Minggu, 20 November 2016

Etika Kebahagiaan

Etika Kebahagiaan
Sebagaimana seluruh Etika Yunani, etika Aristoteles juga mempertanyakan hidup yang baik yaitu, bagaimana manusia mencapai hidup yang baik atau yang sebaik mungkin?, segala sesuatu mempunyai tujuan ke arah perkembangan kodratnya yang penuh dan menyeluruh. Maka, menurut Aristoteles, manusia akan mencapai hidup yang baik jika ia mencapai tujuan yang terakhirnya. Sebagaimana, Aristoteles mengakui bahwa tujuan terakhir manusia adalah kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan tujuan terakhir manusia karena di satu pihak, apabila sudah bahagia, manusia sudah tidak memerlukan apa-apa lagi. Di lain pihak, kalau orang sudah bahagia, adalah tidak masuk akal jika orang masih mencari sesuatu yang lain. Kebahagiaan itulah yang baik dan bernilai pada dirinya sendiri.
Dengan demikian, Aristoteles menolak beberapa anggapan pada zamannya yang mengajarkan bahwa tujuan terakhir hidup manusia adala kekayaan, kehormatan dan kenikmatan. Kekayaan bukanlah tujuan, melainkan sarana bagi tujuan-tujuan yang lebih jauh. Karena itu, sudah jelas berdasarkan pengalaman dan dapat dibuktikan dengan mudah bahwa kekayaan tidak menjamin kebahagiaan. Adapun kehornatan, menurut Aristoteles, hanya mengikuti kualitas hidup orang terhormat. Dengan kata lain, kualitas hidup seseorang mendahului kehormatannya. Misalnya, jika saya dihormati itu karena saya memang orang yang berkualitas atau memiliki keutamaan terentu,  seperti pandai berpidato secra meyakinkan. Dalam kasus ini, kehormatan bukanlah suatu tujuan, melainkan hanya akibat dari keutamaan seseorang. Mngenai kenikmatan, Aristoteles mengatakan bahwa perasaan nikmat tidak khas manusiawi. Orang yang hanya mencari nikmat sama derajatnya dengan binatang. Namun, karena manusia bukan binatang, hidup seperti tentu tidak membahagiakan.
Dan kebahagiaan adalah tujuan terakhir manusia, lalu bagaimana mencapainya?. Aristoteles menyatakan bahwa pengetahuan saja tidak cukup, orang juga harus melakukan tindakan. Namun, tidak sembarang tindakan, melainkan tindakan yang merealisasikan kemampuan khas manusia, yaitu rasio. Maka, bila kita sering melakukan kegiatan yang melibatkan akal budi, kita akan semakin merasa bahagia.
Menurut Aristoteles, berkat rasionya itu, kegiatan khas manusia terlaksana dalam dua pola kehidupan, yakni dalam teori dan praktis. Teori artinya memandang atau merenungkan hakikat realitas secara mendalam. Renungan merupakan kegiatan manusia yang paling luhur karena merealisasikan bagian jiwa manusia yang palin mulia, bahkan yang ilahi, yakni logos atau roh.
Objek renungan adalah realitas yang tidak berubah, abadi, ilahi. Renungan adalah kegiatan filsuf yang mencintia kebijaksanaan. Menurut Aristoteles, kegiatan ini adalah kegiatan paling luhur dan membahagiakan.

Perlu dikatakan, keutamaan suatu sikap yang mantap dan konsisten. Agar kita mempunyai keutamaan, belum cukup jika kita hanya satu-dua kali memilih jalan tengah atau bila kita secara kebetulan bersikap seimbang. Bagi Aristoteles, keutamaan baru merupakan keutamaan yang sungguh-sungguh jika kita mempunya sikap tetap dan konsisten untuk memilih jalan tengah tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar