Menurunnya etika dan moral di atas disebabkan oleh beberapa faktor :
1. Longgarnya pegangan terhadap agama .
Sudah menjadi tragedi dari dunia maju, dimana segala sesuatu hampir dapat
dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga keyakinan beragama mulai terdesak,
kepercayaan kepada Tuhan tinggal simbol, larangan-larangan dan suruhan-suruhan
Tuhan tidak diindahkan lagi. Dengan longgarnya pegangan seseorang pada ajaran
agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada didalam dirinya. Dengan
demikian satu-satunya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya adalah
masyarakat dengan hukum dan peraturanya. Namun biasanya pengawasan masyarakat
itu tidak sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri. Karen pengawasan
masyarakat itu datang dari luar, jika orang luar tidak tahu, atau tidak ada
orang yang disangka akan mengetahuinya, maka dengan senang hati orang itu akan
berani melanggar peraturan-peraturan dan hukum-hukum sosial itu. Dan apabila
dalam masyarakat itu banyak ornag yang melakukuan pelanggaran moral, dengan
sendirinya orang yang kurang iman tadi tidak akan mudah pula meniru melakukan
pelanggaran-pelanggaran yang sama. Tetapi jika setiap orang teguh keyakinannya
kepada Tuhan serta menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi
adanya pengawasan yang ketat, karena setiap orang sudah dapat menjaga dirinya
sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Tuhan.
Sebaliknya dengan semakin jauhnya masyarakat dari agama, semakin sudah
memelihara moral orang dalam masyarakat itu, dan semakin kacaulah suasana,
karena semakin banyak pelanggaran-pelanggaran, hak, hukum dan nilai moral.
2. Kurang efektifnya pembinaan moral
yang dilakukan oleh rumah tangga, sekolah maupun masyarakat. Pembinaan moral
yang dilakukan oleh ketiga institusi ini tidak berjalan menurut semsetinya atau
yang sebiasanya. Pembinaan moral dirumah tangga misalnya harus dilakukan dari
sejak anak masih kecil, sesuai dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak
lahir, belum mengertyi man auang benar dan mana yang salah, dan belum tahu
batas-batas dan ketentuan moral yang tidak berlaku dalam lingkungannya. Tanpa
dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap baik untuk manumbuhkan moral,
anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu. Pembinaan moral pada anak
dirumah tangga bukan dengan cara menyuruh anak menghapalkan rumusan tentang
baik dan buruk, melainkan harus dibiasakan. Zakiah Darajat mangatakan, moral
bukanlah suatu pelajaran yang dapat dicapai dengan mempelajari saja, tanpa
membiasakan hidup bermoral dari sejak keci. Moral itu tumbuh dari tindakan
kepada pengertian dan tidak sebaliknya. Seperti halnya rumah tangga, sekolahpun
dapat mengambil peranan yang penting dalam pembinaan moral anak didik.
Hendaknya dapat diusahakan agar sekolah menjadi lapangan baik bagi pertumuhan
dan perkembangan mental dan moral anak didik. Di samping tempat pemberian
pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan. Dengan kata lain, supaya
sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak, dimana pertumbuhan mantal,
moral dan sosial serta segala aspek kepribadian berjalan dengan baik. Untuk
menumbuhkan sikap moral yang demikian itu, pendidikan agama diabaikan di
sekolah, maka didikan agama yang diterima dirumah tidak akan berkembang, bahkan
mungkin terhalang. Selanjutnya masyarakat juga harus mengambil peranan dalam
pembinaan moral. Masyarakat yanglebih rusak moralnya perelu segera diperbaiki
dan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat dengan kita.
Karena kerusakan masyarakat itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral
anak-anak. Terjadinya kerusakan moral dikalangan pelajar dan generasi muda
sebagaimana disebutakan diatas, karena tidak efektifnnya keluarga, sekolah dan
masyarakat dalam pembinaan moral. Bahkan ketiga lembaga tersebut satu dan
lainnya saling bertolak belakang, tidak seirama, dan tidak kondusif bagi
pembinaan moral.
3. Budaya yang materialistis,
hedonistis dan sekularistis. Sekarang ini sering kita dengar dari radio atau
bacaan dari surat kabar tentang anak-anak sekolah menengah yang ditemukan oleh
gurunya atau polisi mengantongi obat-obat, gambar-gambar cabul, alat-alat
kotrasepsi seperti kondom dan benda-banda tajam. Semua alat-alat tersebut
biasanya digunakan untuk hal-hal yang dapat merusak moral. Namun gajala
penyimpangan tersebut terjadi karena pola hidup yang semata-mata mengejar
kepuasan materi, kesenangan hawa nafsu dan tidak mengindahkan nilai-nilai
agama. Timbulnya sikap tersebut tidak bisa dilepaskan dari derasnya arus budaya
matrealistis, hedonistis dan sekularistis yang disalurkan melalui
tulisan-tulisan,bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran,
pertunjukan-pertunjukan dan sebagainya. Penyaluran arus budaya yang demikian
itu didukung oleh para penyandang modal yang semata-mata mengeruk keuntungan
material dan memanfaatkan kecenderungan para remaja, tanpa memperhatikan
dampaknya bagi kerusakan moral. Derasnya arus budaya yang demikian diduga
termasuk faktor yang paling besar andilnya dalam menghancurkan moral para
remaja dan generasi muda umumnya.
4. Belum adanya kemauan yang
sungguh-sungguh dari pemerintah. Pemerintah yang diketahui memiliki kekuasaan
(power), uang, teknologi, sumber daya manusia dan sebagainya tampaknya belum
menunjukan kemauan yang sungguh-sunguh untuk melakukan pembinaan moral bangsa.
Hal yang demikian semaikin diperparah lagi oleh adanya ulah sebagian elit
penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, peluang, kekayaan dan sebagainya
dengan cara-cara tidak mendidik, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang
hingga kini belum adanya tanda-tanda untuk hilang. Mereka asik memperebutkan
kekuasaan, mareri dan sebagainya dengan cara-cara tidak terpuji itu, dengan
tidak memperhitungkan dampaknya bagi kerusakan moral bangsa. Bangsa jadi
ikut-ikutan, tidak mau mendengarkan lagi apa yang disarankan dan dianjurkan pemerintah,
karena secara moral mereka sudah kehiangan daya efektifitasnya. Sikap sebagian
elit penguasa yang demikian itu semakin memperparah moral bangsa, dan sudah
waktunya dihentikan. Kekuasaan, uang, teknologi dan sumber daya yang dimiliki
pemerintah seharusnya digunakan untuk merumuskan konsep pembinaan moral bangsa
dan aplikasinya secara bersungguh-sungguh dan berkesinambungan.
5. Ingin mengikuti trend, bisa saja
awalmya para remaja merokok adalah ingin terlihat keren, padahal hal itu sama
sekali tidak benar. Lalu kalau sudah mencoba merokok dia juga akan mencoba
hal-hal yang lainnya seperti narkoba dan seks bebas.
6. Himpitan ekonomi yang membuat para
remaja stress dan butuh tempat pelarian.
7. Kurangnya pendidikan Agama dan
moral.
Faktor-faktor di atas sebagian besar dipengaruhi oleh perkembangan
teknologi. Dengan berkembang pesatnya teknologi pada zaman sekarang ini, arus
informasi menjadi lebih transparan. Kemampuan masyarakat yang tidak dapat
menyaring informasi ini dapat mengganggu etika dan moral remaja. Pesatnya
perkembangan teknologi dapat membuat masyarakat melupakan tujuan utama manusia
diciptakan, yaitu untuk beribadah.
makasih mba iin.
BalasHapussalam sehat selalu,
jurnal carmudi