Sabtu, 26 November 2016

Bagaimana jati diri manusia itu?

Bagaimana jati diri manusia itu?
Kewajiban setiap manusia adalah mengenal Allah dan mengenal siapa dirinya. Setiap mausia didorong untuk melakukan intropeksi akan dirinya dengan menjawab pertanyaan :
1.    Siapakah Aku ?
2.    Darimana Aku?
3.    Dan Mau ke mana seluruh hidup ini didedikasihkan?
Untuk menjawab pertanyaan yang pertama, sebagian manusia akan menjawab dan menyebut namanya. Misalnya, Aku adalah Nita!, dan adapun beberapa dari orang yang menjawab “Aku adalah Manusia!” Jawaban ini dapat menjadi alat untuk menggali pengetahuan dari seseorang lebih mendalam dengan mengajukan pertanyaan: Apa itu Manusia? Apa yang membedakan Manusia dengan Makhluk lainnya?
Kebanyakan dapat menjawab, Manusia bkanlah tanaman yang tumbuh berkembang tanpa gerak dinamis. Manusia juga bukan Hewan yang bergerak tanpa nalar. Dari berbagai sudut pandang yang digunakan kita dapat disimpulkan bahwa manusia adalah roh yang berjalin dengan jasad. Dan ia merupakan entitas berfikir. Tanpa roh, manusia mati!. Mati dipahami secara umum sebagai keluarnya roh dari jasad. Sebaliknya kehidupan terjadi ketika roh “ditiupkan “ Allah ke dalam jasad manusia berada pada fase janin dalam kandungan. Selanjutnya manusia tumbuh berkembang menjadi manusia dewasa dipengaruhi oleh proses biologis (jasad), proses kognitif (akal pikiran) dan proses sosial emosional.
Ayat yang menjelaskan tentang asal usul manusia yaitu surah As-Sajadah ayat 7-9. “Allah memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”.
 Dapat diuraikan manusia terdiri dari unsur jiwa, hati, pikiran, pancaindera, dan tubuh. Kemudian ditutup dengan kalimat yang menyentak hati dan pikiran kita: “ kamu sedikit sekali bersyukur”. Manusia diajak melakukan refleksi.
Dalam tataran praktis, sikap syukur tercermin dalam perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan dirinya secara adil. Memenuhi kenutuhan jiwa, hati, pikiran, dan tubuhnya secara seimbang, tanpa mengurangi atau melebihkan. Dan menjauhkan diri dari hal-hal yang berpotensi merusak dan menghancurkan jiwa, hati, pikiran, dan tubuh itu. Kebanyakan manusia tidak bersyukur, sehingga menjadi sakit, ragu, cemas, dan merugi.
Selanjutnya, Apa kebutuhan kita? Dan apakah kita sudah menyediakannya secara cukup dan seimbang?
Tubuh kita membutuhkan oksigen, nutrisi berupa makanan yang halal dan thoyyib, olahraga, dan istirahat. Sedangkan jiwa kita, ruhani kita, membutuhkan arah, tujuan, dan makna dalam hidup. Kebutuhan roh dan tubuh atau jiwa dan raga itu harus dipenuhi setiap hari secara adil. Apa yang terjadi, jika tubuh kita tidak memperoleh asupan gizi? Sakit! Demikian juga dengan roh kita, apabila roh kita tidak memperoleh nutrisi zikrullah, hati kita akan menjadi cemas, gelisah, dan kehilangan arah. Bukankah Allah sudah menegaskan dalam Q.S Ar-Ro’d ayat 28 “ Ingatlah, hanya dengan berzikir kepada Allah hati menjadi tenang!”
Manusia bukan hanya tubuh dan jiwa. Manusia memiliki akal dan pikiran yang harus diasah melalui pendidikan yang memperdayakan. Kecerdasan akal dikembangkan melalui kegiatan belajar dan mengajar. Oleh karena itu, islam memerintahkan setiap individu untuk membaca, membaca, dan menulis. Membaca Al-Quran, membaca diri dan realitas sosial, serta membaca tanda-tanda yang ada di alam yang terus mengalami perubahan. Akal manusia juga mengalami perkembangan melalui dialog dan tanya jawab. Jika tidak mengerti suatu persoalan, maka diperintahkan untuk bertanya kepada yang mengerti.
Secara filosofis yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah kemampuan berpikir dan mengembangkan ilmu. Inilah yang menjadi alasan diangkatnya nabi Adam sebagai khalifatullah di muka bumi. Allah mengajarkan kepada nabi Adam semua simbol atau nama dari alam raya (QS. Al-Baqarah 2:31). Allah mengajarkan kepada manusia Al-Quran dan bahasa (QS. Ar-Rahman ayat 1-4). Allah mengajarkan ilmu pengetahuan sehingga akal manusia menjadi aktif dan cerdas. Akal cerdas ditandai dengan kemampuan memecahkan masalah secara tepat dengan analisis yang akurat.
Allah mengajarkan ilmu melalui alam yang terbentang luas. Manusia belajar dengan mengamati seluruh ciptaan Allah. Kemudian, manusia melakukan serangkaian percobaan dan menjadi peniru kreatif. Temuan ini dibahas melalui dialog dan diskusi yang produktif dengan berbagai pihak, sehingga terjadi pertukaran informasi, ide dan gagasan. Belajar adalah peniruan terhadap Karya Tuhan yang diajarkan oleh guru atau orang yang ahli. Sehingga peradaban manusia diterangi oleh cahaya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Apakah orang yang cerdas intelektual dijamin sukses?

Tidak! Jawabannya karena karakter orang yang sukses adalah tekun, orang yang tahu diri, pandai mengendalikan diri, dan sanggup menjaga motivasi dan komitmen sehingga pantang menyarah. Di sisi lain, Allah juga mengajarkan bahwa kemakmuran adalah milik orang-orang yang bersyukur, orang yang memiliki empati kepada orang lain, dan selalu membangun persahabatan. Inilah inti dari kecerdasan emosi dan kecerdasan adversitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar