Para penganjur hak ketuhanan mengajukan
teori kedaulatan yang dibangun diatas dasar teologis , tetapi doktrin ini
ditakdirkann mengalami kemorotan di jaman ketika kecenderungan sekuler sedang
naik daun. Abad baru ini hanya menerima teori otoritas negara yang terlepas
dari dasar-dasar agama. Jadi, meskipun doktrin hak ketuhanan dan konsep
kedaulatan hukum mempunyai tujuan yang serupa-justifkasi teoritis kekuasaan
yang kuat jika bukan masalah absolut- pengaruh doktrin yang utama (ketuhanaan
pada pmikiran polotik ralatif kecil dan berumur pendek sementara dampak dari
doktrn yang kedua sangat besar bagi perkembangan ngara di masa depan.
Nama yang biasanya di hubungkan dengan
asal usul konsep moderen tentang kedaulan Jean Bodin (1530-1596). Lahir di
Anjou, Praancis, dari keluarga kelas menengah yang kaya Bodin belajar filsafat
dan bahasa di paris dan hukum di Toulouse, dimana ia menghabiskan 10 tahun
sebagai siswa dan guru pada tahun 1561 ia meniggalkan profesi mengajr dana
menjalani profesi sebagai praktisi hukum di paris. 10 tahun kemudian dia masuk
ke dalamrumahtangga saudara raja Duke Of Alencon, sebagai penasihat. Disini ia
mlai mengenal dunia politik tingkat tinggi, dan sebagaimana Machiavelli ,
dengan kedudukannya ini ia menggunakan kesemppatan sebaik mungkin untuk
memperluas pengetahuannya tentang masalah kenegaraan. Pemikiran politik Godin
di bangumi bawah tekanan pengalaman pribadinya. Iaa hidup pada masa ketika
pertentangan agama yang sudah lama, yanng mencapai pada pembunuhan St.
Barthholomew tahun 1572, menyebabakan prancis berada di tepi kehancurran. Pada
awal karirnya ia bergabung dengan kelomok kecil pengacara dan administrator
terkemuka, termasuk di Chancellor di prancis, Michel de L’Hopital. Atasannya sendiri
Duke of Alencon, adalah pemimpin resmi dari kelompok ini yang dikenal sebagai
Politiques.
Politiques menyadari bahwa negara akan
tercabik-cabik jika perang agama terud berlanjut. Mereka juga sadar bahwa
perpecahan agama kristen menjadi semakin dalam yang di sebabkan oleh pemaksaaan
dan penyiksaan. Mereka berpendapat bahwa negara seharusnya hanya menjaga
ketertiban, dan bukan membangun atau memeprahankan agama yang benar beberapa filosop pada masa itu berpendirian
bahwa ajarn kristen yang sejati tidak menuntut pembersihan atau tindakan
koersif fisik terhadap orang-orang yang menentang kepercayaan ini ia hanya
menuntut bahwa mereka perlu diyakinkan dengan akal, di beri nasehat, atau cukup
dibiarkan saja. Politiques tidak terdorong oleh perasaan semacam ini. Mereka
tidak menganggap toleransi agama sebagai hal yang benar secara teologis atau
moral, mereka melihatnya semata-mata sebagai kebijakan yag berguna dan
diperlukan menurut kondisi sejarah pada masa itu.
Berdiri diantara dua titik ekstrim
–katolik dan Huguenots-politiques berusaha memebangun dasar menengah yang akan
mencegah pecahan prancis yang akan menjadi dua kelompok yang akan bisa di
damaikan dan memungkinkan persatuan politik di tenagh-tengah perbedaan agama.
mereka yakin bahwa satu-satunya harapan mencapai tujuan ini adalah membangun
otoritas politik pusat yang kuat yang berdiri diatas semua kelompok agama dan
faksi-faksi politik. Mereka tahu bahwa otoritas semacam ini harusa mempunyai
perangkat perdamaian dan ketertiban serta hak istimewa untuk menuntut
kepatuhan. Karena monarki nmpak satu-satunya agen yang bisa menjalankan peran
ini, mereka mengarahkan upaya-upaya untuk memperkuat kekuasaan kerajaan dan
menempatkannya sebagai pusat persatuan nasional. Bodin adalah teoris utama
dalam gerakan ini.
Karya terbaik Bodin yang terkenal
adalah six books of commonwealth. Sepuluh
edisi karya ini dalm satu dalam bahssa Perancis dan 3 dari bahasa Latin terbit
pada masa hidupnya. Buku ini juga d
terjemahkan ke dalam bahasa Italia,Spanyol, jerman, dan Inggris. Ia sangat
penting sebagai karya pertama yang
membahas kedaulatan modern. Karya ini menunjukan pengetahuan yang luas
dari prngarangnya tetapi pembahasannya terlalu panjang, acak, dan terkadang
membingungkan jika tidak bisa di katakan bertentangan. Tetapi, terlepas dari
beberapa kekurangan tersebut, commonwealth menawarkan pernyataan filsafat
politik yang paling matang dalam abad ke-16 dengan pandangan-pangdangan yang
tidak bisa di pertemukan yang di nyatakan pada semua aspek seperti mengenai
letak kekuasaan politik dan kewajiban warga, bodin berusaha mengedepankan
prinsip-prinsip fundamental yang di atasnya tatanan sosial yang permanen harus
di bnagun. Ia yakin bahwa tugas pertama adalah menemukanpemahaman yang jelas
mengenai otoritas politik. Ia merasa bahwa sebelum sampai pemahaman ini, harus
di temukan terlebih dahaulu bebebrapa prinsip yang mempertemukan kebebasan
manusia dan otoritas negara dan memuaskan pikiran dan kesadaran. Ia menganggap
menemukan elemen dasar ini dalam doktrin kedua latarnya.
Watak
Negara
Tidak seperti machiavelli, bodin tidak
tergesa-gesa mendiskusikan cara-cara mencapai dan mempertahankan kekuasaan
politik. Ia menganggap mendarkan untuk pertama-tama mengethui watak dan tujuan
negara sebelum beralih pada cara-cara mencapai tujuanini. “orang yang tidak
memahami tujuan, dan tidak bisa menentukan masalahnya dengan benar, tidak bisa
berhaarap menemukan cara-cara untuk meraihnya, sebgaimana orng yang melepaskan
tembakan keudara dengan cara serampangan tidak akan mengenai sasaran.” Namun
denimikian, Bodin bukanya sama sekali tidak setia dengan pendekatan yang di
maksud, tertama bagian dari pendekatan yang menyangkut masalah tujuan.ia mulai
dengan menyatakan bahwa negara ada untuk meningkatkan kehidupan yang baik dan
bijak warganya, tetapi ia segera meninggalkan aspek ini sama sekali. Semua
perhatiannya kemudian terpokus pada cara-cara mempertahankan negara terlepas
dari apapun karakter negara itu sedangkan cara-cara meningkatkan yang baik ia
baikan. Tujua moral yang ia berikan ada ngeberikan hilang dengan penerimaannya
terhadap setiap kekuasaan yang terorganisir secara efektif sebagai negara yang
sejati. Pendekatannya pada negara, terlepas dari titik-titiknya adalah
Machiavillian.
Bodin memdefinisikan negara sebagai
“pemerintahan” yang tertatat dengan baik dan keluarga serta kepentingan bersama
mereka dengan kukasaan yang berdaulat. “ia mencapat bahwa terdapat 4 unsur
pokok yang perlu dilihat disini: tatanan yang benar, keluarga, kekuasaan yang
berdaulat, dan tujuan berama. Pemerintahn yang di bangun dengan benar sejalan
dengan hukum alam adalah sifat sejati dalam masyarakat yang membedakannya
dengan grombolon pencuri.
Bodin mengikuti Aristoteles dalam pendirian baha keluarga
dan bukan individualah yang menjadi unit dasar Negara. Keluarga “bukan hanya
sumber sebenarnya da nasal-usul commonwealth,
tetapi merupakan unsur pokoknya” Lebih dari itu, ia adalah komuinitas alamiah
yang melahirkan masyarakat yang lebih kompleks. Otoritas anggota kelompok
diserahkan kepada kepala rumah tangga. Bodin yakin bahwa manusia, sebagai
akibat dari Kejatuhan, adalah curang dan suka memberontak. Ia yakin bahwa
kebutuhan pokok manusia adalah disiplin dalam mengekang dorongan jahatnya.
Pandangan ini mendorongnya untuk menekankan otoritas dan kekuasaan yang diserahkan
pada ayah dalam keluarga atau penguasa Negara. Ia mendesak agar otoritas ayah
diperkuat sekalipun dengan taruhan nyawa anak-anaknya. Hanya dengan cra ini
kebiasaan patuh bias ditanamkan pada mereka, sehingga di masa kemudian mereka
akan menjadi warga Negara yang patuh pada penguasanya. “Anak-anak yang berani
kepada orang tuanya, dan tidak takut dengan kemarahan Tuhan, akan menentang
kekuasaan.” Pelatihan warga Negara yang baik harus mulai sejak kanak-kanak.
Keluarga yang harmonis adalah “Citra sejati dari
commonwealth. Model bagi pemerintahan politik ditemukan dalam kekuasaan ayah
terhadap keluarganya. Sebagaimana dalam keluarga di mana tunduk pada perintah
ayah adalah penting bagi kesejahteraan keluarga, demikian juga patuh pada
penguasa adalah penting bagi stabilitas Negara. Dan karena sang ayah mempunyai
kekuasaan penuh dalam keluarga, demikian juga penguasa commonwealth harus mempunyai yurisdiksi penuh terhadap warga
negaranya. “Karena keluarga itu seperti Negara: hanya bias ada satu penguasa,
satu pemimpin, satu tuan. Jika beberapa orang mempunyai otoritas, mereka akan
merusak tatanan dan menimbulkan bencana yang terus berlanjut.
Meskipun Bodin mengikuti aristoteles dalam menekankan
keluarga sebagai satuan pokok masyarakat, ia tidak menerima perbedaan
pendahulunya ini antara kekuasaan ayah terhadap keluarga (kekuasaan di mana
yang satu lebih tinggi) dan kekuasaan politik (kekuasaan yang sama derajatnya).
Dalam pemikiran Aristoteles, kekuasaan ayah adalah tanpa persetujuan rakyat.
Dengan mengabaikan pembedaan ini, Bodin mampu menerapkan analogi keluarga agar
cocok dengan tujuan teori politiknya.
Menurut Bodin, Negara mempunyai asal-usulnya dalam kekuatan
dan kekerasan. Sebelum terdapat bentuk persekutuan politik, setiap kepala
keluarga adalah “pemimpin dalam rumah tangga, mempunyai kekuasaan terhadap
hidup dan mati istri serta anak-anaknya.” Di sini terdapat sesuatu yang mirip
dengan keadaan alamiah Hobbes. “Kekuatan, kekerasan, ambisi, kebencian, dan
nafsu balas dendam menjadikan manusia bermusuhan satu sama lain”. Kondisi yang
tidak menguntungkan ini mendorong keluarga-keluarga untuk bersatu demi
pertahanan bersama dan keuntungan lainnya serta untuk mengakui kekuasaan
politik yang berdaulat, puissance
souverine. Pengakuan akan otoritas semacam ini lebih sering dicapai oleh
kekuatan daripada pengakuan sukarela. Aristoteles dan para pemikir lainnya
adalah salah, kata Bodin, dengan mengira bahwa penguasa pertama dipilih karena
keadlan dan kebijakan mereka. Sebaliknya, mereka adalah orang-orang yang mempunyai
kekuatan fisik yang diperlukan untuk menundukan orang lain di bawah perintah
mereka.
Kedaulatan
Bodin berpendapat bahwa elemen yang mebedakan Negara dari
semua bentuk asosiasi manusia yang lain adalah kedaulatan. Tidak bias ada commonwealth yang sejati tanpa kekuasaan
yang berdaulat yang menyatukan semua angota-anggotanya. Suatu otoritas yang
mutlak dan teringgi yang tidak tunduk pada kekuasaan manusia lainnya harus ada
dalam lembaga politik. Ini adalah prinsip pertama dan paling fundamental dari
teori politik Bodin. Dalam karyanya ia sudah menyerukan perlunya mendifinisikan
konsep kedaulatan “karena meskipun konsep ini merupakan label istimewa dari commonwealth dan memahami wataknya
sangat penting bagi studi politik, tidak ada jurist atau filosof yang paad
kenyataannya berusaha mendefinisikannya. Sayangnya, upayanya untuk menyembuhkan
apa yang ia sebut kegagaglan para pendahulunya tidak lepas dari kesulitan.
Kedaulatan, sebagaimana yang didefinisikan Bodin, “adalah
kekuasaan absolutdan abadi yang diletakan pada commonwealth”, ia adalah “kekuasaan tertinggi di atas warga Negara
dan tidak dibatasi hokum.”Kualitas-kualitas dasar dasar dari kedaulatan adalah
kemutlakan, kelanggengan, dan tidak dapat dibagi (indivisibility). Orang atau lembaga mempunyai kedaulatan tidak bias
dibatasi oleh kekuasaan lain atau oleh
kekuasaan lain atau oleh semua hokum manusia. Raja yang berdaulat tidak
mempunyai pembanding; “ia menganggap tidak ada yang lebih berkuasa dari dirinya
kecuali Tuhan. Kedaulatan adalah permanen karena tidak ada batas waktu yang
bias ditetapkan dalam pelaksanaannya.” Ketika ia diserahkan kepada penguasa, ia
memilikinya selama masa hidupnya. “Jadi kedaulatan tidak terbata dalam
kekuasaan, tanggung jawab atau waktu.” Akhirnya, kedaulatan tidak bias dibagi-bagi
karena kedaulatan yang dibagi-bagi berarti bertentangan dalam istilahnya.
“Sebagaimana Tuhan Yang Mahakuasa tidak bias menciptakan Tuhan lain yang
sebanding dengan Dirinya, karena ia tidak terbatas, demikian pula raja yang
berdaulat, yang adalah bayangan Tuhan, tidak bias menciptakan kekuasaan yang
sama dengannya tanpa menghancurkan diri sendiri.”
Tanda khas dan mendasar dari kedaulatan adalah kekuasaan
untuk membuat hukum. “Atribut pertama dari raja yang erdaulat adalah kekuasaan
membuat hokum yang mengikat semua rakyatnya secara umum dan secara khusus
mengikat setiap orang.”Dan ia melaksanakan kekuasaan ini “tanpa persetujuan
dari mana pun.” Pemikir abad peretengahan melihat hokum sebagai sesuatu yang
ditemukan bukan diciptakan. Mereka menganggap hokum bukan sebagai peraturan
dari otoritas pemerintah tetapi sebagai kebiasaan yang dinyatakan dalam
kehidupan bermasyarakat. Bodin melepaskan diri dari masa lampau dalam hal ini
dengan menempatkan kebiasaan pada posisi subordinat. Ia bersikap empati dalam pernayataannya
bahwa ia mempunyai kekuatan “hanya pada toleransi dan dalam kebaikan raja yang
berdaulat, dan selama raja bersedia menguasakannya.. kekuatan huku tertulis dan
adat berasal dari penguasaan raja.
Penguasa tidak terikat baik oleh hukum yang ia buat atau
dibuat pendahulunya atau oleh tindakan rakyatnya. Hukum dan kebiasaan semacam
ini, meskipun mungkin didasarkan atas pikiran yang sahih, hanya tergantung pada
pkehendaknya yang bebas. Unsur rasio yang sangat ditekankan oleh St. Thomas
dalam definisi hukumnya tidak mempunyai peran penting, sementara kehendak
legislator menjadi kehendak utama. Bodin bukanlah orang pertama yang memahami
hukum sebagai aturan yang dibuat oleh penguasa politik tetapi teorinya
menunjukkan ungkapan yang lebih tajam akan konsep tersebut.
Sampai pada masalah ini, doktrin
kedaulatan Bodin nampaknya menjadi ekspresi dari kekuasaan absolut dan tidak
terbatas dalam negara. Namun, demikian ia tidak bermaksud sampai sejauh ini
sebagaimana yang dengan jelas dia tunjukkan. Jika kekuasaan absolut digunakan
dalam arti terbebas dari semua hukum, maka “tidak ada raja di dunia yang bisa
dianggap penguasa, karena semua raja di dunia tunduk pada hukum Tuhan dan hukum
alam dan bahkan pada hukum manusia yang dimiliki oleh semua bangsa”. Oleh
karenanya, penguasa penguasa terikat oleh hukum-hukum sipil “merupakan
penjelmaan dari prinsip-prinsip keadilan alam” karena jenis hukum ini,
“meskipun ditetapkan oleh otoritas raja, merupakan hukum alam yang sebenarnya.”
Ia juga tunduk pada hukum konstitusi atau fundamental (leges imperii). Hukum-hukum ini melarang penguasa mengganti hukum Salicmengenai suksesi kerajaan,
menghapuskan domain publik, atau menunpuk kekayaan pribadi tanpa persetujuan
pemiliknya.
Tidak sulit mempertemukan
batas-batas yang ditetapkan oleh wahyu dan alam bagi kekuasaan politik dengan
watak absolut kedaulatan karena pembatasan ini masih menempatkan penguasa
diatas hukum manusia dan hanya bertanggung jawab kepada Tuhan. Kerancuan terletak
pada kualifikasi lain yang dibuat Bodin karena hal ini hanya mencakup masalah
yang berkenaan dengan hukum manusia. Jika kedaulatan pada dasarnya adalah
kekuasaan membuat hukum, dan jika kekuasaan ini tidak bisa dibagi atau dibatasi
oleh hukum, tidaklah logis meminta penguasa tunduk pada hukum-hukum yang tidak
dibuatnya dan yang tidak bisa diubahnya. Teori Bodin hanya mempunyain
konsistensi hanya jika pembatasan manusia ini dilihat sebagai perwujudan dari
hukum alam. Jacques Maritain, yang mempunyai penafsiran yang demikian terhadap
konsep kedaulatan Bodin, menyatakan bahwa pengarangnya menempatkan penguasa
dibawah kewajiban menghormati leges
imperii karena hukum manusia jenis ini sebenarnya merupakan hukum alam itu
sendiri. Ia yakin bahwa Bodun telah salah dengan menganggap hukum-hukum ini
sebagai bagian dari hukum alam meskipun hukum tersebut mengandung pembatasan
yang tidak bersumber dari wayak manusia, seperti ketidakmampuan penguasa
mengubah jalanya suksesi kekuasaan.
Bodin berhati-hati dalam menyatakan
bahwa meskipun negara yang tertata dengan benar secara jujur menjalankan hukum
alam dan hukum ketuhanan, commonwealth
tidak berhenti menjadi negara yang sejati jika ia mengabaikan ajaran-ajaran
ini. Ia keberatan dengan klasifikasi pemerintahan Aristoteles menjadi bentuk
yang baik dan buruk, dengan menyatakan bahwa tiga jenis pemerintah dan
ketiganya dibedakan oleh kedudukan dari kedaulatan: pada satu orang, beberapa
orang atau banyak orang. Apakah watak politik dalam negara itu baik at buruk
bukan merupakan hal yang pokok. Jika kita berpregang pada prinsif perbedaan
antara commonwelth menurut kebajikan dan kejahatan yang menajadi ciri darinya,
kita segera dihadapakan dengan perbedaan yang tidak terbata. Bodin juga menolak
ide negara gabungan dengan alasan bahwa
jenis negara ini, dengan pembagian kekuasaannya, tidak bisa eksis. Karena
kedaulatan pada dasaranya tidak bisa di bagi-bagi sebagaimana seorang raja,
kelas yang berkuasa, dan rakyat semuanya mempunya peran di dalamnya pada waktu
yang sama. Di bawah konstitusi gabungan akan terdapat perselisihan seperti
mengenai apakah kedaulatan terletak di tangan raja atau pada sebagan atau pada
semua orang. Penelaahan apa yang disebut negara gabungan, Bodin akan
mengungkapkan bahwa kedaulatan sebenarnya terletak pada rakyat dan bahwa negara
yang menjalankan hanya bekerja sebagai agen mereka. Commonwealth semacam ini
bisa di klasifikasikan sebagai demokrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar