Minggu, 20 November 2016

Mencapai Hidup Yang Baik

Mencapai Hidup Yang Baik
Atas pernyataan bagaimana manusia mencapai hidup yang  baik, Plato memberikan dua macam ajaran. Pertama, ajaran yang ia warisi dari guru kesayangannya, Sokrates; kedua, ajaran yang ia kaitkan dengan pandangan orisinalnya mengenai hubungan antara jiwa manusia dan ide-ide.
Dalam ajaran pertama, seperti Sokrates, Plato mengajarkan bahwa manusia hendaknya mencapai hidup yang baik atau kebahagiaan. Namun, menurut Plato, hidup yang baik tidak mungkin kecuali dalam polis. Kalau manusia hanya sendiri, mungkin kebahagiaan tidak akan dicapainya. Dengan ini, Plato menolak pendapat kaum Sofis bahwa negara dan hukum dalam hidup bermasyarakat hanyalah berdasarkan kesepakatan, dan bukan kodrat. Bagi Plato, kelak juga bagi muridnya, Aristoteles, manusia kodratnya adalah makhluk sosial atau makhluk yang hidp pada negara (polis).
Agar dapat mencapai hidup yang baik atau bahagia, dituntut juga negara yang baik. Dalam suatu negara yang buruk, para warga negara yang tidak mampu mencapai hidup yang baik. Namun, juga sebaliknya : kalau semua warga negara hidup buruk, bagaimana mungkin suatu negara bisa menjadi negara yang baik. Ada pengaruh timbal balik antara hidup yang baik sebagai individu dan negara yang baik.
Ajaran Plato yang kedua berkaitan dengan pandangannya mengenai hubungan antara jiwa manusa dan ide-ide. Seperti dikatakan sebelumnya, berkat eros, jiwa manusia mempunyai kerinduan untuk kembali ke keadaan asalnya, pulang menuju kerajaan ide-ide. Itu dapat dicapai jika jiwa manusia semakin dikuasai oleh akal budi. Akal budi inilah yang mengatur dan mengarahkan jiwa manusia secara terus menerus pada ide “yang  baik”. Maka, apabila kita ingin mencapai suatu hidup yang  baik, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah membiarkan diri dipimpin oleh rasio serta membebaskan diri dari kekuatan-kekuatan irasional serta kesan-kesan dangkal dan semu mengenai realitas. Hanya dengan demikian, kita akan terarah kepada, dan akhirnya dapat bersatu dengan, ide “yang baik” .
Jadi, kerinduan manusia untuk kembali kepada “yang baik” dan bersatu dengannya akan tercapai bila akal budi mempunyai primat atas semua kekuatan yang menarik orang pada realitas palsu dan sementara. Kita dapat mengatakan hal ini dalam bahasa religius: Keselamatan yang paripurnna, yakni bersatunya jiwa dengan yang baik, Tuhan sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu, akan tercapai apabila kita menanggapi dan menaati bimbingan.
Menurut Plato, akal budi itu tidak hanya mengarahkan manusia kepada “yang baik” (aspek teoritis), ia juga mendorong jiwa untuk melakukan tindakan (aspek praktis) agar dapat di angkat ke duania rohani. Dan ini terjadi dalam pelaksanaan keutamaan-keutamaan yang kita kenal sebagai the cardinal virtues, yakni kebijaksanaan, keteguhan hati, dan sikap. Selain itu, ada keutamaan keempat  yang tugasnya adalah menjamin keseimbangan antara ketiganya, yakni keutamaan keadilan.

Jagi, jika manusia terus menerus mengarahkan diri kepada “yang baik” dan bersikap adil untuk mengupayakan kebijaksanaan sejati, serta bertekad teguh dan mampu menahan diri terhadap jebakan realitas yang bersifat sementara, niscaya ia akan mencapai kebahagiaan kelak.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar