Minggu, 20 November 2016

Etika Pembebasan (Mati Raga Dan Bela Rasa)

Etika Pembebasan (Mati Raga Dan Bela Rasa)
Desakan kehendak untuk hidup sangat kuat, sehingga ia akan menerjang apa sajauntuk mendapat apa yang diinginkan. Hal ini berarti bahwa kehendak bukan saja membawa kesengsaraan bagi diri sendiri (karena tidak bisa dipenuhi), melainkan juga dari pihak lain. Di alam bebas, kehendak yang demikian ini menampakkan diri dalam berbagai bentuk makhluk hidupp yang hanya akan berkembang dengan menyantap makhluk lainnya. Schopenhauer mengatakan, barang siapa ingin tahu dengan segera apakah di dunia ini jumlah kenikmatan lebih banyak daripada penderitaan, atau apakah keduanya setidaknya berimbang, maka ia perlu membandingkan perasaan binatang yang memakan hewan lain dengan perasaan hewan yang tengah dimakannya. Meskipun ada ribuan orang hidup bahagia dan sejahtera, rasa takut dan rasa tersiksa orang lain tetap saja tidak bisa hilang.
Begitu pula dengan egoisme manusia yaitu dalam “ dorongan untuk memperhatikan diri dan memperoleh kesejahteraan”, kehendak ini tetap bekerja untuk mendapatkan pemenuhan yang tak terhingga. Setiap keinginan yang sudah dipuaskan menghasilkan keinginan baru yang juga harus dipuaskan lagi, dan begitu seterusnya tanpa pernah berhenti. Namun, kemungkinan-kemungkinan untuk memuaskan terbatas, sehingga tidak ada yang benar-benar memuaskan. Apabila kita sampai, kita merasa bosan, lalu menghendaki yang lain. Apabila tidak sampai. Kita kecewa. Hidup manusia terbentang antara rasa bosan dan Frustasi, tanpa pemenuhan. Ini berarti, hidupa adalah penderitaan. Kita tidak akan bahagia di dunia ini sebab kita terus-menerus dikuasai oleh berbagai keinginan dan nafsu sebagai penjabaran dari kehendak egoistik kita sebagai “ penggerak pertama dan utama” bagi perilaku kita.
Orang bijaksana adalah orang yang mampu “menembus prinsip individualis”. Mereka mengetahui (aspek pengetahuan atau kesadaran) bahwa apa yang secara fenomenal tampak sebagai kemajemukan individu sebenarnya hanyalah bayangan belaka ; secara neomenal tidak ada kemajemukan sama sekali, yang ada hanya kesatuan. Dengan demikian, mereka tidak ada kemutlakkan eksistensi individual, termasuk diri mereka sendiri dengan berbagai nafsu dan keinginan. Mereka bebas dari segala pamrih dan keinginan yang semu dan sementara, sehingga di kemudian hari mereka tidak akan menuai penderitaan, karena memang tidak pernah menaburnya.

Apa yang membahagiakan mereka juga akan membahagiakan kita, apa yang membuat mereka menderita juga akan membuat kita menderita. Kita mengindentifikasi diri kita dengan mereka. Akibatnya di satu pihak penderitaan dan rasa frustasi manusia akan berkurang karena merasa mendapat teman senasib yang menanggung segalanya bersama-sama. Sikap bela rasa mempersatukan dan menguatkan kita dalam mengatasi penderitaan  dan dilain pihak, dengan adanya bela rasa, kita keluar dari diri kita sehingga, terbebas dari keinginan untuk mempertahankan hidup dan eksistensi kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar