Sabtu, 03 Desember 2016

Masyarakat “Komunisme” yang Sama-Rata dan Sama-Rasa

Masyarakat “Komunisme” yang Sama-Rata dan Sama-Rasa

Gagasan Plato tentang masyarakat persemakmuran, yang hidup bersama, dengan pembatasan hak milik dan penghapusan institusi keluarga, dalam batas-batas tertentu sudah dicoba diterapkan di negara-negara komunis, seperti Uni Soviet dan negara-negara di Eropa Timur. Eksperimen itu sudah gagal, dengan runtuhnya komunisme di Uni Soviet dan Eropa Timur.
Murid Plato, Aristoteles, juga pernah mengeritik pemikiran Plato ini. Aristoteles mengatakan, tujuan Plato di mana seluruh warganegara bisa merasakan semua rasa senang dan sedih bersama itu tak akan bisa diwujudkan.
Namun, gagasan Plato tentang komunitas masyarakat yang sama  rata dan sama rasa itu juga bisa kita pahami sebagai usahanya menciptakan harmoni. Cara Plato untuk menciptakan harmoni adalah dengan menyingkirkan elemen-elemen demokrasi atau kebebasan perseorangan yang berpotensi merusak.
Plato mencoba menunjukkan kelemahan ide demokrasi, dengan cara menempatkan demokrasi itu ke wujud ekstrem. Kebebasan demokratis, jika diperlakukan seperti itu, akan mendorong etos serba permisif, yang pada dasarnya bersifat  anarkis.  Jadi  Plato  mau  mengatakan  bahwa  demokrasi  secara  inheren menjurus ke pluralitas jalan hidup yang korosif. Dampak semacam inilah yang mau dihindari  Plato,  dengan  membentuk  masyarakat  yang sama  rata  dan  sama rasa tersebut.
Gagasan  Plato  ini  tidak  lantas  mati  atau kehilangan  relevansi  begitu  saja. Krisis ekonomi dahsyat yang melanda ekonomi Amerika dan bagian dunia lain, termasuk Indonesia, di penghujung 2008 ini dipandang berawal dari sifat rakus dan tamak, yang inheren dalam nilai-nilai kapitalisme dan kebebasan yang tak terkontrol.

Oleh karena itu, gagasan Karl Marx, sosialisme, dan pembatasan kebebasan mulai muncul lagi, dan kembali dibicarakan dalam perspektif baru akhir-akhir ini. Dalam iklim semacam ini, pemikiran Plato tentang masyarakat sama rata dan sama rasa itu mendapat angin sebagai sebuah alternatif, meski tidak harus diwujudkan dalam bentuknya yang ekstrem seperti di zaman Plato.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar