Dilema Eksistensi
Manusia
Kapasitas
manusia untuk melakukan idealisasi dan menggapai wawasan yang transendental itu
ternyata tidak niscaya membebaskannya dari segala struktur fisik yang
membelenggunya. Adalah struktur bio-fisiknya yang terutama menetapkan
batas-batas yang tidak bisa diterobosnya. Jalinan-jalinan psiko-sosial memang
membuat manusia dapat berkelana dalam spektrum-spektrum mental dan relasi
sosial yang bersifat korelatif pada tingakat yang sudah terabstraksi dan bahkan
juga bisa maya. Kendati begitu, dia tetap saja tidak bisa beranjak dari pola eksistensinya yang spatial-temporal.
Artinya kemampuan Geist dari manusia
yang infinitif tidak akan kunjung membawanya pada jawaban yang definitif bagi
dilema eksistensialnya. Dengan teknologi tidak dapat berada di dua tempat pada
saat yang sama seperti yang kerap digambarkan dalam cerita-cerita fiksi. Bahkan
tidak juga dalam film serial. Manusia abad ke-21 masih jauh dari mengekploitasi
akal dan nalarnya secara habis-habisan. Tetapi andaikata juga dia
mengekploitasi akal, nalar dan segenap kapasitas manusiawinya, kelihatannya dia
juga tidak akan sampai menggapai ujung kebudayaan yang bisa diterobosnya.
Kapasitas
transendental manusia membuatnya menjadi makhluk yang potensial penuh harap,
ambisi, obsesi, dan fantasi, tetapi pada saat yang sama dia dibelenggu oleh
kesadaran akan keterbatasannya yang sekaligus membuatnya mengidap frustasi
laten. Menurut Freud, ketidakmanusiaan manusia yang bersumber pada frustasi itu
bersumber pada tiga sebab: sifat degeneratif badannya(yang tidak terbendungkan),
kekuatan yang dahsyat dari alam, dan hubungan antar manusia yang rawan konflik.
Freud malah mengidentifikasi sepotong konstitusi psikis dalam diri manusia yang
tidak tertaklukan sebagai biang keladi dalam hubungan antarmanusia yang sarat
denagn derita. Walau begitu, manusia tidak pernah disuruh berhenti dan memang
juga kelihatannya tidak bisa berhenti dalam upaya merealisasi dirinya (hal ini
dibuktikan secara implisit dalam sejarah kebudayaan), tetapi dia juga terus
sadar bahwa suka atau tidak suka pada suatu ketika dia pasti berhenti atau
terhenti atau diberhentikan sebagai manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar