Spekulasi dan Ananlisis dalam filsafat
Spekulasi
Filsafat
bermulai dari rasa heran, ingin tahu, bertanya tentang apa saja dan terutama
dengan spekulasi tentang jawaban atau semua pertanyaan-pertanyaan tersebut. “Spekulasi”,
bila dipergunakan secara filosofis, berarti menentukan subjek atau gagasan dan
merenungkannya secara mendasar. Kiranya aspek khusus inilah yang menyebabkan
orang kemudoan tertarik pada filsafat atau bahkan berusaha menjadi seorang
filsuf. Selama manusia selalu ingin tahu, dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan seperti ‘apa’, ‘mengapa’, ‘bagaimana’, ‘dimana’, dan
‘bilamana’, maka spekulasi menjadi hal yang sangat menarik.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan semakin meluas jawabannya atau spekulasi
mengenai jawaban-jawaban itu bila orang sudah mulai mempertanyakan tentang alam
semesta, atau sekurang-kurangnya mempertanyakan tentang hakikat manusia.
Setiap
orang dapat, atau bahkan sering, berspekulasi dalam hidup sehari-hari. Kegiatan
ini merupakan bagian yang paling mudah dilaksanakan di dalam filsafat, sebab
setiap orang memerlukan imajinasi dan ingin mempertanyakan banyak hal. Namun,
dari berbagai pertanyaan yang diajukan orang, hanya sebagian saja yang termasuk
dalam kategori pertanyaan filosofis. Dengan pertanyaan tersebut paling tidak
sudah keliatan unsur imajinasi dan kreativitas, sehingga kita dapat
mengembanngkan kebebasan berpikir tentang apa saja.
Perbedaan
antara berpikir dalam kehidupan sehari-hari dan berfikir filosofis, terletak
pada aspek kesungguhan dan sistematisasinya. Berfikir secara filsafat lebih
memerlukan kesungguhan dan sistem. Di samping kedua aspek ini, di dalam
berpikir filosofis terdapat satu aspek lagi, yaitu ‘analisis’.
Analisis
Di dalam
berfilsafat, kita tidak cukup hanya mempertanyakan tentang alam semesta dan
kemudian berspekulasi tentang jawaban-jawabannya. Akan tetapi, kita juga harus
mempertanyakan tentang ‘pertanyaan-pertanyaan’ itu sendiri dan
jawaban-jawabannya. Dalam hal ini kita kemudian menganalisis melalui penalaran
logika, semua pertanyaan yang kita ajukan dan jawaban yang kita peroleh.
Sebagai contoh misalnya dalam dialog Plato, Socrates memaksa murid-muridnya,
dan juga orang-orang lain yang terlibat dalam dialog, untuk mempertanyakan
kembali pertanyaan tentang “keadilan” serta jawabannya yaitu “melakukan hal-hal
yang baik terhadap teman-teman kita dan hal-hal yang tidak baik terhadap
musuh-musuh kita”, dengan menganalisis keyakinan tentan arti ‘keadilan’
tersebut secara telitidan mendetail. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh arti
yang sebenarnya tentang keadilan.
Analasisi
memuat antara lain: mengajukan pertanyaan, menjawab, berkeyakinan ataupun
berteori, untuk kemudian menyelidiki semuanya itu, menguraikannya kedalam
bagian-bagian dengan menggunakan data-data fisik yang dapat membantu, dengan
mempergunakan bentuk penalaran logika.
Berfilsafat
tidak lain adalah berspekulasi dan melakukan analisis. Dalam menghadapi alam
semesta ini, kita memerlukan pengembangkan gagasan secara bebas, termasuk juga
imajinasi kita.
thanks artikelnya
BalasHapus