Mencapai Hidup Yang Baik
Atas
pernyataan bagaimana manusia mencapai hidup yang baik, Plato memberikan dua macam ajaran. Pertama, ajaran yang ia warisi dari guru
kesayangannya, Sokrates; kedua,
ajaran yang ia kaitkan dengan pandangan orisinalnya mengenai hubungan antara
jiwa manusia dan ide-ide.
Dalam
ajaran pertama, seperti Sokrates, Plato mengajarkan bahwa manusia hendaknya
mencapai hidup yang baik atau kebahagiaan. Namun, menurut Plato, hidup yang
baik tidak mungkin kecuali dalam polis. Kalau manusia hanya sendiri, mungkin
kebahagiaan tidak akan dicapainya. Dengan ini, Plato menolak pendapat kaum
Sofis bahwa negara dan hukum dalam hidup bermasyarakat hanyalah berdasarkan
kesepakatan, dan bukan kodrat. Bagi Plato, kelak juga bagi muridnya,
Aristoteles, manusia kodratnya adalah makhluk sosial atau makhluk yang hidp
pada negara (polis).
Agar
dapat mencapai hidup yang baik atau bahagia, dituntut juga negara yang baik.
Dalam suatu negara yang buruk, para warga negara yang tidak mampu mencapai
hidup yang baik. Namun, juga sebaliknya : kalau semua warga negara hidup buruk,
bagaimana mungkin suatu negara bisa menjadi negara yang baik. Ada pengaruh
timbal balik antara hidup yang baik sebagai individu dan negara yang baik.
Ajaran
Plato yang kedua berkaitan dengan pandangannya mengenai hubungan antara jiwa
manusa dan ide-ide. Seperti dikatakan sebelumnya, berkat eros, jiwa manusia
mempunyai kerinduan untuk kembali ke keadaan asalnya, pulang menuju kerajaan ide-ide.
Itu dapat dicapai jika jiwa manusia semakin dikuasai oleh akal budi. Akal budi
inilah yang mengatur dan mengarahkan jiwa manusia secara terus menerus pada ide
“yang baik”. Maka, apabila kita ingin
mencapai suatu hidup yang baik, hal
pertama yang perlu kita lakukan adalah membiarkan diri dipimpin oleh rasio
serta membebaskan diri dari kekuatan-kekuatan irasional serta kesan-kesan
dangkal dan semu mengenai realitas. Hanya dengan demikian, kita akan terarah
kepada, dan akhirnya dapat bersatu dengan, ide “yang baik” .
Jadi,
kerinduan manusia untuk kembali kepada “yang baik” dan bersatu dengannya akan
tercapai bila akal budi mempunyai primat atas semua kekuatan yang menarik orang
pada realitas palsu dan sementara. Kita dapat mengatakan hal ini dalam bahasa
religius: Keselamatan yang paripurnna, yakni bersatunya jiwa dengan yang baik,
Tuhan sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu, akan tercapai apabila kita
menanggapi dan menaati bimbingan.
Menurut
Plato, akal budi itu tidak hanya mengarahkan manusia kepada “yang baik” (aspek
teoritis), ia juga mendorong jiwa untuk melakukan tindakan (aspek praktis) agar
dapat di angkat ke duania rohani. Dan ini terjadi dalam pelaksanaan
keutamaan-keutamaan yang kita kenal sebagai the cardinal virtues, yakni
kebijaksanaan, keteguhan hati, dan sikap. Selain itu, ada keutamaan
keempat yang tugasnya adalah menjamin
keseimbangan antara ketiganya, yakni keutamaan keadilan.
Jagi,
jika manusia terus menerus mengarahkan diri kepada “yang baik” dan bersikap
adil untuk mengupayakan kebijaksanaan sejati, serta bertekad teguh dan mampu
menahan diri terhadap jebakan realitas yang bersifat sementara, niscaya ia akan
mencapai kebahagiaan kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar