Sabtu, 03 Desember 2016

Jean Bodin dalam Pemikiran Filsafat Politiknya

Jean Bodin dalam Pemikiran Filsafat Politiknya
Para penganjur hak ketuhanan mengajukan teori kedaulatan yang dibangun diatas dasar teologis , tetapi doktrin ini ditakdirkann mengalami kemorotan di jaman ketika kecenderungan sekuler sedang naik daun. Abad baru ini hanya menerima teori otoritas negara yang terlepas dari dasar-dasar agama. Jadi, meskipun doktrin hak ketuhanan dan konsep kedaulatan hukum mempunyai tujuan yang serupa-justifkasi teoritis kekuasaan yang kuat jika bukan masalah absolut- pengaruh doktrin yang utama (ketuhanaan pada pmikiran polotik ralatif kecil dan berumur pendek sementara dampak dari doktrn yang kedua sangat besar bagi perkembangan ngara di masa depan.
Nama yang biasanya di hubungkan dengan asal usul konsep moderen tentang kedaulan Jean Bodin (1530-1596). Lahir di Anjou, Praancis, dari keluarga kelas menengah yang kaya Bodin belajar filsafat dan bahasa di paris dan hukum di Toulouse, dimana ia menghabiskan 10 tahun sebagai siswa dan guru pada tahun 1561 ia meniggalkan profesi mengajr dana menjalani profesi sebagai praktisi hukum di paris. 10 tahun kemudian dia masuk ke dalamrumahtangga saudara raja Duke Of Alencon, sebagai penasihat. Disini ia mlai mengenal dunia politik tingkat tinggi, dan sebagaimana Machiavelli , dengan kedudukannya ini ia menggunakan kesemppatan sebaik mungkin untuk memperluas pengetahuannya tentang masalah kenegaraan. Pemikiran politik Godin di bangumi bawah tekanan pengalaman pribadinya. Iaa hidup pada masa ketika pertentangan agama yang sudah lama, yanng mencapai pada pembunuhan St. Barthholomew tahun 1572, menyebabakan prancis berada di tepi kehancurran. Pada awal karirnya ia bergabung dengan kelomok kecil pengacara dan administrator terkemuka, termasuk di Chancellor di prancis, Michel de L’Hopital. Atasannya sendiri Duke of Alencon, adalah pemimpin resmi dari kelompok ini yang dikenal sebagai Politiques.
Politiques menyadari bahwa negara akan tercabik-cabik jika perang agama terud berlanjut. Mereka juga sadar bahwa perpecahan agama kristen menjadi semakin dalam yang di sebabkan oleh pemaksaaan dan penyiksaan. Mereka berpendapat bahwa negara seharusnya hanya menjaga ketertiban, dan bukan membangun atau memeprahankan agama yang benar  beberapa filosop pada masa itu berpendirian bahwa ajarn kristen yang sejati tidak menuntut pembersihan atau tindakan koersif fisik terhadap orang-orang yang menentang kepercayaan ini ia hanya menuntut bahwa mereka perlu diyakinkan dengan akal, di beri nasehat, atau cukup dibiarkan saja. Politiques tidak terdorong oleh perasaan semacam ini. Mereka tidak menganggap toleransi agama sebagai hal yang benar secara teologis atau moral, mereka melihatnya semata-mata sebagai kebijakan yag berguna dan diperlukan menurut kondisi sejarah pada masa itu.
Berdiri diantara dua titik ekstrim –katolik dan Huguenots-politiques berusaha memebangun dasar menengah yang akan mencegah pecahan prancis yang akan menjadi dua kelompok yang akan bisa di damaikan dan memungkinkan persatuan politik di tenagh-tengah perbedaan agama. mereka yakin bahwa satu-satunya harapan mencapai tujuan ini adalah membangun otoritas politik pusat yang kuat yang berdiri diatas semua kelompok agama dan faksi-faksi politik. Mereka tahu bahwa otoritas semacam ini harusa mempunyai perangkat perdamaian dan ketertiban serta hak istimewa untuk menuntut kepatuhan. Karena monarki nmpak satu-satunya agen yang bisa menjalankan peran ini, mereka mengarahkan upaya-upaya untuk memperkuat kekuasaan kerajaan dan menempatkannya sebagai pusat persatuan nasional. Bodin adalah teoris utama dalam gerakan ini.
Karya terbaik Bodin yang terkenal adalah six books of commonwealth. Sepuluh edisi karya ini dalm satu dalam bahssa Perancis dan 3 dari bahasa Latin terbit pada masa hidupnya. Buku  ini juga d terjemahkan ke dalam bahasa Italia,Spanyol, jerman, dan Inggris. Ia sangat penting sebagai karya pertama yang  membahas kedaulatan modern. Karya ini menunjukan pengetahuan yang luas dari prngarangnya tetapi pembahasannya terlalu panjang, acak, dan terkadang membingungkan jika tidak bisa di katakan bertentangan. Tetapi, terlepas dari beberapa kekurangan tersebut, commonwealth menawarkan pernyataan filsafat politik yang paling matang dalam abad ke-16 dengan pandangan-pangdangan yang tidak bisa di pertemukan yang di nyatakan pada semua aspek seperti mengenai letak kekuasaan politik dan kewajiban warga, bodin berusaha mengedepankan prinsip-prinsip fundamental yang di atasnya tatanan sosial yang permanen harus di bnagun. Ia yakin bahwa tugas pertama adalah menemukanpemahaman yang jelas mengenai otoritas politik. Ia merasa bahwa sebelum sampai pemahaman ini, harus di temukan terlebih dahaulu bebebrapa prinsip yang mempertemukan kebebasan manusia dan otoritas negara dan memuaskan pikiran dan kesadaran. Ia menganggap menemukan elemen dasar ini dalam doktrin kedua latarnya.
Watak Negara
Tidak seperti machiavelli, bodin tidak tergesa-gesa mendiskusikan cara-cara mencapai dan mempertahankan kekuasaan politik. Ia menganggap mendarkan untuk pertama-tama mengethui watak dan tujuan negara sebelum beralih pada cara-cara mencapai tujuanini. “orang yang tidak memahami tujuan, dan tidak bisa menentukan masalahnya dengan benar, tidak bisa berhaarap menemukan cara-cara untuk meraihnya, sebgaimana orng yang melepaskan tembakan keudara dengan cara serampangan tidak akan mengenai sasaran.” Namun denimikian, Bodin bukanya sama sekali tidak setia dengan pendekatan yang di maksud, tertama bagian dari pendekatan yang menyangkut masalah tujuan.ia mulai dengan menyatakan bahwa negara ada untuk meningkatkan kehidupan yang baik dan bijak warganya, tetapi ia segera meninggalkan aspek ini sama sekali. Semua perhatiannya kemudian terpokus pada cara-cara mempertahankan negara terlepas dari apapun karakter negara itu sedangkan cara-cara meningkatkan yang baik ia baikan. Tujua moral yang ia berikan ada ngeberikan hilang dengan penerimaannya terhadap setiap kekuasaan yang terorganisir secara efektif sebagai negara yang sejati. Pendekatannya pada negara, terlepas dari titik-titiknya adalah Machiavillian.
Bodin memdefinisikan negara sebagai “pemerintahan” yang tertatat dengan baik dan keluarga serta kepentingan bersama mereka dengan kukasaan yang berdaulat. “ia mencapat bahwa terdapat 4 unsur pokok yang perlu dilihat disini: tatanan yang benar, keluarga, kekuasaan yang berdaulat, dan tujuan berama. Pemerintahn yang di bangun dengan benar sejalan dengan hukum alam adalah sifat sejati dalam masyarakat yang membedakannya dengan grombolon pencuri.
Bodin mengikuti Aristoteles dalam pendirian baha keluarga dan bukan individualah yang menjadi unit dasar Negara. Keluarga “bukan hanya sumber sebenarnya da nasal-usul commonwealth, tetapi merupakan unsur pokoknya” Lebih dari itu, ia adalah komuinitas alamiah yang melahirkan masyarakat yang lebih kompleks. Otoritas anggota kelompok diserahkan kepada kepala rumah tangga. Bodin yakin bahwa manusia, sebagai akibat dari Kejatuhan, adalah curang dan suka memberontak. Ia yakin bahwa kebutuhan pokok manusia adalah disiplin dalam mengekang dorongan jahatnya. Pandangan ini mendorongnya untuk menekankan otoritas dan kekuasaan yang diserahkan pada ayah dalam keluarga atau penguasa Negara. Ia mendesak agar otoritas ayah diperkuat sekalipun dengan taruhan nyawa anak-anaknya. Hanya dengan cra ini kebiasaan patuh bias ditanamkan pada mereka, sehingga di masa kemudian mereka akan menjadi warga Negara yang patuh pada penguasanya. “Anak-anak yang berani kepada orang tuanya, dan tidak takut dengan kemarahan Tuhan, akan menentang kekuasaan.” Pelatihan warga Negara yang baik harus mulai sejak kanak-kanak.
Keluarga yang harmonis adalah “Citra sejati dari commonwealth. Model bagi pemerintahan politik ditemukan dalam kekuasaan ayah terhadap keluarganya. Sebagaimana dalam keluarga di mana tunduk pada perintah ayah adalah penting bagi kesejahteraan keluarga, demikian juga patuh pada penguasa adalah penting bagi stabilitas Negara. Dan karena sang ayah mempunyai kekuasaan penuh dalam keluarga, demikian juga penguasa commonwealth harus mempunyai yurisdiksi penuh terhadap warga negaranya. “Karena keluarga itu seperti Negara: hanya bias ada satu penguasa, satu pemimpin, satu tuan. Jika beberapa orang mempunyai otoritas, mereka akan merusak tatanan dan menimbulkan bencana yang terus berlanjut.
Meskipun Bodin mengikuti aristoteles dalam menekankan keluarga sebagai satuan pokok masyarakat, ia tidak menerima perbedaan pendahulunya ini antara kekuasaan ayah terhadap keluarga (kekuasaan di mana yang satu lebih tinggi) dan kekuasaan politik (kekuasaan yang sama derajatnya). Dalam pemikiran Aristoteles, kekuasaan ayah adalah tanpa persetujuan rakyat. Dengan mengabaikan pembedaan ini, Bodin mampu menerapkan analogi keluarga agar cocok dengan tujuan teori politiknya.
Menurut Bodin, Negara mempunyai asal-usulnya dalam kekuatan dan kekerasan. Sebelum terdapat bentuk persekutuan politik, setiap kepala keluarga adalah “pemimpin dalam rumah tangga, mempunyai kekuasaan terhadap hidup dan mati istri serta anak-anaknya.” Di sini terdapat sesuatu yang mirip dengan keadaan alamiah Hobbes. “Kekuatan, kekerasan, ambisi, kebencian, dan nafsu balas dendam menjadikan manusia bermusuhan satu sama lain”. Kondisi yang tidak menguntungkan ini mendorong keluarga-keluarga untuk bersatu demi pertahanan bersama dan keuntungan lainnya serta untuk mengakui kekuasaan politik yang berdaulat, puissance souverine. Pengakuan akan otoritas semacam ini lebih sering dicapai oleh kekuatan daripada pengakuan sukarela. Aristoteles dan para pemikir lainnya adalah salah, kata Bodin, dengan mengira bahwa penguasa pertama dipilih karena keadlan dan kebijakan mereka. Sebaliknya, mereka adalah orang-orang yang mempunyai kekuatan fisik yang diperlukan untuk menundukan orang lain di bawah perintah mereka.
Kedaulatan
Bodin berpendapat bahwa elemen yang mebedakan Negara dari semua bentuk asosiasi manusia yang lain adalah kedaulatan. Tidak bias ada commonwealth yang sejati tanpa kekuasaan yang berdaulat yang menyatukan semua angota-anggotanya. Suatu otoritas yang mutlak dan teringgi yang tidak tunduk pada kekuasaan manusia lainnya harus ada dalam lembaga politik. Ini adalah prinsip pertama dan paling fundamental dari teori politik Bodin. Dalam karyanya ia sudah menyerukan perlunya mendifinisikan konsep kedaulatan “karena meskipun konsep ini merupakan label istimewa dari commonwealth dan memahami wataknya sangat penting bagi studi politik, tidak ada jurist atau filosof yang paad kenyataannya berusaha mendefinisikannya. Sayangnya, upayanya untuk menyembuhkan apa yang ia sebut kegagaglan para pendahulunya tidak lepas dari kesulitan.
Kedaulatan, sebagaimana yang didefinisikan Bodin, “adalah kekuasaan absolutdan abadi yang diletakan pada commonwealth”, ia adalah “kekuasaan tertinggi di atas warga Negara dan tidak dibatasi hokum.”Kualitas-kualitas dasar dasar dari kedaulatan adalah kemutlakan, kelanggengan, dan tidak dapat dibagi (indivisibility). Orang atau lembaga mempunyai kedaulatan tidak bias dibatasi oleh kekuasaan lain atau oleh  kekuasaan lain atau oleh semua hokum manusia. Raja yang berdaulat tidak mempunyai pembanding; “ia menganggap tidak ada yang lebih berkuasa dari dirinya kecuali Tuhan. Kedaulatan adalah permanen karena tidak ada batas waktu yang bias ditetapkan dalam pelaksanaannya.” Ketika ia diserahkan kepada penguasa, ia memilikinya selama masa hidupnya. “Jadi kedaulatan tidak terbata dalam kekuasaan, tanggung jawab atau waktu.” Akhirnya, kedaulatan tidak bias dibagi-bagi karena kedaulatan yang dibagi-bagi berarti bertentangan dalam istilahnya. “Sebagaimana Tuhan Yang Mahakuasa tidak bias menciptakan Tuhan lain yang sebanding dengan Dirinya, karena ia tidak terbatas, demikian pula raja yang berdaulat, yang adalah bayangan Tuhan, tidak bias menciptakan kekuasaan yang sama dengannya tanpa menghancurkan diri sendiri.”
Tanda khas dan mendasar dari kedaulatan adalah kekuasaan untuk membuat hukum. “Atribut pertama dari raja yang erdaulat adalah kekuasaan membuat hokum yang mengikat semua rakyatnya secara umum dan secara khusus mengikat setiap orang.”Dan ia melaksanakan kekuasaan ini “tanpa persetujuan dari mana pun.” Pemikir abad peretengahan melihat hokum sebagai sesuatu yang ditemukan bukan diciptakan. Mereka menganggap hokum bukan sebagai peraturan dari otoritas pemerintah tetapi sebagai kebiasaan yang dinyatakan dalam kehidupan bermasyarakat. Bodin melepaskan diri dari masa lampau dalam hal ini dengan menempatkan kebiasaan pada posisi subordinat. Ia bersikap empati dalam pernayataannya bahwa ia mempunyai kekuatan “hanya pada toleransi dan dalam kebaikan raja yang berdaulat, dan selama raja bersedia menguasakannya.. kekuatan huku tertulis dan adat berasal dari penguasaan raja.
Penguasa tidak terikat baik oleh hukum yang ia buat atau dibuat pendahulunya atau oleh tindakan rakyatnya. Hukum dan kebiasaan semacam ini, meskipun mungkin didasarkan atas pikiran yang sahih, hanya tergantung pada pkehendaknya yang bebas. Unsur rasio yang sangat ditekankan oleh St. Thomas dalam definisi hukumnya tidak mempunyai peran penting, sementara kehendak legislator menjadi kehendak utama. Bodin bukanlah orang pertama yang memahami hukum sebagai aturan yang dibuat oleh penguasa politik tetapi teorinya menunjukkan ungkapan yang lebih tajam akan konsep tersebut.
                Sampai pada masalah ini, doktrin kedaulatan Bodin nampaknya menjadi ekspresi dari kekuasaan absolut dan tidak terbatas dalam negara. Namun, demikian ia tidak bermaksud sampai sejauh ini sebagaimana yang dengan jelas dia tunjukkan. Jika kekuasaan absolut digunakan dalam arti terbebas dari semua hukum, maka “tidak ada raja di dunia yang bisa dianggap penguasa, karena semua raja di dunia tunduk pada hukum Tuhan dan hukum alam dan bahkan pada hukum manusia yang dimiliki oleh semua bangsa”. Oleh karenanya, penguasa penguasa terikat oleh hukum-hukum sipil “merupakan penjelmaan dari prinsip-prinsip keadilan alam” karena jenis hukum ini, “meskipun ditetapkan oleh otoritas raja, merupakan hukum alam yang sebenarnya.” Ia juga tunduk pada hukum konstitusi atau fundamental (leges imperii). Hukum-hukum ini melarang penguasa mengganti hukum Salicmengenai suksesi kerajaan, menghapuskan domain publik, atau menunpuk kekayaan pribadi tanpa persetujuan pemiliknya.
                Tidak sulit mempertemukan batas-batas yang ditetapkan oleh wahyu dan alam bagi kekuasaan politik dengan watak absolut kedaulatan karena pembatasan ini masih menempatkan penguasa diatas hukum manusia dan hanya bertanggung jawab kepada Tuhan. Kerancuan terletak pada kualifikasi lain yang dibuat Bodin karena hal ini hanya mencakup masalah yang berkenaan dengan hukum manusia. Jika kedaulatan pada dasarnya adalah kekuasaan membuat hukum, dan jika kekuasaan ini tidak bisa dibagi atau dibatasi oleh hukum, tidaklah logis meminta penguasa tunduk pada hukum-hukum yang tidak dibuatnya dan yang tidak bisa diubahnya. Teori Bodin hanya mempunyain konsistensi hanya jika pembatasan manusia ini dilihat sebagai perwujudan dari hukum alam. Jacques Maritain, yang mempunyai penafsiran yang demikian terhadap konsep kedaulatan Bodin, menyatakan bahwa pengarangnya menempatkan penguasa dibawah kewajiban menghormati leges imperii karena hukum manusia jenis ini sebenarnya merupakan hukum alam itu sendiri. Ia yakin bahwa Bodun telah salah dengan menganggap hukum-hukum ini sebagai bagian dari hukum alam meskipun hukum tersebut mengandung pembatasan yang tidak bersumber dari wayak manusia, seperti ketidakmampuan penguasa mengubah jalanya suksesi kekuasaan.
                Bodin berhati-hati dalam menyatakan bahwa meskipun negara yang tertata dengan benar secara jujur menjalankan hukum alam dan hukum ketuhanan, commonwealth tidak berhenti menjadi negara yang sejati jika ia mengabaikan ajaran-ajaran ini. Ia keberatan dengan klasifikasi pemerintahan Aristoteles menjadi bentuk yang baik dan buruk, dengan menyatakan bahwa tiga jenis pemerintah dan ketiganya dibedakan oleh kedudukan dari kedaulatan: pada satu orang, beberapa orang atau banyak orang. Apakah watak politik dalam negara itu baik at buruk bukan merupakan hal yang pokok. Jika kita berpregang pada prinsif perbedaan antara commonwelth menurut kebajikan dan kejahatan yang menajadi ciri darinya, kita segera dihadapakan dengan perbedaan yang tidak terbata. Bodin juga menolak ide negara gabungan  dengan alasan bahwa jenis negara ini, dengan pembagian kekuasaannya, tidak bisa eksis. Karena kedaulatan pada dasaranya tidak bisa di bagi-bagi sebagaimana seorang raja, kelas yang berkuasa, dan rakyat semuanya mempunya peran di dalamnya pada waktu yang sama. Di bawah konstitusi gabungan akan terdapat perselisihan seperti mengenai apakah kedaulatan terletak di tangan raja atau pada sebagan atau pada semua orang. Penelaahan apa yang disebut negara gabungan, Bodin akan mengungkapkan bahwa kedaulatan sebenarnya terletak pada rakyat dan bahwa negara yang menjalankan hanya bekerja sebagai agen mereka. Commonwealth semacam ini bisa di klasifikasikan sebagai demokrasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar