Kebajikan
dan Psikologi Situasi
Ini ada suatu kesalahan dalam gambaran
pertama dari sifat karakter yang mengakar dengan kuat. Kami akan mengasumsikan
sifat untuk menjelaskan mengapa setiap orang berperilaku dengan cara yang
berbeda dalam situasi tertentu. Jika semisalnya kita ingin menjelaskan mengapa
beberapa siswa mencontek dalam tugas kuliah mereka, kita mungkin berpikir bahwa
beberapa siswa belum membangun karakter sifat jujur, dll. Dari banyaknya
pengalaman belajar menyarakankan factor situasi seperti ada atau tidak adanya
kesempatan untuk mencontek dapat diprediksi dengan baik apakah sesungguhnya
orang akan mencontek daripada berpura-pura mendasari karakter. Mengingat
mamfaat disini membuat berbeda di chapter 1 antara situasi dan lingkungan.
Etika lingkungan seringkali relevan, agak berbeda sebrang dari mencontek dalam
studi: di dalam lingkungan yang mana pada akhirnya pelayanan tidak jujur
dibayar dengan ide jujur, dan yang mana secara keseluruhan hal ini mungkin akan
mudah dan tidak terlalu rumit untuk orang agar menjadi jujur di dalam kehidupan
sehari-hari, tetapi dimana contoh yang mencolok dari jujur ditegakkan dalam
menghadapi godaan dan kesempatan (jenis contoh dari Kant akan disukai) langka.
Pendekatan situasi dalam psikologi sosial
mempertanyakan sejauh mana perilaku individu dan terutama perbedaan antara
perilaku salah satu orang dengan orang lain, dapat dijelaskan dengan ciri-ciri
karakter dari setiap individu atau dari ada dan tidak adanya kebajikan. Ada
beberapa studi klasik yang sering dibuat untuk referensi. Yang pertama yaitu
Milgram, studi ketaatan dan kekuasaan, yang sudah disebutkan di chapter 1.
Upaya lain untuk meniru perumpamaan eksperimental Samania yang baik, oleh
Darley dan Batson (1973). Peneliti ini meminta ketua murid untuk siap berbicara
dan kemudian berjalan ke gedung di dekatnya untuk menyampaikannya. En routeto
berbicara, setiap siswa menemui seorang pria yang berbaring di jalan, dengan
masalah yang jelas. Beberapa siswa berhenti untuk menolong, yang lainnya terus
berjalan. Kita dapat mencoba untuk membedakannya disini, seperti yang Darley
dan Batson lakukan, dalam hal sifat karakter siswa yang berbeda; mungkin mereka
yangbingin menjadi pemimpin untuk alasan yang altruistik bisa memberikan satu
jenis contoh kebajikan, mereka yang mencari pemenuhan spiritual lain untuk
mereka sendiri. Kita dapat berspekulasi dengan lebih luas tentang etika
lingkungan dalam waktu berlangsungnya percobaan: pasti ada ide tertentu dan
sikap yang siswa bawa ke dalam situasi, dan diantara mereka sendiri sebelum
berkenalan dengana perumpamaan yang baik dari Samaritan. Tapi satu-satunya
variabel yang dapat ditampilkan untuk menjadi signifikan dalam membedajan
Samarua baik dari salah satu sisa situasional yang dibangun oleh Darley dan
Batson untuk menjadi eksperimen: apakah mahasiswa itu diberitahu atau tidak
diberitahu bahwa ia terlambat. Mereka yang terburu-buru, terlepas dari variabel
lain, kemungkinan kecil untuk berhenti.
Dalam penjelasan kita dari tindakan
seseorang sehari-hari, kita sering membawa sifat karakter ke dalam cerita. Samaria
yang baik memiliki keutamaan kasih sayang; kekurangan farisi kebajikan tetapi
memiliki muka dua (munafik). Jika seseorang tidak mencuri hal ini karena orang
itu jujur: jika lainnya melakukan ini karena orang itu tidak jujur, dsb.
Psikologi situasi sosial, membangun eksperimen seperti yang disebutkan, telah
mempertanyakan asumsi ini. Istilah atribusi kesalahan fundamental telah
diciptakan untuk kesalahan (jika memang kesalahan) berpikir bahwa ada karakter
stabil yang menjelaskan perbedaan pada orang yang melakukan (Ross dan Nesbitt
1991).
Semenjak mereka para studi klasik telah
ada sedikit studi yang muncul dengan hasil yang begitu dramatik (bagian ini
tidak diragukan lagi, karena penipuan dari eksperimental pada mata pelajaran
integral dari studi olrh Milgram dan oleh Darley dan Batson mungkin sekarang
akan dikesampingkan oleh para komite penelitian etika). Tetapi secara
keseluruhan ide situationisme masih sangat hidup. Baru-baru inu mungkin tidak
banyak fokus tentang apa itu yang benar-benar menjelaskan mengapa suatu
individu berperilaku di salah satu cara dan cara lain, tetapi selengkapnya
tentang psikologi rakyat mengasumsikan bahwa orang yang polos tentang psikologi
akademik cenderung membuat pengertian yang seperti itu. Istilah korespondensi
telah berprasangka kecenderungan yang digunakan untuk mensyarakat luas untuk
berpikir bahwa penjelasan tentang perilaku ketenangan masyarakat (orang lain
bahkan mereka sendiri) dalam kualitas pribadi daripada situasi eksternal
(Gilbert dan Malone 1995). Investigasi empiris dari prasangka ini berlanjut;
salah satu contoh studi yang baru-baru ini, dalam membangun pengrusakan dari
Tower Kembar di Ney York 11 September 2001, dari subjek variabel di Amerika
cenderung untuk beratribusi dalam tindakan teroris terhadap motivasi individu
atau situasi dimana mereka menemukan dirinya sendiri (Riggs dan Gumbrech 2005).
Orang-orang itu memiliki arah prasangka
untuk menjelaskan perilaku oleh referensi untuk kualitas pribadi daripada ke
situasi yang mungkin menjadi kebenaran psikologi rakyat (subjek, tiada gunanya
untuk berkata, terlalu banyak kualifikasi). Yang sebenarnya ada tidak adanya
hal-hal seperti kestabilan kualifikasi pribadi yang dapat membuat perbedaan
bagaimana orang akan berperilaku menjadi klaim yang jauh lebih kuat dan jauh
lebih sulit untuk membangun. Sementara sebagian penulis filosofis kebajikan
mempertimbangkan psikologi situasi sosial, mereka yang bereaksi dengan berbagai
tingkat kewaspadaan tentang realitas psikologi kebajikan. Annas (2003) membuat
poin penting yang menolak realitas kebajikan karena adanya demonstrasi
relevansi situasi yang menjelaskan perilaku yang salah dalam menghadapi sifat
kebajikan. Seperti yang telah dikatakan yang diatas, untuk memiliki keutamaan
tidak harus memiliki pola perilaku memimpin yang menetap untuk bertindak
membabi buta dalam cata tertentu terlepas dari situasi sekitar. Sebaliknya,
orang yang berbudi luhur adalah salah satu cara yang tidak mempertimbangkan
dalam mengambil situasi dan merespon dengan cara yang sesuai.
Apapun kesimpulan kami pada realitas dan
stabilitas kebajikan. Kita perlu menyadari pentingnya situasi dan faktor
lingkungan. Faktor situasi mungkin di luar jangkauan eksperimental psikologi
sosial, menjadi tidak terduga dan tak terkendali; setidaknya kita tidak boleh
terlalu optimis jika kita hanya bisa mendidik orang dengan benar, mereka akan
menjadi faktor yang kebal. Etika lingkungan yang lebih luas adalah hal yang
berbeda lagi, tidak hanya kualitas etika lingkungan yang penting dalam
mempengaruhi bagaimana orang dewasa berperilaku terhadap satu sama lain; hal
ini juga penting dalam mempengaruhi keberhasilan atau apapun nilai pendidikan
yang kita coba lakukan. Ada kemungkinan bahwa dalam menghormati nilai
pendidikan benar-benar relative lebih mudah dalam masyarakat seperti apa kata
Aristoteles hanya karena ada hal pasti yang berkonsisten besar dalam
mempengaruhi orang muda. Namun, kita harus mengingat nilai pluralitas.
Konsisten bukan segalanya; kita mungkin memiliki contoh alasan untuk mendukung
keberagaman, tetap toleran terhadap lingkungan homogeneus yang tidak konsisten,
menindas dan satu konsisten.
Apapun kebenaran yang mungkin tentang
kestabilan realitas dari karakter, seperti sifat, bahasa yang kita gunakan
untuk nama mereka, dan kecenderungan kami untuk bersifat kepada orang-orang,
yang penting dalam diri mereka adalah bagian dari etika lingkungan kita.
Gagasan dari seseorang yang memiliki kebajikan tertentu dapat berfungsi sebagi
ide regulatif bagi kita. Salah satu dari kita bertanya ‘apa yang akan dilakukan
oleh orang yang penuh dengan kasih sayang, atau orang yang murah hati atau
orang yang perasa dalam kasus seperti ini?’ dan kita mungkin menemukan bahwa
kita bisa menjawab pertanyaan seperti itu, tidak, tentu saja, melalui
investigasi empiris, tetapi dengan bekerja melalui pemahaman dari apa itu untuk
menjadi orang yang seperti itu. Kemudian juga, kita dapat menggunakan bahasa
kebajikan untuk mengevaluasi tindakan serta karakter (seperti komentar
Aristoteles ‘kami hanya menjadi [orang] yang hanya dengan melakukan tindakan).
Dengan menggunakan bahasa kita sendiri, mungkin kita dapat memberikan alasan
untuk tindakan yang dilakukan orang-orang muda (’jangan kasar’, ‘ini semacam
hal baik yang dapat dilakukan’) yang mana dapat membuat perbedaan, bahkan jika
gagasan mereka akan mengembangkan sifat karakter yang menetap harus berubah
menjadi ilusi.
Kemudian penemuan psikologi situasi,
sejauh ini belum memberikan kita alasan kuat untuk meninggalkan menggunakan
bahasa kebajikan, mungkin terutama ketika kita ingin mendorong orang-orang
dengan memuji mereka. Disisi lain, terutama ketika kita berhubungan dengan
anak-anak, harus berhati-hati dalam menggunakan bahasa kejahatan (karakter
buruk yang menetap) dalam menyalahkan orang. Jika seseorang seringkali berharap
positif dari kita, mereka mungkin juga berharap negatif ke kita. Orang-orang
yang telah bertindak secara tidak jujur, kadangkali mungkin mereka lebih
memilih untuk melanjutkan untuk bertindak secara tidak jujur jika kita telah
melabeli mereka sebagai orang yang ‘tidak jujur’. Untuk sejauh ini, kesalahan
atribusi benar-benar salah, mungkin dengan mengubah perhatian kita untuk
menjauh dari faktor lingkungan, bahwa kita harus menanganinya.
Hal yang sama mungkin mengatakan dengan
berbagai tingkat kekuatan, semua konsepsi nilai pendidikan yang telah kami
survey dalam bab ini. Bahkan jika titik awal mereka adalah keinginan untuk
kebaikan seluruh masyarakat daripada untuk kepentingan individu baik setiap
orang yang berpendidikan, pendekatan ini untuk berkonsentrasi pada nilai
pendidikan dalam membedakan pendidikan yang dapat membuat perilaku individu
untuk beepikir atau berkatakter. Dalam melakukan itu, mereka mungkin membayar
perhatian lebih pada etika lingkungan yang terlalu sedikit. Mungkin ada
implisit bahwa jika pendidikan individu adalah hasil dari kebiasaan yang benar,
etika lingkungan yang sesuai akan datang dengan sendirinya. Tetapi jika kita
melengkapi seperti pendekatan lebih oleh perhatian eksplisit terhadap
lingkungan, maka cara lain untuk berpikir tentang nilai-nilai pendidikan akan
nampak.
Di akhir bab dari buku ini akan menunjukkan dua cara
berpikir tentang tugas pendidikan dalam kaitannya dengan nilai-nilai. Satu,
mengambil perspektif yang berkembang dari masyarakat: itu melihat pendidikan
sebagai salah satu cara dimana masyarakat dapat memgembangkan dan
mempertahankan kualitas etika lingkungan. Di sisi lain mengambil pandangan yang
berkembang dari individu: itu melihat pendidikan sebagai salah satu cara dimana
dapat membantu seseorang untuk menemukan jalan mereka melalui kompleksitas
etika lingkungan di sekitar mereka. Saya berpendapat bahwa, dua bagian dari
argumen tersebut merupakan dua perspektif dari nilai-nilai pendidikan yang
saling kompatibel dan saling melengkapi.
Rangkuman
·
seseorang dapat diajarkan
untuk berlatih berpikir tentang etika, ini jelas bahwa etika di dalam
lingkungan harus memperhitungkan utilitaritas atau beberapa konsekuensinya.
Suatu konsekuensi dari tindakan atau kebijakan dalam etika di lingkungan bisa
bersifat positif ataupun bersifat negative, hal itu bergantung kepada orang
yang memegang nilai tersebut. Bahkan jika ketika seseorang tidak setuju dengan
pendapat dari yang lainnya, hal itu merupakan bagian dari etika lingkungan.
·
Kant berpendapat bahwa,
penalaran moral tidak harus mengambil etika lingkungan. Menurut Kant,
pendidikan moral merupakan sesuatu yang benar.
·
Kemudian pentingnya
etika lingkungan adalah semua yang lebih jelas. Kebanyakan ahli teori kebajikan
menekankan bahwa, jika seseorang mengembangkan suatu kebajikan sebagai
disposisi dari karakter di usia dini, maka ia telah dibesarkan dengan kebiasaan
yang benar. Ini hanya akan terjadi jika orang lain memerintahkan dia dan
menetapkan contoh yang konsisten.
·
Pentingnya etika
lingkungan untuk nilai pendidikan :
1. Pertama,
bahwa nilai-nilai pendidikan mungkin menjadi lebih sukses dalam setiap kasus
individual jika etika lingkungan sekitarnya itu memberikan dukungan untuk apa
yang pendidik sedang lakukan.
2. Kedua,
isi formal dari nilai pendidikan kemungkinan akan bervariasi dari satu
masyarakat lain, untuk jangkauan nilai yang bervariasi umumnya diakui
masyarakat dengan melihat etika lingkungan yang berkembang di sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar