INTELEKTUAL DALAM SUDUT PANDANG ISLAM
Islam sebagi agama wahyu
mengandung segenap ajaran-ajaran yang bersifat universal dan eternal serta
mencakup seluruh aspek kehidupan. Dengan ajaran-ajaran tersebut Islam menuntut
umatnya untuk meningkatkan harkat dan martabatnya agar memperoleh kebahagian di
dunia dan akhirat. Dengan demikian ajaran Islam sarat dengan nilai-nilai
intelektual dan spiritualitas.
a. Memahami Makna
Intelektual
Intelektual
merupakan sebuah istilah yang disandangkan bagi orang-orang yang cerdas,
berakal, berilmu pengetahuan tinggi, taat kepada agama serta kritis dalam
menanggapi persoalan-persoalan sosial. Istilah intelektual memiliki makna yang
hampir sama dengan cendekiawan.
Cendikiawan dapat diartikan sebagai orang cerdik dan pandai yang memiliki sikap
hidup yang terus menerus meningkatkan kemampuan berpikirnya untuk mendapatkan
pengetahuan atau memahami sesuatu.
Seorang
intelektual adalah seorang yang kreatif, yang selalu berusaha mencari
kemungkinan yang baru yang mungkin lebih baik dari hasil yang sudah ada. Dengan
demikian, pengertian intelektual merupakan pengertian sikap hidup, bukan hanya
sekedar pengetian dalam dunia pendidikan, meski sebenarnya antara dunia
pendidikan yang tinggi dan sikap hidup seorang intelektual terdapat korelasi
yang tinggi (semakin banyak pengetahuan seseorang, semakin dia merasa bahwa
masih banyak hal-hal yang belum ia ketahuai).
Dengan demikian, Para intelektual adalah mereka yang terlibat
secara kritis dengan nilai, tujuan dan cita-cita, yang mengatasi
kebutuhan-kebutuhan praktis, baik yang berhubungan dengan agama maupun yang
berhubungan dengan urusan duniawi. Maksudnya, intelektual adalah orang yang
menggarap sekaligus mengkabolarasi antara teori dengan operasionalnya
berdasarkan gagasan-gagasan normatif. Kaum intelektual adalah mereka yang
berusaha membentuk lingkungan dan masyarakatnya dengan gagasan-gagasan analisis
dan normative serta mewujudkan keadilan, kebebasan, dan kemajuan masyarakatnya.
Seoarang
Nabipun, disamping sebagai manusia pilihan yang disucikan juga sebagai individu
yang merupakan bagian dari kaumnya yang berupaya dan berperan dalam membuka
keran-keran ruang kebebasan dan mengupayakan kemajuan. Nabi, disamping sebagai
utusan juga merupakan seorang intelektual yang peduli dan berjuang untuk
memperbaiki aturan lama dan mempromosikan aturan dan tatanan hidup baru yang
lebih relevan dengan konteks zaman, beliau berhasil membuka mata dunia,
menyebarkan ide-ide baru yang tauhidi untuk melakukan perubahan demi terwjudnya
kesejahtraan.
b. Al-Qur’an
dan Al-Sunnah Sebagai Sumber dan Pendorong Intelektualitas
Umat islam
percaya bahwa Al-qur’an dan al-Sunnah merupakan sumber intelektualitas dan
spiritualitas islam. Al-qur’an bukan hanya basis bagi agama dan pengetahuan
spiritual, tapi juga bagi semua jenis ilmu pengetahuan. Ia merupakan sumber
utama inspirasi pandangan umat islam tentang keterpaduan sains dan pengetahuan
spiritual. Gagasan keterpaduan ini merupakan kosekuensi dari gagasan
keterpaduan semua jenis pengetahuan yang belakangan ini pada gilirannya
diturunkan dari prinsip keesaan Tuhan yang diterapkan pada wilayah pengetahuan manusia.
Al-Quran
yang merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad menyimpan
segudang ilmu pengetahua serta lengkap dengan solusi perihal kehidupan duniawi.
Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad adalah iqra’. Wahyu pertama ini menjelaskan dan menghendaki umatnya
untuk membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti
bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ yang berarti bacalah, telitilah, dalamilah,
ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah maupun
diri sendiri, baik yang tertulis maupun yang tidak.
Dengan
demikian jelas bahwa al-Qur’an (Allah) sangat menjunjung tinggi terhadap aspek
ilmu pengetahuan dan intelektualitas. Kenapa intelektualitas? Karna pengembangan aspek intelektualitas bisa
menjadikan umat yang maju, berperadaban dan tauhidi. Ini telah terbukti dalam
sejarah kehidupan umat Islam, dimana dengan intelektualitasnya, umat Islam
mampu merubah peradaban manusia dari kebobrokan moral dan kegelapan intelektual
menuju kepada peradaban tinggi yang sesuai dengan petunjuk Sang Ilahi. Dengan
memaksimalkan fungsi akal, sehingga dunia Islam telah berhasil menciptakan para
ilmuawan, kaum intelektual dan cendekiawan, sehingga menjadikan Islam sebagai
center peradaban dunia.
Dalam
Al-qur’an, banyak terdapat ayat-ayat yang bisa menjadi inspirasi dan motivasi
pikiran kita untuk menjadi seorang yang intelek, banyak ayat-ayat yang
menekankan agar manusia mau menggunakan akalnya untuk memikirkan kebesaran dan
ke-Esaan Tuhannya yang termanivestasi di alam semesta ini. Seperti ayat-ayat yang
mengandung seruan, tidakkah kalian memikirkan?, tidakkah kalian berfikir?
tidakkah kalian perhatikan? Tidakkah mereka memerhatikan? Ungkapan itu semua merupakan sebuah perintah
penggunaan akal yang bisa dijadikan sebagai motivasi awal untuk menjadi seorang
intelektual.
Dalam
al-Qur’an, kata yang senada dengan intelektual diistilahkan dengan kata Ulul
Albab. Istilah ini khusus dipakai al-Qur’an untuk menyebut sekelompok manusia
pilihan semacam intelektual. Ulul al-bab adalah mereka yang hatinya selalu
terhubung dengan al-Qur’an dan mereka melihat lebih jauh dari apa yang telah
dilakukan oleh para ilmuan biasa, yaitu mereka melihatnya dengan bahasa iman
yang khusyu’.
c. Keharusan
Menuntut Ilmu
Allah telah menciptakan fitrah yang bersih dan mulia dalam
diri manusia, lalu melengkapinya dengan bakat dan sarana yang baik yang
memungkinkan manusia mengetahui kenyataan-kenyataan besar dialam raya ini
melalui ilmu yang dimiliki. Allah menganugrahi akal pada diri manusia,
menobatkannya sebagi khalifah dimuka bumi serta mengilhami ilmu untuk dapat
menjaga keseimbangan alam.
Dalam
pandangan al-Qur’an, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul
dari makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahannya.[1][3]
Islam yang merupakan agama tauhid yang bersumber pada
al-Qur’an dan Hadis memberikan pandangan
koprehensif dan metode terpadu yang tidak memisahkan antara ilmu alam fisika
dan alam metafiska, atau antara ilmu yang bersifat parsial dan tujuan ilmu itu
sendiri yang bersifat universal. Oleh karena itu, menuntut ilmu menjadi suatu
keharusan bagi umat islam agar mampu menjaga keseimbangan dengan sesama
makhluk, alam dan Tuhannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar