juga didukung dengan proses pembelajaran di sekolah yang masih hanya berorientasi pada pengerjaan soal-soal latihan saja. Hampir belum pernah dijumpai proses pembelajaran matematika dikaitkan langsung dengan kehidupan nyata. Menyikapi hal ini, menurut hemat penulis dalam rangka menyelamatkan “nyawa” matematika, maka satu hal yang segera dilakukan adalah bagaimana membuat siswa senang untuk belajar matematika?





Manfaat Matematika Dalam Kehidupan Sehari-hari

Manfaat Matematika Dalam Kehidupan Sehari-hari

Pengertian matematika menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasionalyang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan. Dalam perkembangannya bilangan ini diaplikasikan ke bidang ilmu-ilmu lain sesuai penggunaannya. Menurut James dan James (1976), matematika diartikan sebagai ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Sedangkan menurut Reys dkk. (1984), matematika diartikan sebagai analisis suatu pola dan hubungannya, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Berdasarkan pengertian-pengertian tentang matematika tersebut maka matematika dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari bilangan dan bangun serta konsep-konsep yang berkenaan dengan kebenarannya secara logika menggunakan simbol-simbol yang umum serta aplikasi dalam bidang lainnya. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagaiproses perubahan baik kognitif, afektif, dan kognitif kearah kedewasaan sesuai dengan kebenaran logika. 

Peran serta pendidikan matematika dalam pendidikan secara keseluruhan sangat luas tidak hanya berkaitan tentang hal yang teknis dan ilmiah saja. Buktinya bahwa persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari dapat diuraikan dalam model matematika sehingga penyelesaiannya lebih cepat dan sederhana. Hal ini sesuai dengan tujuan pengajaran matematika di sekolah yang tertuang dalam kurikulum bahwa matematika melatih siswa untuk berpikir kritis, kreatif, inovatif, dan mampu menyelesaikan masalah dengan tepat dan singkat serta dapat dipertanggungjawabkan. 

Menurut H. Winter (1972), siswa seharusnya belajar berargumentasi, mengerti apa yang dibicarakan, memahami lalu dapat mengabstraksikannya sehingga menyeimbangkan penggunaan otak kiri dan otak kanan (otak kiri digunakan untuk menghitung dan otak kanan untuk kreatifitas) untuk mematematisasikan situasi di sekelilingnya. Sehingga guru harus mampu berkomunikasi dengan baik dalam kegiatan pembelajaran agar materi atau konsep yang disampaikan tidak disalahterimakan siswa. Hal ini agar pengajaran matematika tidak membosankan, menarik, dan menyenangkan. 

Ada beberapa karakteristik matematika, antara lain : 

1. Objek yang dipelajari abstrak. 
Sebagian besar yang dipelajari dalam matematika adalah angka atau bilangan yang secara nyata tidak ada atau merupakan hasil pemikiran otak manusia. Menurut Cockroft (1982), matematika sulit dipelajari dan sulit diajarkan karena objek yang dipelajari bersifat abstrak yaitu angka atau bilangan dan memiliki hirarki yang tegas serta banyak manipulasi lambang, sehingga Guru harus dapat mengembangkan kualitas pribadi dan siswanya secara keseluruhan, yaitu : Kebiasaan bekerja dengan baik seperti : imajinatif, kreatif, dan fleksibel, sistematik, independen dalam berpikir dan bertindak, bekerja sama, dan cermat. Serta sikap positif terhadap matematika antara lain : terpesona dengan matematika; berminat dan termotivasi; gembira dan menyukai matematik; menghargai maksud, kekuatan, dan relevansi matematika dalam kehidupan; kepuasan yang tumbuh dari keberhasilan dan keyakinan akan kemampuannya mengerjakan matematika. 

2. Kebenaranya berdasarkan logika. 
Kebenaran dalam matematika adalah kebenaran secara logika bukan empiris. Artinya kebenarannya tidak dapat dibuktikan melalui ekserimen seperti dalam ilmu fisika atau biologi. Contohnya nilai √-2 tidak dapat dibuktikan dengan kalkulator, tetapi secara logika ada jawabannya sehingga bilangan tersebut dinamakan bilangan imajiner (khayal). 

3. Pembelajarannya secara bertingkat dan kontinu. 
Pemberian atau penyajian materi matematika disesuaikan dengan tingkatan pendidikan dan dilakukan secara terus-menerus. Artinya dalam mempelajari matematika harus secara berulang melalui latihan-latihan soal. 

4. Ada keterkaitan antara materi yang satu dengan yang lainnya. 
Materi yang akan dipelajari harus memenuhi atau menguasai materi sebelumnya. Contohnya ketika akan mempelajari tentang volume atau isi suatu bangun ruang maka harus menguasai tentang materi luas dan keliling bidang datar. 

5. Menggunakan bahasa simbol. 
Dalam matematika penyampaian materi menggunakan simbol-simbol yang telah disepakati dan dipahami secara umum. Misalnya penjumlahan menggunakan simbol "+" sehingga tidak terjadi dualisme jawaban. 

6. Diaplikasikan dibidang ilmu lain. 
Matematika dapat digunakan untuk menyeleksi atau menyaring data yang ada. Seperti tes seleksi calon PNS, Polisi, TNI, pelajar, mahasaiswa atau karyawan menggunakan tes tulis dengan materi matematika (biasanya logika dan berhitung) untuk mengetahui kemampuan berpikir cepat dan dapat menyelesaikan masalah. Dalam bidang teknik matematika digunakan seperti teknik informatika atau komputer menggunakan konsep bilangan basis, teknikindustri atau mesin matematika digunakan untuk menentukan ketelitian suatu alat ukur atau perkakas yang digunakan. 

Menurut Andrea J. O'Connor bahwa "Mathematic is used by engineers to solve a very wide range of problem, including design calculations for building, machines, electronic components or chemical plants". Bidang ekonomi menggunakan konsep fungsi untuk memprediksikan produksi maupun penjualan. 


LANGKAH-LANGKAH MENJADI MUSLIM YANG INTELEK

LANGKAH-LANGKAH MENJADI MUSLIM YANG INTELEK
   a. Membangun Strategi
        Strategi merupakan suatu cara yang disusun untuk memuluskan pihak terkait dari batu hambatan pertarungan.  Menyusun strategi tidak hanya berlaku untuk perang ataupun sepak bola, tetapi berlaku dimana saja dalam sebuah pertarungan, tidak terlepas dalam prosesi belajar. Dalam upaya menjadi seorang muslim yang intelek ada beberapa langkah yang harus diperhatikan, langkah utama yang harus ditempuh tidak hanya sebatas melalui disiplin-disiplin akademik dalam arti perkuliahan (co-curiculer). Dalam persoaalan ini, semua pihak terkait haruslah berpikir strategis dan dinamis untuk memadukan kedua unsure penting tersebut dalam membentuk character building yang intelek. Ini berarti bahwa pembinaan seseorang untuk melangkah menjadi intelektual disamping dilakukan dengan kulyah-kulyah resmi harus pula dilakukan diluar jam-jam kulyah, seperti bergabung dengan grup-grup diskusi dan komunitas intelek lainnya.
1.      Membangun Pola Pikir Yang Islami
        Salah satu tolak ukur seorang intlektual adalah terletak pada akalnya, akal sangat berperan dalam membentuk pribadi seseorang yang intelek. Akal adalah gerbang dan dasar pembentuk karakter seseorang pribadi yang islami, Pola pikir islami juga harus dibangun dalam diri seorang muslim. Semua alur berpikir seorang muslim harus mengarah dan bersumber pada satu sumber yaitu kebenaran dari Allah swt.
        Dalam Islam, akal diartikan sebagai daya berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia; daya, yang sebagai digambarkan dalam Al-Qur’an adalah memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Akal dalam pengertian inilah yang dikonstruksi dalam Islam dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
2.      Membangun Kepribadian yang Islami
        Menjadi pribadi yang Islami merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan dalam agama Islam. Hal ini karena Islam itu tidak hanya ajaran normatif yang hanya diyakini dan dipahami tanpa diwujudkan dalam kehidupan nyata, tapi Islam memadukan dua hal antara keyakinan dan aplikasi, antara norma dan perbuatan, antara keimanan dan amal saleh. Oleh sebab itulah ajaran yang diyakini dalam Islam harus tercermin dalam setiap tingkah laku, perbuatan dan sikap insan yang islami.
         b. Membangun Motivasi Keilmuan
Menjadi seorang intelektual bukanlah perkara yang mudah, ia tidak memada dengan menyandan gelar sarjana tapi memerlukan usaha dan pengorbanan yang luar biasa, memiliki semangat keilmuan yang tinggi dan peka terhadap problem-problem sosial. Untuk menggenggam predikat intelektual, seseorang harus mampu menggunakan ilmu dan ketajaman fikirannya untuk mengkaji, menganalis serta merumuskan segala perkara dalam kehidupan masyarakat.
Untuk menjadi seorang intelektual, seseorang harus memilik motivasi keilmuan yang tinggi, karna motivasi merupakan bahan baku dan substansi  yang diperlukan manusia dalam menempuh perjalanan hidupnya. Ia adalah kristalisasi formula-formula visi dan misi, serta orientasi yang terpadu dan terintegrasi secara sempurna, selanjutnya motivasi tersebut akan menjadi muatan inti dari niat seseorang dalam melakukan dan memformat bentuk, jenis, dan dimensi keilmuan.
Dengan dasar motivasi ini, kita harus menjadi yang terbaik karna Islam sebagai konsep dan jalan hidup kita berada pada posisi terluhur dalam segala dimensinya. Dan kita sebagai umat Islam harus mampu berada pada setiap dimensi itu dengan menguasai ilmu pengetahuan sebagai sandaran intelektualitasnya, kepercayaan dan keyakinan sebagi spiritualitasnya dan prilaku sebagai moralitasnya.
Setiap muslim yang mukallaf pasti memiliki potensi akal, nalar, hati nurani dan intuisi, potensi ini apabila digunakan secara efektif, yakinlah bahwa kepribadian yang intelek akan terbantuk, hanya saja tinggal memaksimalkan dalam penguasaan ilmu pengetahuan baik yang teoritis maupun ilmu-ilmu yang bersifat praktis. Untuk dapat menguasai ilmu-ilmu tersebut kita harus terbuka dengan dunia pendidikan baik formal maupun informal, terbuka dengan sejumlah informasi sepanjang kehidupan kita, baik itu informasi aktif  yang memberikan rumusan dan kesimpulan, seperti guru, orang tua maupun teman-teman, dan kita juga harus terbuka dengan informasi pasif yang membutuhkan rumusan dari kita sendiri dengan bantuan informasi aktif. Informasi-informasi semacam ini sangat dibutuhkan dalam menguasai ilmu pengetahuan serta bisa mempengaruhi pemikiran, perasaan dan prilaku kita untuk bergabung dengan kaum intelektual.
         c. Membentuk Unsur-Unsur Kepribadian Yang Intelek dan Islami
    Dalam Islam, Seorang intelektual dikenal tidak hanya aktif dalam berfikir, menguasai ilmu pengetahuan, kritis dalam menanggapi persoalan sosial, akan tetapi seorang intelektual muslim itu juga dihitung dari segi keimanannya dan tingkat amal shalehnya. Maka oleh karna itu, seseorang yang ingin mempersiapkan diri untuk menjadi seorang intelektual harus mampu memperlihatkan sikap kepribadiannya yang yang islami, aktif dan benar-benar komit dengan keislamannya. Setidaknya ada tiga aspek yang mendukung seseorang untuk bisa bergabung dengan kaum intelektual, yaitu komit dengan keimanannya, aktif dalam menggunakan akalnya dan kuat tingkat amal shalehnya.


Aplikasi dan implikasi Tauhid dalam Kehidupan

Aplikasi dan implikasi Tauhid dalam Kehidupan
Pengucapan kalimat Tauhid dengan lisan belaka tidaklah cukup karena ia mempunyai konsekuensi yang harus di tunaikan. Para ulama menegaskan bahwa meng-Esakan Allah adalah dengan meninggalkan perbuatan syirik baik kecil maupun besar. Di antara konsekuensi pengucapan kalimat Tauhid itu adalah mengetahui kandungan maknanya kemudian mengaplikasikaknnya dalam kehidpan sehari-hari. Allh berfirman “ Maka ketauhilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah.” Kalimat Tauhid berarti pengingkaran kepada segala sesuatu yang disembah selain Allah dan menetapkan bahwa yang berhak disembah henyalah Allah semata tidak kepada selain-Nya.
Aplikasi secara sederhana dari kalimat Tauhid adalah keyakinan yang mutlak yang patut kita tanamkan dalam jiwa bahwa Allah Maha Esa dalam hal mencipta dalam penyembahan tanpa ada sesuatu pun yang mencampuri dan tanpa ada sesuatu pun yang sepadan dengan-Nya kemudian menerima dengan ikhlas akan apa-apa yang berasal dari-Nya baik berupa perintah yang mesti dilaksanakan ataupun larangan yang mesti ditinggalkan semua itu akan mudah ketika hati ikhlas mengakui bahwa Allah itu Maha Esa.
Sesungguhnya wajib bagi kita untuk mengenal Allah sebelum kita beribadah dan beramal karena suatu ibadah itu diterima jika Tauhid kita benar dan tidak tercampur dengan kesyirikan, maka tegaknya ibadah dan amalan kita harus didasari terlebih dahulu dengan Tauhid.
Sesungguhnya Allah menegaskan, mendahulukan mengutamakan untuk mengetahui dan berilmu tentang Tauhid dari pada Ibadah; yaitu beristighfar, karena mengenal Tauhid menunjukan Ilmu ‘usul (dasar pokok dan pondasinnya agama), adapun beristighfar menunjukkan ilmu ‘furu (cabang dan aplikasi dari ilmu usul tersebut)


INTELEKTUAL DALAM SUDUT PANDANG ISLAM

INTELEKTUAL DALAM SUDUT PANDANG ISLAM
Islam sebagi agama wahyu mengandung segenap ajaran-ajaran yang bersifat universal dan eternal serta mencakup seluruh aspek kehidupan. Dengan ajaran-ajaran tersebut Islam menuntut umatnya untuk meningkatkan harkat dan martabatnya agar memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Dengan demikian ajaran Islam sarat dengan nilai-nilai intelektual dan spiritualitas. 
 a.      Memahami  Makna Intelektual
Intelektual merupakan sebuah istilah yang disandangkan bagi orang-orang yang cerdas, berakal, berilmu pengetahuan tinggi, taat kepada agama serta kritis dalam menanggapi persoalan-persoalan sosial. Istilah intelektual memiliki makna yang hampir sama  dengan cendekiawan. Cendikiawan dapat diartikan sebagai orang cerdik dan pandai yang memiliki sikap hidup yang terus menerus meningkatkan kemampuan berpikirnya untuk mendapatkan pengetahuan atau memahami sesuatu.
Seorang intelektual adalah seorang yang kreatif, yang selalu berusaha mencari kemungkinan yang baru yang mungkin lebih baik dari hasil yang sudah ada. Dengan demikian, pengertian intelektual merupakan pengertian sikap hidup, bukan hanya sekedar pengetian dalam dunia pendidikan, meski sebenarnya antara dunia pendidikan yang tinggi dan sikap hidup seorang intelektual terdapat korelasi yang tinggi (semakin banyak pengetahuan seseorang, semakin dia merasa bahwa masih banyak hal-hal yang belum ia ketahuai).
 Dengan demikian, Para  intelektual adalah mereka yang terlibat secara kritis dengan nilai, tujuan dan cita-cita, yang mengatasi kebutuhan-kebutuhan praktis, baik yang berhubungan dengan agama maupun yang berhubungan dengan urusan duniawi. Maksudnya, intelektual adalah orang yang menggarap sekaligus mengkabolarasi antara teori dengan operasionalnya berdasarkan gagasan-gagasan normatif. Kaum intelektual adalah mereka yang berusaha membentuk lingkungan dan masyarakatnya dengan gagasan-gagasan analisis dan normative serta mewujudkan  keadilan, kebebasan, dan kemajuan masyarakatnya.
Seoarang Nabipun, disamping sebagai manusia pilihan yang disucikan juga sebagai individu yang merupakan bagian dari kaumnya yang berupaya dan berperan dalam membuka keran-keran ruang kebebasan dan mengupayakan kemajuan. Nabi, disamping sebagai utusan juga merupakan seorang intelektual yang peduli dan berjuang untuk memperbaiki aturan lama dan mempromosikan aturan dan tatanan hidup baru yang lebih relevan dengan konteks zaman, beliau berhasil membuka mata dunia, menyebarkan ide-ide baru yang tauhidi untuk melakukan perubahan demi terwjudnya kesejahtraan. 
               b. Al-Qur’an dan Al-Sunnah Sebagai Sumber dan Pendorong Intelektualitas
Umat islam percaya bahwa Al-qur’an dan al-Sunnah merupakan sumber intelektualitas dan spiritualitas islam. Al-qur’an bukan hanya basis bagi agama dan pengetahuan spiritual, tapi juga bagi semua jenis ilmu pengetahuan. Ia merupakan sumber utama inspirasi pandangan umat islam tentang keterpaduan sains dan pengetahuan spiritual. Gagasan keterpaduan ini merupakan kosekuensi dari gagasan keterpaduan semua jenis pengetahuan yang belakangan ini pada gilirannya diturunkan dari prinsip keesaan Tuhan yang diterapkan  pada wilayah pengetahuan manusia.
Al-Quran yang merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad menyimpan segudang ilmu pengetahua serta lengkap dengan solusi perihal kehidupan duniawi. Ayat  pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah iqra’. Wahyu pertama ini menjelaskan dan menghendaki umatnya untuk membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ yang berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah maupun diri sendiri, baik yang tertulis maupun yang tidak.
Dengan demikian jelas bahwa al-Qur’an (Allah) sangat menjunjung tinggi terhadap aspek ilmu pengetahuan dan intelektualitas. Kenapa intelektualitas? Karna  pengembangan aspek intelektualitas bisa menjadikan umat yang maju, berperadaban dan tauhidi. Ini telah terbukti dalam sejarah kehidupan umat Islam, dimana dengan intelektualitasnya, umat Islam mampu merubah peradaban manusia dari kebobrokan moral dan kegelapan intelektual menuju kepada peradaban tinggi yang sesuai dengan petunjuk Sang Ilahi. Dengan memaksimalkan fungsi akal, sehingga dunia Islam telah berhasil menciptakan para ilmuawan, kaum intelektual dan cendekiawan, sehingga menjadikan Islam sebagai center peradaban dunia.   
Dalam Al-qur’an, banyak terdapat ayat-ayat yang bisa menjadi inspirasi dan motivasi pikiran kita untuk menjadi seorang yang intelek, banyak ayat-ayat yang menekankan agar manusia mau menggunakan akalnya untuk memikirkan kebesaran dan ke-Esaan Tuhannya yang termanivestasi di alam semesta ini. Seperti ayat-ayat yang mengandung seruan, tidakkah kalian memikirkan?, tidakkah kalian berfikir? tidakkah kalian perhatikan? Tidakkah mereka memerhatikan?  Ungkapan itu semua merupakan sebuah perintah penggunaan akal yang bisa dijadikan sebagai motivasi awal untuk menjadi seorang intelektual.
Dalam al-Qur’an, kata yang senada dengan intelektual diistilahkan dengan kata Ulul Albab. Istilah ini khusus dipakai al-Qur’an untuk menyebut sekelompok manusia pilihan semacam intelektual. Ulul al-bab adalah mereka yang hatinya selalu terhubung dengan al-Qur’an dan mereka melihat lebih jauh dari apa yang telah dilakukan oleh para ilmuan biasa, yaitu mereka melihatnya dengan bahasa iman yang khusyu’.
       c. Keharusan Menuntut Ilmu
          Allah telah menciptakan fitrah yang bersih dan mulia dalam diri manusia, lalu melengkapinya dengan bakat dan sarana yang baik yang memungkinkan manusia mengetahui kenyataan-kenyataan besar dialam raya ini melalui ilmu yang dimiliki. Allah menganugrahi akal pada diri manusia, menobatkannya sebagi khalifah dimuka bumi serta mengilhami ilmu untuk dapat menjaga keseimbangan alam.
Dalam pandangan al-Qur’an, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul dari makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahannya.[1][3]
          Islam yang merupakan agama tauhid yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadis  memberikan pandangan koprehensif dan metode terpadu yang tidak memisahkan antara ilmu alam fisika dan alam metafiska, atau antara ilmu yang bersifat parsial dan tujuan ilmu itu sendiri yang bersifat universal. Oleh karena itu, menuntut ilmu menjadi suatu keharusan bagi umat islam agar mampu menjaga keseimbangan dengan sesama makhluk, alam dan Tuhannya.





Dilema Eksistensi Manusia

Dilema Eksistensi Manusia
Kapasitas manusia untuk melakukan idealisasi dan menggapai wawasan yang transendental itu ternyata tidak niscaya membebaskannya dari segala struktur fisik yang membelenggunya. Adalah struktur bio-fisiknya yang terutama menetapkan batas-batas yang tidak bisa diterobosnya. Jalinan-jalinan psiko-sosial memang membuat manusia dapat berkelana dalam spektrum-spektrum mental dan relasi sosial yang bersifat korelatif pada tingakat yang sudah terabstraksi dan bahkan juga bisa maya. Kendati begitu, dia tetap saja tidak bisa beranjak dari  pola eksistensinya yang spatial-temporal. Artinya kemampuan Geist dari manusia yang infinitif tidak akan kunjung membawanya pada jawaban yang definitif bagi dilema eksistensialnya. Dengan teknologi tidak dapat berada di dua tempat pada saat yang sama seperti yang kerap digambarkan dalam cerita-cerita fiksi. Bahkan tidak juga dalam film serial. Manusia abad ke-21 masih jauh dari mengekploitasi akal dan nalarnya secara habis-habisan. Tetapi andaikata juga dia mengekploitasi akal, nalar dan segenap kapasitas manusiawinya, kelihatannya dia juga tidak akan sampai menggapai ujung kebudayaan yang bisa diterobosnya.

Kapasitas transendental manusia membuatnya menjadi makhluk yang potensial penuh harap, ambisi, obsesi, dan fantasi, tetapi pada saat yang sama dia dibelenggu oleh kesadaran akan keterbatasannya yang sekaligus membuatnya mengidap frustasi laten. Menurut Freud, ketidakmanusiaan manusia yang bersumber pada frustasi itu bersumber pada tiga sebab: sifat degeneratif badannya(yang tidak terbendungkan), kekuatan yang dahsyat dari alam, dan hubungan antar manusia yang rawan konflik. Freud malah mengidentifikasi sepotong konstitusi psikis dalam diri manusia yang tidak tertaklukan sebagai biang keladi dalam hubungan antarmanusia yang sarat denagn derita. Walau begitu, manusia tidak pernah disuruh berhenti dan memang juga kelihatannya tidak bisa berhenti dalam upaya merealisasi dirinya (hal ini dibuktikan secara implisit dalam sejarah kebudayaan), tetapi dia juga terus sadar bahwa suka atau tidak suka pada suatu ketika dia pasti berhenti atau terhenti atau diberhentikan sebagai manusia. 

Bagaimana jati diri manusia itu?

Bagaimana jati diri manusia itu?
Kewajiban setiap manusia adalah mengenal Allah dan mengenal siapa dirinya. Setiap mausia didorong untuk melakukan intropeksi akan dirinya dengan menjawab pertanyaan :
1.    Siapakah Aku ?
2.    Darimana Aku?
3.    Dan Mau ke mana seluruh hidup ini didedikasihkan?
Untuk menjawab pertanyaan yang pertama, sebagian manusia akan menjawab dan menyebut namanya. Misalnya, Aku adalah Nita!, dan adapun beberapa dari orang yang menjawab “Aku adalah Manusia!” Jawaban ini dapat menjadi alat untuk menggali pengetahuan dari seseorang lebih mendalam dengan mengajukan pertanyaan: Apa itu Manusia? Apa yang membedakan Manusia dengan Makhluk lainnya?
Kebanyakan dapat menjawab, Manusia bkanlah tanaman yang tumbuh berkembang tanpa gerak dinamis. Manusia juga bukan Hewan yang bergerak tanpa nalar. Dari berbagai sudut pandang yang digunakan kita dapat disimpulkan bahwa manusia adalah roh yang berjalin dengan jasad. Dan ia merupakan entitas berfikir. Tanpa roh, manusia mati!. Mati dipahami secara umum sebagai keluarnya roh dari jasad. Sebaliknya kehidupan terjadi ketika roh “ditiupkan “ Allah ke dalam jasad manusia berada pada fase janin dalam kandungan. Selanjutnya manusia tumbuh berkembang menjadi manusia dewasa dipengaruhi oleh proses biologis (jasad), proses kognitif (akal pikiran) dan proses sosial emosional.
Ayat yang menjelaskan tentang asal usul manusia yaitu surah As-Sajadah ayat 7-9. “Allah memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”.
 Dapat diuraikan manusia terdiri dari unsur jiwa, hati, pikiran, pancaindera, dan tubuh. Kemudian ditutup dengan kalimat yang menyentak hati dan pikiran kita: “ kamu sedikit sekali bersyukur”. Manusia diajak melakukan refleksi.
Dalam tataran praktis, sikap syukur tercermin dalam perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan dirinya secara adil. Memenuhi kenutuhan jiwa, hati, pikiran, dan tubuhnya secara seimbang, tanpa mengurangi atau melebihkan. Dan menjauhkan diri dari hal-hal yang berpotensi merusak dan menghancurkan jiwa, hati, pikiran, dan tubuh itu. Kebanyakan manusia tidak bersyukur, sehingga menjadi sakit, ragu, cemas, dan merugi.
Selanjutnya, Apa kebutuhan kita? Dan apakah kita sudah menyediakannya secara cukup dan seimbang?
Tubuh kita membutuhkan oksigen, nutrisi berupa makanan yang halal dan thoyyib, olahraga, dan istirahat. Sedangkan jiwa kita, ruhani kita, membutuhkan arah, tujuan, dan makna dalam hidup. Kebutuhan roh dan tubuh atau jiwa dan raga itu harus dipenuhi setiap hari secara adil. Apa yang terjadi, jika tubuh kita tidak memperoleh asupan gizi? Sakit! Demikian juga dengan roh kita, apabila roh kita tidak memperoleh nutrisi zikrullah, hati kita akan menjadi cemas, gelisah, dan kehilangan arah. Bukankah Allah sudah menegaskan dalam Q.S Ar-Ro’d ayat 28 “ Ingatlah, hanya dengan berzikir kepada Allah hati menjadi tenang!”
Manusia bukan hanya tubuh dan jiwa. Manusia memiliki akal dan pikiran yang harus diasah melalui pendidikan yang memperdayakan. Kecerdasan akal dikembangkan melalui kegiatan belajar dan mengajar. Oleh karena itu, islam memerintahkan setiap individu untuk membaca, membaca, dan menulis. Membaca Al-Quran, membaca diri dan realitas sosial, serta membaca tanda-tanda yang ada di alam yang terus mengalami perubahan. Akal manusia juga mengalami perkembangan melalui dialog dan tanya jawab. Jika tidak mengerti suatu persoalan, maka diperintahkan untuk bertanya kepada yang mengerti.
Secara filosofis yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah kemampuan berpikir dan mengembangkan ilmu. Inilah yang menjadi alasan diangkatnya nabi Adam sebagai khalifatullah di muka bumi. Allah mengajarkan kepada nabi Adam semua simbol atau nama dari alam raya (QS. Al-Baqarah 2:31). Allah mengajarkan kepada manusia Al-Quran dan bahasa (QS. Ar-Rahman ayat 1-4). Allah mengajarkan ilmu pengetahuan sehingga akal manusia menjadi aktif dan cerdas. Akal cerdas ditandai dengan kemampuan memecahkan masalah secara tepat dengan analisis yang akurat.
Allah mengajarkan ilmu melalui alam yang terbentang luas. Manusia belajar dengan mengamati seluruh ciptaan Allah. Kemudian, manusia melakukan serangkaian percobaan dan menjadi peniru kreatif. Temuan ini dibahas melalui dialog dan diskusi yang produktif dengan berbagai pihak, sehingga terjadi pertukaran informasi, ide dan gagasan. Belajar adalah peniruan terhadap Karya Tuhan yang diajarkan oleh guru atau orang yang ahli. Sehingga peradaban manusia diterangi oleh cahaya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Apakah orang yang cerdas intelektual dijamin sukses?

Tidak! Jawabannya karena karakter orang yang sukses adalah tekun, orang yang tahu diri, pandai mengendalikan diri, dan sanggup menjaga motivasi dan komitmen sehingga pantang menyarah. Di sisi lain, Allah juga mengajarkan bahwa kemakmuran adalah milik orang-orang yang bersyukur, orang yang memiliki empati kepada orang lain, dan selalu membangun persahabatan. Inilah inti dari kecerdasan emosi dan kecerdasan adversitas.

Pengaruh Globalisasi Terhadap Budaya Baca Masyarakat Banten

Pengaruh Globalisasi Terhadap Budaya Baca Masyarakat Banten

Keberadaan Taman Bacaan Masyarakat di Banten salah satunya adalah Rumah Dunia memiliki pengaruh terhadap Globalisasi dan Modernisasinya sendiri yaitu dengan adanya Taman Bacaan Masyarakat dapat meningkatkan budaya baca guna membangun masyarakat Banten yang berpengetahuan, berbudaya, maju dan mandiri serta siap menghadapi globalisasi.
Ditengah-tengah Globalisasi dan Modernisasi saat ini budaya baca masyarakat haruslah lebih meningkat guna memperluas cakrawala hidupnya sehingga dapat mengimbangi globalisasi yang terjadi saat ini. Rumah Dunia yang memang relevan untuk memperdayaan memberantas buta aksara tersebut, dan dari itu rumah dunia sedikit-demi sedikit membangun banten dan mengenalkan banten akan dunia literasinya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah  dengan  mengenalkan Banten akan dunia literasinya dan Rumah Dunia mencoba mengenalkan bahwa orang Banten tidak hanya bisa mengeluarkan golok, ilmu sihir santet, tapi orang Banten bisa lebih berkarya salah satunya dengan menulis dan berkesenian dan dengan mengeluarkan gagasan dengan tulisan dengan budaya literasi, salah satunya Taman Bacaan Masyarakat (Rumah Dunia) mengfasilitasi anak” muda Banten yang ingin bergelut di dunia literasi kesenian sastra dan lain-lain, dapat belajar di rumah dunia ini. Jadi lebih indentik mengenalkan banten dengan literasinya.
Oleh karena itu, Dalam era globalisasi dan modernisasi yang terjadi saat ini, untuk dapat mengimbangi globalisasi yang terjadi harus ada upaya atau tindakan yang kita lakukan. Salah satunya dengan menyiapkan  kualitas sumber daya manusia (SDM)  agar mampu bersaing diera globalisasi ini, dalam upaya meningkatkan kualitas manusianya sendiri dapat dilakukan dengan meningkatkan budaya membaca melalui Taman Bacaan Masyarakat yang ada di Banten sendiri yaitu Rumah Dunia sehingga mampu membawa manusia lepas dari berbagai keterbelengguan.